Kawinkan Nyamuk Wolbachia dengan Aedes Aegypti Efektif Cegah DBD?

Reading time: 2 menit
Waspadai gigitan nyamuk penyebab DBD saat peralihan musim. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah berusaha mengembangkan inovasi untuk memberantas demam berdarah dengue (DBD) dengan nyamuk Wolbachia. Penyakit DBD saat ini masih menjadi endemi di Indonesia sehingga membutuhkan penanganan serius.

Data Kemenkes menyebut, sepanjang tahun 2022 hingga bulan Juli terdapat 52.313 kasus demam berdarah, dan 448 di antaranya meninggal. Hingga bulan September, angka kematian DBD mencapai angka 23 kasus.

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyebut, Indonesia masih termasuk dalam kelompok negara yang memiliki endemi DBD. Saat ini Kemenkes telah berusaha melakukan inovasi memberantas DBD dengan nyamuk Wolbachia.

“Wolbachia ini adalah nyamuk yang kalau nanti dia kita sebar kemudian dia kawin dengan Aedes aegypti. Maka Aedes aegypti ya tidak mengandung dengue lagi,” katanya baru-baru ini.

Dari inovasi tersebut jelasnya, setelah kawin dengan Wolbachia, gigitan Aedes aegypti tersebut Kemenkes klaim tidak menularkan dengue lagi.

Kajian Tentang Nyamuk Masih Minim

Menanggapi hal itu, ahli kesehatan lingkungan Dicky Budiman menyebut, berdasarkan kajian terkini memang Wolbachia efektif dalam memberantas penularan penyakit. Baik itu demam berdarah maupun virus zika.

Wolbachia merupakan salah satu bakteri alami yang hidup dan ada di hampir 60 % jenis serangga seperti lalat buah, sebagian nyamuk yang menggigit manusia, dan kupu-kupu.

Namun, tak sesederhana itu. Mengingat masih minimnya kajian dan belum adanya pemahaman mekanisme tubuh nyamuk yang utuh.

Dicky menilai, dalam pengendalian suatu wabah di mana terdapat intervensi patogen secara genetik maka akan berpotensi menghasilkan risiko tertentu.

“Sehingga dikhawatirkan justru menghasilkan evolusi nyamuk yang lebih adaptif membawa virus hingga bakteri yang merugikan,” katanya kepada Greeners, Kamis (22/9).

Lebih jauh, ia menyatakan Aedes aegypti tak mungkin dibasmi mengingat kontribusi peran pentingnya dalam rantai makanan hewan. “Nyamuk ini juga memiliki peran besar yang sebagian dari kita banyak yang belum memahami. Ketiadaan satu jenis spesies hewan akan tetap melahirkan satu masalah pada lingkungan dan manusia,” ungkapnya.

Membersihkan lingkungan bisa dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit. Foto: Shutterstock

Pentingnya Pendekatan Ramah Lingkungan

Terkait kondisi tersebut, Dicky menekankan pentingnya pendekatan yang lebih ramah lingkungan dan minim risiko seperti pendekatan one health. Bagaimana pun kata dia, penyakit yang nyamuk bawa ini baik itu demam berdarah hingga virus zika bukanlah hal baru.

Akar permasalahan munculnya penyakit tersebut yaitu lebih kepada permasalahan lingkungan yang ada. “Jangan melihat penyakit ini sebagai masalah nyamuknya tapi permasalahan lingkungan yang akhirnya memicu mereka,” imbuhnya.

Selain itu, kondisi bumi yang memanas seiring dengan perubahan iklim berdampak signifikan terhadap perubahan pola tren berbagai macam penyakit. Terutama penyakit yang vektor seperti nyamuk perantarai.

Nyamuk sangat mudah berkembang biak dan hidup serta menjadi penyakit endemik di daerah yang hangat atau mendekati panas seperti halnya Asia. “KLB demam berdarah akan sering dan banyak terjadi karena perubahan iklim ini,” ujar dia

Dicky mendorong agar pemerintah dan masyarakat melakukan early prevention dengan memastikan pengurangan potensi perkembangan nyamuk. Misalnya memastikan tak ada genangan air, memakai obat oles anti nyamuk, memakai kelambu untuk menutup masuknya nyamuk, hingga memastikan kondisi tak banyak tempat gelap di rumah.

Hal yang tak kalah penting lainnya yakni memastikan kembalinya aspek keseimbangan alam dan ekosistem pada porsinya. “Jangan diintervensi dengan hal lain yang berpotensi menambah masalah. Perubahan iklim harus kita cegah dengan perubahan perilaku kita terhadap lingkungan seperti hemat listrik, gaya hidup minimal sampah plastik,” tandasnya.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top