Anthurium, Tanaman Masa Depan Berkomoditas Ekspor

Reading time: 4 menit
Kontes Anthurium di Godong Ijo, Depok. Foto: Greeners/Ramadani Wahyu

Depok (Greeners) – Daya tarik tanaman hias, khususnya Anthurium memang tak pernah lekang ditelan zaman. Bahkan di masa pandemi Covid-19 permintaan tanaman ini terus meningkat hingga terus menjadi tren. Tak heran jika tanaman ini dijuluki sebagai tanaman masa depan dan berpotensi besar sebagai komoditas ekspor.

Kali ini, kontes tanaman hias jenis Anthurium kembali berlangsung di Godong Ijo, Kota Depok. Mengusung tema “Anthurium & Kita”, acara ini semarak dengan berbagai kegiatan mulai talkshow, hingga kontes tanaman hias pada 24-27 November 2022.

Dewan Pembina Indonesian Aroid Society (IAS) Chandra G. Hendarto mengatakan, sebagai tanaman masa depan, tanaman ini mempunyai potensi yang sangat besar untuk menjadi komoditas dalam negeri maupun luar negeri.

“Karena Indonesia pemilik genetik Anthurium yang mungkin terbesar di dunia. Jadi artinya kita bisa membuat persilangan-persilangan baru untuk pasar dalam negeri maupun pasar ekspor,” katanya di Depok, Minggu (28/11).

Ia menyebut potensi Anthurium Indonesia sangatlah besar. Selain kaya akan keragaman jenis baru, tanaman ini bisa didapatkan mulai dari harga terjangkau hingga mahal.

“Paling murah mungkin Rp 10.000 perak, kalau paling mahal bisa mencapai Rp 250 juta. Artinya masyarakat kita dari tingkat ekonomi apapun bisa mengembangkan tanaman ini. Jadi ini bukan tanaman eksklusif,” paparnya.

Terlebih, permintaan tanaman hias jenis Aroid, termasuk Anthurium meningkat pesat sejak pandemi Covid-19. Chandra berasumsi work from home memicu peningkatan minat terhadap tanaman ini selama pandemi.

Ia pun berharap acara ini membangkitkan semangat semua stakeholder pada tanaman hias, khususnya Anthurium untuk masa depan.

“Saya berharap Indonesia menjadi eksportir tanaman Aroid pada umumnya dan Anthurium pada khususnya menjadi nomor satu di dunia. Karena kita merasa kita punya potensi tinggal menggerakkan bersama-sama,” jelas dia.

Dewan Pembina Indonesian Aroid Society (IAS) Chandra G. Hendarto. Foto: Greeners/Ramadani Wahyu

Berdampak Positif Terhadap Nilai Ekonomi

Acara kontes tanaman hias “Anthurium & Kita” merupakan gelaran rutin setiap tahun dan berdampak positif terhadap nilai ekonomi. Chandra meyakini acara pada tahun 2020 dan 2021 nilainya di atas Rp 1 triliun.

Ketua Anthurium Jabodetabek, Agustinus Gunawan Sri Utomo menyatakan, latar belakang acara ini tak lain untuk mengantisipasi perkembangan dan tren tanaman hias Anthurium. “Juga untuk mengakomodir jenis-jenis baru hingga para pemain baru tanaman hias khususnya Anthurium,” ungkapnya.

Antusiasme masyarakat terhadap tanaman jenis ini tak pernah surut. Ini tak lain karena bentuk dan posturnya yang menarik dan khas. “Terutama posturnya yang gagah. Tidak loyo, dari bawah ke atas seperti huruf V,” imbuhnya.

Tak hanya itu, jenis-jenis dan warna tanaman ini sangat banyak. Bahkan, untuk satu biji Anthurium bisa menghasilkan satu karakter tanaman. “Itu berarti kalau ada serbu biji maka ada seribu karakter. Luar biasa daya tariknya,” ujarnya.

la berharap, dengan adanya acara ini dapat mengakomodir kebutuhan para penjual, penghobi, investor hingga para peserta kontes tanaman hias, khususnya untuk menyemarakkan pasar di Indonesia.

“Khususnya secara ekologi yaitu terkait bibit-bibit baru Anthurium. Kita mempertahankan kelangsungan tanaman hias Indonesia di dunia,” ucapnya.

Berbagai jenis tanaman hias Anthurium dalam kontes. Foto: Greeners/Ramadani Wahyu

Berbagai Kategori Kontes

Ia menambahkan pengembangan Anthurium paling tinggi yaitu di daerah dingin. Namun, hal ini tak membatasi daerah panas, seperti area Jakarta untuk mengembangkan tanaman ini. “Kalau daerah panas kita cara pengembangannya bukan dengan biji, tapi dipotong. Sedangkan di daerah dingin seperti Bogor itu biji ditaruh saja bisa hidup dan berkembang,” kata dia.

Acara Kontes “Anthurium & Kita” diikuti sebanyak 200 peserta kontes yang terdiri atas berbagai kelas. Beberapa kontes yaitu kelas kuping gajah Variegata – all size, kelas kuping gajah non Variegata – all size, kelas Jenmanii Vanegata – panjang daun terakhir maksimal 30 sentimeter.

Selanjutnya kelas Jenmanii Non Variegata – panjang daun terakhir maksimal 30 sentimeter, kelas Mix Anthurium Variegata – all size (di luar Jenmanii, kuping gajah), dan kelas Mix Anthurium Non Variegata – all size (di luar Jenmanii, kuping gajah). Para pemenang meraih hadiah jutaan rupiah.

Penghobi dan pemulia Red Spider asal Semarang, Jawa Tengah Eddy Pranoto. Foto: Greeners/Ramadani Wahyu

Anthurium Red Spider

Daya tarik tanaman ini seolah mampu membius para pencinta tanaman hias. Terlebih seiring banyaknya jenis yang dikembangkan. Salah satu jenis Anthurium yang menarik perhatian pada helatan “Anthurium & Kita” yaitu red spider.

Red spider merupakan Anthurium jenis baru hasil persilangan penghobi dan pemulia Semarang, Jawa Tengah Eddy Pranoto. Berjuluk red spider karena tulang daunnya yang menonjol berwarna merah mirip dengan laba-laba. Ia menyebut, semakin tua maka tonjolan berbentuk seperti laba-laba merah semakin jelas.

Red spider merupakan hasil penyilangan induk betina Anthurium papillilaminum dan red magnifikum untuk jantan. “Tapi dari 100 biji dia mutasi. Ada satu yang mutasi dari bentuk daunnya beda maka kita beri nama berbeda, red spider ini. Dari 100 biji, kita ambil 16 yang mirip induknya,” kata dia.

Eddy menambahkan keunikan lain Anthurium ini yakni daunnya yang cenderung cembung saat keluar tunas dan suhu udara terlalu panas. “Tapi jika suhu udara normal maka daunnya cekung,” imbuh dia.

Hingga saat ini ia telah mengeluarkan sebanyak 12 tanaman di pasaran, bahkan hingga ke luar negeri seperti Belgia dan Jerman.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top