Kenali Sesar Aktif Gempa dan Potensi Bahaya Tsunami

Reading time: 3 menit
Dampak tsunami pascagempa kuat membuat perahu terdampar di pesisir. Waspadai potensi gempa dan tsunami. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Indonesia berada di ring of fire (cincin api). Konsekuensinya rawan bencana gempa dan tsunami. Di balik itu semua Indonesia mendapat anugerah keragaman hayati dan tanah yang subur. Sebagai negeri rawan gempa, perlu kenali sesar aktif gempa dan potensi bahaya tsunami untuk memperkuat mitigasi.

Profesor riset bidang Geologi Gempa dan Kebencanaan pada Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Kebumian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Danny Hilman Natawidjaja mengatakan, Indonesia adalah mahkota dari cincin api.

Wilayah Indonesia berada di cincin api Pasifik dan mempertemukam tiga lempeng benua. Oleh sebab itu gempa bumi dan letusan gunung api tidak bisa masyarakat hindari. Pergerakan lempeng India Australia mencapai 7 cm per tahun dan lempeng Pasifik 12 cm per tahun.

“Kadang gempa juga disertai tsunami. Kondisi itu harus dihadapi dengan ilmu pengetahuan yang mumpuni, serta sikap bijak dan tindakan mitigasi yang cerdas,” katanya dalam webinar Profesor Talk tentang kebencanaan di Jakarta, baru-baru ini.

Menurutnya, dengan kondisi itu, sangat lumrah Indonesia punya banyak potensi bencana. Tapi menjadi tidak lumrah kalau tidak paham mitigasinya. Akibatnya bencana dan korbannya terus meningkat seiring dengan meningkatnya populasi dan infrastruktur.

“Sesar disebut aktif apabila masih bergerak dalam kurun 125.000 tahun terakhir. Sesar aktif dapat diidentifikasi dari lanskap tektoniknya atau dari pergerakan sesar ketika gempa,” paparnya.

Siklus gempa besar biasanya puluhan ratusan ribuan tahun bergantung dari laju geraknya. Lokasi sumber gempa bisa ahli petakan. Potensi besar magnitude gempa yang dapat terjadi bisa ahli hitung. Risiko kerusakan dan korban yang bisa terjadi bisa ahli perkirakan.

“Namun kapan akan terjadi gempa susah dan untuk saat sekarang ini tidak bisa. Tapi tanpa harus tahu kapan gempa dan akan terjadi kita bisa meminimalisir kerusakan dan korban yang bisa terjadi. Hal ini disebut sebagai usaha mitigasi bencana atau disaster risk reduction,” ungkapnya.

Mitigasi Gempa dan Perkuat Sistem Peringatan Dini

Danny menyebut, selama tahun 2017-2021 telah terjadi 2.303 gempa magnitude (M) >4, 19 kali gempa M>=6 dan 8 kali gempa M>=6,5.

Dampak gempa akan berbanding lurus dengan populasi dan infrastruktur. Tanpa mitigasi maka korban gempa akan bertambah. “Gempa tidak menyebabkan korban, bangunan robohlah yang membuat korban jiwa,” imbuhnya.

Penguatan mitigasi sangat perlu untuk mengetahui bahaya pergerakan sesar, goncangan gempa dan bahaya ikutan likuifaksi gerakan tanah dan tsunami.

Untuk menerapkan mitigasi bahaya pergerakan sesar perlu peta sesar yang cukup detail. Infrastuktur besar yang berada pada jarak kurang dari 5-15 km dari jalur sesar perlu melakukan studi sesar aktif detail.

“Jangan ada bangunan fasilitas publik seperti rumah sakit dan sekolah di jalur sesar,” kata Danny.

Hal lain yang perlu mendapat perhatian yakni mitigasi bencana tsunami karena sesar gempa di bawah laut. Selain penguatan mitigasi tata ruang, jalur evakuasi dan rencana kedaruratan, penguatan masyarakat juga sangat penting.

Teknologi sistem peringatan dini hanyalah alat bantu dan bukan senjata pamungkas. Jangan jadi tumpuan mitigasi. Dengan keragaman potensi dan sumber bencana, sistem peringatan dini pun harus berdesain spesifik.

Bangunan tahan gempa menjadi syarat mutlak di negeri rawan gempabumi. Foto: Shutterstock

Penelitian Sesar Aktif  Gempa dan Sumber Tsunami Masih Sedikit

Sementara itu lanjut Danny, penelitian jalur sesar aktif dan sumber tsunami masih sedikit. Perlu riset masif, sistematis dan komprehensif.

Mitigasi struktural dengan penguatan bangunan tahan gempa pun perlu lebih masif lagi. Jika berada di jalur sesar hindari membangun bangunan apapun. Jika sulit, pahami jalur evakuasinya.

“Jangan terpengaruh isu hoaks tentang ancaman gempa, tsunami dan khususnya terkait prediksi. Karena kapan gempa dan tsunami akan terjadi belum bisa diprediksi dengan akurat,” tegasnya.

Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sumber gempa di tanah air sangat banyak. Ada 13 segmen megathrust dan lebih dari 295 sesar aktif. Zona sesar aktif yang perlu masyarakat waspadai sesar Lembang  (Jawa Barat), sesar Matano (Sulawesi Tengah), sesar Sorong (Papua Barat) dan segmen Aceh.

Koordinator Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, hingga saat ini gempa belum dapat ahli prediksi. Berkaca pada bencana masa lalu, harus menjadi pelajaran meningkatkan mitigasi dan kesiapsiagaan. 

26 Desember 2021 adalah peringatan 17 tahun tsunami Aceh. Gempas dahsyat M 9,2 yang berpusat di Samudera Hindia sebelah barat Aceh memicu tsunami lebih dari 40 meter di Lhoknga. Bencana ini menyebabkan 230.000 orang meinggal di 8 negara.

Ia mengungkapkan, hampir 126.000 orang meninggal di Indonesia, Sri Lanka 45.000. Lalu di India termasuk Kepulauan Andaman dan Nicobar tsunami menelan 12.000 korban jiwa. Di Thailand, hampir 4.500 orang yang di dalamnya ada wisatawan asing meninggal saat berwisata di Phuket. Maladewa, Malaysia dan Somalia juga terdampak dan ada korban jiwa.

“Gempa besar yang memicu tsunami pernah terjadi beberapa kali pada masa lalu di Aceh. Hal ini terjadi tahun 1861, 1886, 1907, 2004, 2005 dan 2012,” kata Daryono di Jakarta, Selasa (28/12).

Menurutnya, data hasil kajian tsunami mengungkap bukti terjadinya perulangan tsunami yang terjadi ribuan tahun silam. Oleh sebab itu peristiwa gempa besar di lokasi rawannya akan selalu ulang.

Penulis : Ari Rikin

Top