IQAir Sebut Jakarta Paling Berpolusi di Asia Tenggara

Reading time: 3 menit
IQAir dalam survei terbarunya, menyebut Jakarta kota terpolusi di Asia Tenggara. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Indonesia kembali meraih rapor merah terkait dengan laporan kualitas udara. Perusahaan teknologi kualitas udara IQAir dalam laporannya tahun 2021 menyebut DKI Jakarta sebagai ibu kota paling berpolusi di Asia Tenggara. DKI Jakarta pun masuk dalam urutan nomor 12 sebagai kota paling berpolusi di dunia.

Dalam laporannya yang IQAir rilis 22 Maret 2022, tercatat konsentrasi polutan udara atau PM2,5 di DKI Jakarta sebesar mencapai 39,2 mikrogram per meter kubik (μg/m3).

Sementara, Indonesia menempati peringkat ke-17 negara terpolusi di dunia dengan konsentrasi PM2,5 tertinggi yakni 34,3 μg/m3. Posisi ini sekaligus menjadikan Indonesia sebagai negara nomor satu yang paling berpolusi di kawasan Asia Tenggara.

Laporan IQAir 2021 juga menyebut tingkat polusi udara di DKI Jakarta lebih tinggi jika IQAir bandingkan dengan ibu kota negara tetangga seperti Hanoi, Vietnam yakni 36,2 μg/m3 (posisi ke-15), Yangon, Myanmar yakni 26,4 μg/m3 (posisi ke-28).

Selanjutnya, Vientiane, Laos yaitu 21.5 μg/m3 (posisi ke-37) dan Bangkok, Thailand yaitu 20,0 μg/m3 (posisi ke-42), serta Phnom Penh, Kamboja 19.8 μg/m3.

Kualitas udara DKI Jakarta juga kalah dibandingkan Kuala Lumpur, Malaysia yaitu 18.6 μg/m3 (posisi ke-49), Metro Manila, Filipina yaitu 15.7 μg/m3 (posisi ke-57).

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin menilai, bahwa hasil laporan IQAir tersebut kurang akurat. Pasalnya, metodologi atau teknologi yang IQAir gunakan low cost sensor masih para ahli air quality global gunakan. Alat tersebut tak bisa membedakan antara partikel air dan debu sehingga kerap kali bias atau kurang valid hasilnya.

“Hal mendasar itu (tak bisa membedakan antara partikel air dan partikel debu) menyebabkan belum bisa dijadikan science base evident (bukti ilmiah). Low cost sensor didesain untuk mengukur indoor air pollution,” katanya kepada Greeners, Selasa (29/3).

Polusi Jakarta Telah Melampaui Baku Mutu

Berdasarkan pemantauan kualitas udara oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pemda DKI Jakarta dan US Embassy menyebut, pencemaran udara di DKI Jakarta telah melampaui baku mutu. Pada tahun 2019, rata-rata paparan PM2,5 yaitu di angka 46,1 ug/m3. Sedangkan pada tahun 2020 yaitu 33,5 ug/m3 dan jauh di atas baku mutu rata-rata tahunan udara ambient untuk PM2,5 yaitu 15 ug/m3.

“Namun, kami belum bisa menerima pemakaian alat pengukur indoor air pollution untuk mengukur kualitas udara ambient,” terang dia.

Ia juga menilai bahwa Bangkok, Ho Chi Min City serta Kuala Lumpur dan Manila sama parahnya dari segi pencemaran udara. “Sesat pikir bahwa melaporkan Bangkok dan Manila lebih bersih kualitas udaranya,” ucap Ahmad.

Selain itu, parameter yang IQAir gunakan hanya menggunakan satu parameter yakni PM2,5. Sejatinya terdapat 7 parameter utama dalam mengukur kualitas udara, yakni HC, CO, NOx, SO2, O3, PM10 dan PM2,5.

Ia menyebut, penyebab utama polusi udara terbesar yaitu dari kontribusi emisi kendaraan. Beban emisi pencemaran udara Jabodetabek mencapai 19,165 ton per hari. Sedangkan beban emisi pencemaran udara nasional adalah 39,754 ton per hari (2019).

Terobosan pemerintah untuk mengadopsi kendaraan listrik (EV) tambahnya, menjadi solusi efektif pengendalian pencemaran udara. Adapun pasokan listrik mayoritas masih berasal dari energi fosil batu bara sehingga turut berkontribusi pada jumlah emisi.

Namun, Ahmad menilai perbandingan emisi kendaraan listrik (EV) masih lebih rendah dibanding kendaraan yang menggunakan kendaraan bahan bakar BBM (ICE vehicle). “Emisi EV masih sekitar 39-43 % lebih rendah dibanding ICE vehicle,” ujar dia.

Kendaraan Bermotor Sumbang Emisi dan Penyedot BBM Terbesar

Kendaraan bermotor, terutama sepeda motor merupakan penyumbang emisi dan penyedot BBM yakni 74 % dari stok bensin nasional. “Jadi sementara biarlah EV bangkit dulu, sembari kita dorong untuk memperbaiki hulu energi listriknya agar dibangkitkan renewable energy,” imbuhnya.

Selain itu, Ahmad juga merekomendasikan agar pemerintah fokus pada aspek energi bersih, aspek teknologi rendah emisi, aspek tata guna lahan, aspek standar emisi, serta penegakan hukum. Lima aspek tersebut harus pemerintah pusat pimpin dengan kontribusi pemerintah daerah.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Sigit Reliantoro menyatakan, berdasarkan inventarisasi emisi yang KLHK lakukan di 28 kabupaten atau kota periode tahun 2012-2021 menunjukkan bahwa 70 % emisi di wilayah perkotaan berasal dari kontribusi kendaraan bermotor.

Pengujian emisi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menekan laju pencemaran udara yaitu melalui uji emisi kendaraan bermotor. Kegiatan ini dapat menilai kinerja mesin yang terdeteksi monitor, termasuk tingkat efisiensi pembakaran dalam mesin.

“Peningkatan jumlah populasi kendaraan bermotor dapat mengakibatkan pencemaran udara yang semakin buruk di wilayah perkotaan,” ujar dia.

Sigit menyatakan, nantinya untuk kendaraan yang tidak lulus uji emisi akan dapat surat pemberitahuan tindak lanjut. Rekomendasinya antara lain, melakukan perawatan rutin kendaraan bermotor dan pemakaian bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.

Selain Indonesia, dalam laporan IQAir terungkap bahwa hanya 3 % kota di seluruh dunia dengan kualitas udara sesuai pedoman kualitas udara PM2,5 yang WHO tetapkan. Tidak ada satu negara pun yang memenuhi pedoman kualitas udara PM2,5. Laporan ini telah menganalisis pengukuran polusi udara PM2,5 dari stasiun pemantauan udara di 6.475 kota dari 117 negara.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top