Jakarta (Greeners) β Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 kembali menyoroti urgensi penanganan polusi plastik dengan tema “Ending Plastic Pollution”. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyampaikan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup saat ini tengah merumuskan kebijakan strategis untuk mengatasi pencemaran plastik di Indonesia.
Dalam waktu dekat, Indonesia juga akan berpartisipasi dalam konferensi internasional Intergovernmental Negotiating Committee (INC) 5.2 yang akan digelar pada bulan Agustus. Dalam forum tersebut, Indonesia akan merumuskan kebijakan global terkait evolusi plastik serta melakukan diskusi mendalam dengan sejumlah negara, khususnya terkait penanganan sampah impor.
Pemerintah telah menyurati Kementerian Perdagangan untuk mempertimbangkan kembali pembatasan impor virgin plastic (plastik murni). Upaya ini menjadi penting mengingat data menunjukkan bahwa sekitar 60% sampah plastik berakhir mencemari lingkungan, terutama badan-badan air.
BACA JUGA: Negosiator Perlu Berani Akhiri Polusi Plastik Tanpa Kompromi
βJika tidak segera ditangani, maka saat musim hujan tiba, plastik-plastik ini akan terbawa ke saluran air, masuk ke sungai, dan akhirnya bermuara ke laut. Ini adalah skenario yang sangat sulit ditanggulangi,β ujar Hanif dalam konferensi pers pada Kamis (22/5).
Ia menambahkan bahwa larangan impor plastik murni sebenarnya berlaku sejak November lalu, mengingat pengelolaan plastik domestik saat ini pun masih belum optimal.
Hanif juga menjelaskan bahwa plastik murni merupakan produk turunan dari industri minyak dan gas. βVirgin plastik ini sebagian besar masuk ke wilayah kita. Kita bahkan mungkin menggunakan 40β60% dari total plastik yang beredar adalah virgin plastik,β ungkapnya.
Salah satu faktor penyebab tingginya impor plastik murni adalah rendahnya angka lifting yang hanya mencapai sekitar Rp500.000β600.000 per ton. Hal ini berdampak pada besarnya ketergantungan Indonesia terhadap impor plastik. Di sisi lain, dominasi kemasan plastik dalam aktivitas ekonomi nasional juga semakin menambah tantangan dalam pengelolaan sampah plastik.

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq dalam konferensi pers Hari Lingkungan Hidup 2025. Foto: Dini Jembar Wardani
Penghentian Open Dumping
Hanif juga menilai bahwa permasalahan sampah saat ini menjadi semakin kompleks ketika praktik open dumping masih terjadi di banyak daerah. “Tanpa sistem yang baik, limbah plastik terpapar cuaca ekstrem sehingga terurai menjadi mikroplastik. Penelitian menunjukkan bahwa mikroplastik kini telah masuk dalam rantai konsumsi masyarakat kita,” ujar Hanif.
Dengan demikian, situasi mendorong pemerintah untuk menghentikan praktik open dumping. Hanif juga telah mengeluarkan surat edaran pada April lalu kepada pemerintah daerah untuk menghentikan praktik open dumping.
Selain itu, pemerintah juga mendukung pembangunan TPS3rΒ dan juga Material Recovery Facility (MRF) melalui kerja sama dengan Kementerian PUPR. Kemudian, RDF juga perlu dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif di industri semen.
“Ini menjadi salah satu opsi jangka panjang untuk mengurangi sampah plastik,” kata Hanif.
EPR Menjadi Kewajiban
Di sisi lain, Hanif juga menyoroti Extended Producer Responsibility (EPR). Sampai saat ini, EPR masih bersifat sukarela melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 75 Tahun 2019.
Ke depannya, Hanif akan mengubah EPR menjadi kebijakan wajib (mandatory) sebagaimana praktik di negara maju, di mana setiap lembar plastik yang beredar wajib dikelola dan dikonfirmasi penanganannya.
“Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan melalui Perpres bahwa pada tahun 2029, Indonesia harus mencapai 100% pengelolaan sampah. Oleh karena itu, KLH terus melakukan maraton ke berbagai kabupaten dan kota untuk memastikan kesiapan infrastruktur dan program lokal,” tambah Hanif.
BACA JUGA: Bisakah Negosiasi Perjanjian Plastik 2025 Akhiri Polusi Plastik?
Salah satu contoh daerah yang telah menunjukkan kemajuan signifikan menurut Hanif adalah Provinsi Bali. Saat ini, Bali telah mengeluarkan kebijakan pengurangan plastik sekali pakai. Mereka melarang produksi, distribusi, dan penjualan air minum dalam kemasan plastik (AMDK) berukuran di bawah satu liter.
Sebagai bagian dari upaya peningkatan kesadaran, pemerintah juga akan menyelenggarakan kegiatan serentak pada 5 Juni dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Hanif mengungkapkan bahwa seluruh gubernur, bupati, dan walikota telah dikirimi surat untuk mengadakan apel dan aksi bersih-bersih plastik di wilayah masing-masing.
“Ini diharapkan dapat menggugah nurani dan budaya gotong royong masyarakat dalam menjaga lingkungan,” tutupnya.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia