Hari Hutan Internasional 2016, Tingkatkan Perbaikan Kehutanan Indonesia

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Hutan bagi Indonesia sangat berperan penting sebagai penopang fungsi ekologi, sosial dan ekonomi. Manusia, satwa dan fauna sangat bergantung pada banyak fungsi hutan, terutama terkait kebutuhan akan air yang menjadi salah satu kebutuhan dasar setiap makhluk hidup.

Sayangnya, kondisi tutupan hutan yang berfungsi sebagai tempat hidupnya keanekaragaman hayati dan penopang kehidupan ekologis, ekonomi, sosial dan manfaat kesehatan telah rusak akibat penggundulan hutan yang terus terjadi. Jumlah penggundulan hutan yang begitu besar menyebabkan peningkatan gas emisi rumah kaca sebesar 12 hingga 20 yang mendorong perubahan iklim.

Satyawan Pudyatmoko, Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta mengatakan bahwa saat ini hutan Indonesia masih membutuhkan banyak pembenahan, apalagi jika ingin memelihara siklus hidrologi. Banyak wilayah-wilayah yang semestinya menjadi kawasan tangkapan air telah berubah fungsi menjadi kawasan non-hutan, seperti perkebunan maupun pertanian.

“Ini yang sedang terjadi dengan hutan kita. Jika ingin memelihara siklus hidrologi yang baik, hutan di Indonesia itu memang masih banyak memerlukan pembenahan. Banyak kawasan-kawasan yang semestinya menjadi daerah tangkapan air, terutama di wilayah pegunungan dan kawasan karst, telah rusak atau berubah dari hutan menjadi non hutan (perkebunan),” katanya saat dihubungi oleh Greeners, Jakarta, Senin (21/03).

Menurut Satyawan, beberapa wilayah telah mengalami krisis ekologi, seperti yang terjadi di banyak daerah pegunungan di Jawa. Misalnya, wilayah pegunungan Dieng, Merapi, Merbabu, Sindoro sumbing, Lawang Mangu maupun Gunung lawu. Defisit air di wilayah Jawa sendiri, lanjutnya,  sudah cukup kritis terutama di musim kemarau. Jika kejadian kekeringan yang terjadi pada musim kemarau tahun lalu tidak ingin terulang, ia menyarankan kepada pemerintah agar segera memperbaiki kondisi tutupan hutan di wilayah pegunugan sesegera mungkin.

Selain wilayah pegunungan, terus Satyawan, peralihan fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan monokultur di banyak daerah luar Jawa juga menjadi faktor penyebab krisis kekeringan. Hal ini disebabkan karena perkebunan monokultur mengonsumsi air di dalam tanah dengan cara yang luar biasa. Kondisi ini juga sering menyebabkan wilayah gambut menjadi kering dan pada akhirnya mudah terbakar.

“Ibarat robot. Tumbuhan monokultur itu menyedot air dengan sangat luar biasa. Boros dan sangat merugikan,” tambahnya.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan bahwa untuk kawasan-kawasan yang telah terlanjur beralih fungsi, saat ini sedang dilakukan penelitian dan penyidikan karena banyak dari izin konsesinya diberikan pada masa pemerintahan terdahulu.

“Itu yang saya bilang lagi dikoreksi kebijakannya. Itu semua kan berasal dari kebijakan-kebijakan masa lalu yang terjadi dan kita kurang kontrol. Kita kasih izin tetapi tidak kita kontrol. Sebenarnya itukan ada parameternya, ada catatan-catatannya dan ada regulasi. Itu yang kita sedang kerjakan sekarang,” tutupnya.

Sebagai informasi, tanggal 21 Maret dirayakan sebagai Hari Hutan Dunia yang pada tahun ini mengusung tema hutan dan air. PBB merayakan Hari Hutan Dunia secara internasional sebagai International Day of Forest. Tahun ini, PBB ingin meningkatkan kesadaran bagaimana hutan menjadi kunci dalam pemasok air tawar dunia yang sangat penting untuk kehidupan.

Penulis : Danny Kosasih

Top