Analisis DNA Jadi Upaya Baru Penegakan Hukum dan Perlindungan Satwa Liar

Reading time: 2 menit
analisis dna
Foto: greeners.co/Dewi Purningsih

Depok (Greeners) – Wildlife Conservation Society Indonesia dan Universitas Indonesia bekerjasama dengan Kedutaan Inggris memperkuat riset terkait genetika satwa liar untuk mendukung aparat penegak hukum dalam menangani kasus-kasus kejahatan terhadap satwa liar. Analisis asam deoksiribonukleat (deoxyribonucleic acid/DNA) ini dapat menyediakan data akurat terhadap pengaturan kuota untuk pemanfaatan satwa liar yang berkelanjutan di Indonesia di bawah PP Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.

Noviar Andayani selaku Country Director WCS Indonesia mengatakan misi WCS adalah membantu pemerintah untuk menyelamatkan kehidupan satwa liar di darat maupun di perairan. Salah satu teknologi yang direkomendasikan WCS untuk pemerintah adalah analisis DNA genetika yang memungkinkan untuk melacak jalur perdagangan satwa liar dengan memberi bukti tambahan yang dapat memperberat tuntutan terhadap pelaku kejahatan, terutama pada kasus-kasus perdagangan satwa liar ilegal trans-nasional.

“Analisis genetik DNA ini bukan hal yang baru dan kami tidak melakukan hal yang baru. Yang baru adalah orientasi genentik DNA ini tidak hanya digunakan untuk pemanfaatan dan penegakan hukum tapi juga lebih ke perlindungan satwa liar yang benar-benar kritis di habitatnya, dan melakukan perlindungan habitat itu merupakan pekerjaan besar,” ujar Andayani saat ditemui dalam Seminar Teknologi Genomik dan Forensik Molekular Satwa Liar di Margo Hotel, Depok, Rabu (19/12/2018).

BACA JUGA: Aparat Penegak Hukum Kompak Perangi Perdagangan Satwa Liar Dilindungi 

Andayani mengatakan prioritas WCS untuk analisis genetik DNA satwa liar adalah gajah sumatera, harimau sumatera dan badak sumatera karena ketiga satwa tersebut sudah terancam kritis (critical in danger). Untuk harimau dan gajah kedua spesies tersebut di bawah tekanan yang besar dari perburuan dan konflik manusia.

“Untuk mengembangkan riset ini kami dibantu oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) UI yang memang memiliki kapasitas yang baik di bidang penelitian keanekaragaman hayati,” ujar Andayani.

Dekan Fakultas MIPA UI, Abdul Haris mengatakan penanggulangan perdagangan satwa liar ilegal di Indonesia memerlukan berbagai pendekatan baru, misalnya penggunaan teknologi terkini yakni forensik satwa liar berbasis DNA.

“Kami memiliki alat penelitian yang cukup memadai untuk melakukan analisis DNA Genetik ini. Untuk mengidentifikasi atau melakukan analisis DNA ini bisa dilakukan dengan cara mengambil sampel seperti feses, darah, rambut, kotoran, urin, tulang, bulu, dan juga liur serta sampel-sampel yang dikumpulkan dari barang-barang sitaan maupun populasi satwa liar di alam,” ujar Abdul.

BACA JUGA: Kejahatan Satwa Liar dan Tanggungjawab Korporasi dalam RKUHP 

Di samping itu, dari sisi pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang diwakili oleh Kepala Sub Bidang Sumber Daya Genetik Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Muhammad Haryono mengatakan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumber daya genetik Indonesia saat ini sedang diupayakan melalui Revisi UU Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.

“UU Karantina yang ada sekarang belum mengkaver tumbuhan, satwa liar apalagi genetik. Pada revisi ini akan dimasukan (tentang tumbuhan, satwa liar dan genetik) sehingga pengawasan di pintu masuk atau keluar seperti di bandara terhadap perdagangan satwa liar dan genetik bisa diperketat,” ujar Haryono.

Ia juga mengatakan bahwa dengan adanya analisis genetik DNA ini akan sangat membantu pemerintah dalam mengkonservasi satwa liar maupun penegakan hukum terhadap perdagangan satwa liar. Intinya hal-hal seperti ini harus terus dikembangkan karena menyelamatkan keanekaragaman hayati di Indonesia diperlukan kerjasama yang kuat.

Penulis: Dewi Purningsih

Top