Greenpeace Temukan Bukti Pencemaran di Pertambangan Batubara KalSel

Reading time: 2 menit
Greenpeace Indonesia menyatakan sebanyak 22 dari 29 sampel yang diambil dari kolam penampungan limbah dan lubang bekas tambang di Kalimantan Selatan memiliki derajat keasaman sangat rendah, jauh di bawah standar pemerintah. Foto: Greenpeace Indonesia

Jakarta (Greeners) – Greenpeace Indonesia menyatakan bahwa beberapa Badan Lingkungan Hidup Daerah di Kalimantan Selatan tidak bekerja dengan baik mengingat telah begitu banyaknya sungai yang tercemar oleh limbah dari pertambangan batubara di Kalimantan Selatan. Juru kampanye Iklim dan Energi Greenpeace AsiaTenggara, Arif Fiyanto, mengungkapkan, aktivitas pertambangan batubara yang luas di Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia, telah merusak sumber air dan membahayakan kesehatan serta masa depan masyarakat setempat.

Arif juga menerangkan kalau saat ini, sepertiga wilayah di Kalimantan Selatan telah menjadi wilayah tambang batubara. Terlebih, lanjutnya, karena jumlah pertambangan batubara yang sangat banyak mengakibatkan hampir dari setengah jumlah sungai di Kalimantan Selatan memiliki status berisiko terpapar dampak pencemaran air dari pertambangan.

“Badan Lingkungan Hidup setempat telah gagal menghentikan atau mencegah pelanggaran yang telah merugikan masyarakat Kalimantan Selatan,” terangnya dalam keterangan tertulis yang diterima oleh Greeners di Jakarta, Senin (08/12).

Berdasarkan laporan yang juga merupakan hasil investigasi lapangan Greenpeace selama kurang lebih enam bulan, tercatat ada 22 dari 29 sampel yang memiliki derajat keasaman (pH) yang sangat rendah, jauh di bawah standar yang ditetapkan pemerintah. Sampel diambil oleh Greenpeace dari kolam penampungan limbah dan lubang-lubang bekas tambang dari lima konsesi pertambangan batubara di Kalimantan Selatan.

“Dari seluruh sampel, 18 diantaranya memiliki derajat keasaman (pH) di bawah 4. Seluruh sampel yang diambil juga terdeteksi mengandung konsentrasi logam berat,” ungkap Arif.

 

Tabel rincian contoh air yang diterima dan dianalisa di Laboratorium Riset Greenpeace, School of Biosciences, University of Exeter, Inggris Raya. Sumber: Greenpeace Indonesia

Tabel rincian contoh air yang diterima dan dianalisa di Laboratorium Riset Greenpeace, School of Biosciences, University of Exeter, Inggris Raya. Sumber: Greenpeace Indonesia

Kebocoran dan potensi melimpahnya air dari kolam-kolam yang terkontaminasi limbah berbahaya di konsesi pertambangan batubara ini, lanjut Arif, telah menimbulkan bahaya pada rawa-rawa, anak sungai dan sungai di sekitarnya. Terlebih lagi masyarakat di sekitar konsesi pertambangan batubara yang mungkin sedang menggunakan air yang berpotensi tercemari limbah berbahaya tersebut untuk mandi, mencuci dan mengairi lahan pertanian mereka.

“Masyarakat Kalimantan Selatan layak mendapatkan kehidupan dan penghidupan yang lebih baik. Seluruh rakyat Indonesia berhak mendapatkan keadilan, masa depan yang sehat dan lebih cerah dengan akses air bersih untuk mereka dan anak cucu mereka,” katanya.

Dihubungi secara terpisah, Sekretaris Menteri (Sesmen) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Rido Sani, mengutarakan bahwa pihaknya masih belum menerima laporan terkait pencemaran limbah yang terjadi di Kalimantan Selatan tersebut. Dirinya menyatakan bahwa apabila informasi tersebut benar, maka akan ditindak lanjuti sesegera mungkin.

“Kita belum tahu info itu, ini saya aja baru tahu dari kamu,” pungkasnya.

(G09)

Top