BMKG Prediksi Suhu di Tahun 2022 Lebih Hangat

Reading time: 2 menit
BMKG memprediksi suhu di tahun 2022 lebih hangat. La Nina yang terjadi akan menuju netral di semester II. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi suhu di tahun 2022 memiliki kecenderungan lebih hangat dibanding tahun 2021.

Namun BMKG memonitor La Nina (kondisi peningkatan curah hujan di musim hujan) masih akan terjadi hingga pertengahan tahun 2022.

“Meskipun demikian, hasil ini tentunya akan sangat bergantung pada kondisi dinamika atmosfer-laut terkini. Kondisi ini akan sangat bervariasi antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Serta antara waktu atau bulan yang satu dengan yang lain,” kata Sub Koordinator Bidang Analisis dan Informasi Iklim BMKG Amsari M Setiawan kepada Greeners di Jakarta, Jumat (14/1).

Menurutnya, berdasarkan hasil prediksi BMKG terkini (awal Januari 2022) dan beberapa institusi internasional lainnya, La Nina masih akan terus berlanjut hingga pertengahan tahun. Kemudian berangsur-angsur menuju kondisi netral.

Berdasarkan data dari 89 stasiun pengamatan BMKG, suhu udara rata-rata tahun 2021 sebesar 27,0 °C. Tahun 2021 menempati urutan ke-8 tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0,4 °C. Sementara tahun 2020 dan 2019 berada di peringkat kedua dan ketiga dengan nilai anomali sebesar 0,7 °C dan 0,6 °C.

Anomali Iklim dan Kecenderungan Suhu 2022 Lebih Hangat

Adapun perbedaan atau selisih suhu udara rata-rata tahun 2021 dengan tahun 2020 menunjukkan nilai perbedaan negatif (lebih dingin dibanding tahun sebelumnya). Kondisi ini dominan terjadi di seluruh wilayah Indonesia.

Sementara itu untuk perbedaan positif (lebih hangat) terbesar tercatat di Stasiun Meteorologi Sentani – Jayapura (sebesar 0,4 °C). Sedangkan perbedaan negatif (lebih dingin) terbesar tercatat di Stasiun Meteorologi Syukuran Aminudin Amir, Sulawesi Tengah (sebesar -0,6 °C).

“Ini dapat diartikan bahwa suhu udara rata-rata tahun 2021 cenderung lebih dingin dari tahun 2020,” kata Plt. Deputi Klimatologi BMKG Urip Haryoko kepada Greeners.

Namun, karena La Nina BMKG prediksi hanya berlangsung pada semester I, suhu udara Indonesia tahun 2022 memiliki peluang relatif lebih hangat dari pada tahun 2021. Suhu tahun 2022 akan jauh lebih tinggi dari rata-rata normalnya (sebesar 26,6 °C). Tren kenaikan suhu juga terjadi secara terus-menerus di Indonesia.

“Ada variasi (kenaikan suhu) antara satu wilayah dengan wilayah lain. Kita harapkan secara umum kurang dari 0,5 derajat,” ungkapnya.

Anomali iklim El Nino Southern Oscillation (ENSO) di Samudera Pasifik masih akan berada pada fase La Nina dengan intensitas moderate dan akan kembali netral pada semester II. Sementara, anomali iklim Indian Ocean Dipole (IOD) di Samudera Hindia akan berada pada kondisi netral pada periode tersebut. “Di wilayah Indonesia, suhu muka laut di bagian timur prediksinya hangat,” imbuhnya.

Waspada Bencana Hidrometeorologi

BMKG memprediksi bahwa curah hujan sepanjang bulan Januari hingga Oktober secara umum akan sedikit lebih tinggi dari normalnya. Sedangkan pada bulan November dan Desember curah hujan akan sedikit lebih rendah dari normalnya. Curah hujan tahun 2022 prediksinya akan lebih rendah dari tahun 2021. Khususnya di bulan Januari, Maret, Mei, September, Oktober dan November 2022.

Sebelumnya, BMKG telah mengeluarkan peringatan dini terkait adanya fenomena La Nina akan berdampak pada kenaikan intensitas hujan dan potensi bencana hidrometeorologi basah. Misalnya, banjir, tanah longsor hingga banjir bandang.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menyatakan, wilayah-wilayah yang memperoleh curah hujan bulanan di atas normal pada Januari 2022 di antaranya Sumatra bagian tengah dan utara, Kalimantan bagian timur dan utara, Jawa bagian barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua hingga sebagian Sulawesi.

Pada Februari, wilayah sebagian Sumatra, sebagian Jawa, Sulawesi, Maluku bagian Utara dan Papua harus mewaspadai curah hujan di atas normal. Selanjutnya, Sumatra bagian utara, Jawa, Kalimantan bagian utara, Sulawesi, Maluku, Maluku Utara dan sebagian Papua pada bulan Maret.

“Kondisi curah hujan di atas normal dapat dimanfaatkan untuk kecukupan kebutuhan sumber daya air, sektor pertanian dan sektor kehutanan,” ungkap Dwikorita.

Penulis : Ari Rikin & Ramadani Wahyu

Top