Hari Air Sedunia 2023, Saatnya Bijak dan Cegah Krisis Air Bersih

Reading time: 3 menit
Saatnya bijak menggunakan air untuk cegah krisis air bersih. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Peringatan Hari Air Sedunia setiap 22 Maret menjadi momentum perubahan agar manusia tak memperparah krisis air. Selain bijak menggunakan air, manusia pun harus menjaga siklus air untuk memastikan pasokan air bersih.

Pengamat lingkungan Universitas Indonesia Mahawan Karuniasa mengatakan, per harinya rata-rata kebutuhan air manusia di dunia antara 50 hingga 60 liter per orang.

Pada 15 November 2022 lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengumumkan jumlah populasi penduduk mencapai lebih dari 8 miliar. Ini berimbas pada peningkatan kebutuhan air bersih, memicu kelangkaan dan berujung memperparah krisis air.

Selain itu, meningkatnya populasi penduduk berbanding lurus dengan kebutuhannya akan air. Padahal jumlah air di bumi tidak bertambah. Hampir 2-3 % total air di bumi adalah air tawar.

Penambahan populasi juga berdampak pada persoalan penggunaan lahan, baik untuk pertanian, pemukiman hingga infrastruktur. Oleh sebab itu jangan melupakan keseimbangan ekosistem, baik di hutan, air dan lahan basah karena berdampak pada siklus air. Persoalan yang terjadi banyak ekosistem hutan yang hilang dan daerah aliran sungai yang terganggu.

“Imbasnya, air hujan yang harusnya terserap, tersimpan dalam mengalir baik bentuk air tanah maupun mata air menjadi terganggu prosesnya. Karena kalau ekosistemnya tidak baik, air hujan turun langsung ke sungai, ke laut tidak ke mana-mana,” katanya kepada Greeners, Rabu (22/3).

Bijak Gunakan Air di Hari Air Sedunia 2023

Ketua Indonesia Water Institute (WI) Firdaus Ali mengingatkan, momentum Hari Air Sedunia 2023 tidak menjadikan kita memperparah krisis air. Tahun ini, Hari Air Sedunia ke-31 bertema “Accelerating Change”

“Ini mengingatkan kita agar semakin bijak menggunakan air. Jangan membuang-buang air, mencemari badan air hingga merusak daerah resapan air. Ini menjadi komitmen kita bersama baik pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha,” kata Firdaus.

Ia berharap,Hari Air Sedunia 2023 mampu mendorong entitas baik individu maupun korporasi dan pemerintah untuk mengubah cara-cara primitif dalam menggunakan air menjadi lebih bijak.

Akses air bersih

Akses air bersih dan sanitasi punya peran menurunkan angka stunting di Indonesia. Foto: Shutterstock

Peningkatan Penggunaan AMDK

Sementara itu, lonjakan air minum dalam kemasan (AMDK) global tak sekadar mencerminkan meningkatnya kebutuhan, tapi mengindikasikan kegagalan pemerintah meningkatkan pasokan air publik.

Itu artinya akan mengancam tujuan pembangunan berkelanjutan PBB untuk air minum yang aman pada tahun 2030 nanti.

“Peningkatan konsumsi air kemasan mencerminkan kemajuan yang terbatas selama beberapa dekade dan banyak kegagalan sistem pasokan air publik,” kata Direktur Institut Kaveh Madani melansir Reuters.

Menurut University’s Institute for Water, Environment and Health, pasar air kemasan menunjukkan petumbuhan positif sebesar 73 % dari tahun 2010 hingga tahun 2020. Sementara tingkat konsumsi meningkat dari sekitar 350 miliar liter pada tahun 2021 menjadi 460 miliar saat ini.

Peningkatan tren penggunaan AMDK juga terjadi di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan 40 % masyarakat Indonesia menggunakan air kemasan pada tahun 2020. Adapun provinsi pengguna AMDK terbanyak yaitu DKI Jakarta sebesar 75 % dan Kepulauan Riau (72%).

Merespon hal ini, Firdaus Ali menyatakan, pemicu utama penggunaan AMDK karena masih rendahnya cakupan layanan air minum atau air bersih perpipaan.

“Cakupan nasional kita sampai hari ini baru mencapai 20,69 %. Karena ketimpangannya yang cukup tinggi maka kebanyakan kita menggunakan AMDK,” kata Firdaus.

Ini sekaligus menegaskan, penggunaan AMDK di negara berkembang termasuk Indonesia menjadi kebutuhan vital. Berbeda halnya dengan negara-negara maju yang menjadikan AMDK sebagai gaya hidup karena cakupan layanan air perpipaan telah optimal.

“Jika kemudian PBB khawatir dan menyebut ini kegagalan pemerintah, ini wajar. Karena ini kewajiban negara untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti air minum dan sanitasi,” tuturnya.

Air Tanah Rentan Terkontaminasi

Di sisi lain, kondisi air tanah sebagai air minum juga belum memadai. Air tanah rentan terkontaminasi karena belum optimalnya sistem sanitasi pengolahan air limbah atau air bekas. Penggunaan septic tank dalam masyarakat juga belum terkontrol sulit menjamin keamanan air tanah.

“Bahkan studi Kemenkes tahun 2020 menemukan hampir 70 % sumber air minum di Indonesia tercemar tinja, ini karena sistem sanitasi kita yang masih buruk,” imbuhnya.

Kendati demikian, ia mengingatkan bahwa penggunaan AMDK tak selalu aman. Seiring tumbuh pesatnya industri AMDK, banyak peluang oknum industri yang memalsukan produknya. 

Kemasan AMDK, pada bahan baku galon isi ulang berpotensi mengandung bahan utama jenis plastik polikarbonat atau Bisphenol A (BPA). Pada kondisi tertentu BPA dapat bermigrasi dari kemasan ke air minum dan berdampak pada kesehatan.

“Ini menyebabkan gangguan kesehatan seperti gangguan ginjal, gangguan prostat, dan auto imun hingga autis,” tandasnya.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top