Daur Ulang Bukan Solusi Tepat, Kok Bisa?

Reading time: 2 menit
Gerakan guna ulang bisa mengurangi timbulan sampah dan pencemaran lingkungan. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Upaya daur ulang (recycle) untuk menangani sampah plastik sekali pakai dinilai bukan solusi tepat. Saat ini banyak jenis sampah yang sulit terdaur ulang. Bahkan aktivitas daur ulang sampah plastik di Indonesia baru sekitar 9 persen.

Oleh sebab itu, pengurangan sampah plastik sekali pakai, aksi guna ulang (reuse) merupakan alternatif solusi terbaik untuk menekan sampah plastik.

Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) Tiza Mafira mengatakan, selama ini daur ulang plastik di Indonesia hanya sekitar 9 persen. Sedangkan berdasarkan riset terkini di Amerika Serikat hanya 5 persen sampah terdaur ulang.

“Ini membuktikan bahwa daur ulang belum menjadi solusi yang menyeluruh. Sedangkan produksi plastik sekali pakai semakin beragam, baik dari segi volume dan kualitas rancangan plastiknya,” katanya dalam acara “Kick Off Gerakan Guna Ulang Jakarta”, di Jakarta, Jumat (1/7).

Bahkan menurutnya, kini banyak rancangan plastik yang memang secara desain tidak untuk didaur ulang, seperti halnya kemasan sachet. Ia juga menyorot, maraknya teknologi daur ulang juga belum mendaur ulang secara sempurna.

Misalnya, hasil daur ulang yang justru downcycling melalui pembakaran sehingga tidak bisa didaur ulang lagi. Oleh sebab itu lanjutnya, tidak bisa mengharapkan semuanya bisa didaur ulang.

Oleh karena itu, melalui program Gerakan Guna Ulang Jakarta, GIDKP dan Zero Waste Living Lab (ZWLL) Enviu mengupayakan pengurangan plastik sekali pakai dengan penggunaan guna ulang.

Program ini bertujuan untuk mengurangi plastik sekali pakai dari produk sehari-hari yang masih menjadi masalah utama. Produk tersebut seperti kemasan makanan, produk rumah tangga dan kemasan plastik dari layanan pesan-antar makanan online.

Guna Ulang Jadi Solusi Daur Ulang 

Tiza menambahkan, pengurangan sampah plastik sekali pakai dengan guna ulang tak hanya mengurangi polusi sampah, tapi juga mengurangi emisi dan solusi menghadapi krisis iklim.

Sasarannya, sambung dia yaitu para produsen untuk mulai redesain dan mulai mengirim produk dengan cara baru. “Kita menawarkan solusi guna ulang. Untuk brand-brand bisa mengirimkannya dengan menggunakan produk kemasan guna ulang dengan kualitas yang sama,” imbuhnya.

Di samping itu, DKI Jakarta perlu meningkatkan upaya pengurangan plastik sekali pakai. Pemerintah Provinsi DKI sudah memiliki peraturan pelarangan kantong plastik sejak tahun 2020. Setelah dua tahun mereka terapkan, kesadaran masyarakat untuk mengurangi konsumsi plastik sekali pakai semakin meningkat.

Untuk mencapai pengurangan sampah plastik sebesar 30 persen pada tahun 2025, Jakarta perlu memanfaatkan upaya pengurangan plastik sekali pakai, selain kantong plastik.

Kemasan Produk Rumah Tangga Cemari Perairan

Indonesia Program Lead, Zero Waste Living Lab, Enviu Darina Maulana menyatakan, kemasan makanan, produk rumah tangga atau peralatan makan sekali pakai masih mencemari perairan Jakarta.

“Meskipun terlihat lebih ekonomis, sampah kemasan sekali pakai sulit untuk didaur ulang. Sehingga meningkatkan biaya pengelolaan sampah lokal dan menurunkan kualitas lingkungan kita bersama,” ungkapnya.

Startup berbasis teknologi binaan Enviu yang berpartisipasi dalam gerakan ini adalah QYOS, Koinpack dan ALLAS. QYOS merupakan startup yang menyediakan mesin isi ulang otomatis untuk produk rumah tangga di toko-toko dekat kompleks perumahan.

Sedangkan Koinpack mengoperasikan sistem pengemasan inovatif, guna ulang untuk menggantikan sachet dan jenis kemasan sekali pakai lainnya dengan memberikan deposit dan insentif. Sementara ALLAS adalah penyedia kemasan pengantaran makanan online berkelanjutan pertama di Jakarta.

Darina menambahkan, Gerakan Guna Ulang Jakarta akan dipantau secara berkala. Harapannya implementasinya dapat meluas ke wilayah sekitar Jakarta. Dukungan aksi ini juga bertambah.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top