Ketupat Selipkan Makna Ramah Lingkungan saat Idulfitri

Reading time: 2 menit
Ketupat jadi salah satu sajian istimewa di hari raya. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Menyajikan ketupat saat Idulfitri masih menjadi tradisi tahunan yang melekat di masyarakat. Tradisi ini merupakan salah satu kearifan lokal yang ramah lingkungan.

Ketupat merupakan makanan yang terbuat dari beras, lalu dimasukkan ke dalam anyaman daun kelapa berbentuk segi empat dan segi lima. Cangkang ketupat ini terbuat dari janur atau daun kelapa muda.

Selain menjadi tradisi lokal, sampah cangkang ketupat juga mudah terurai. Sebab, bahannya adalah daun kelapa muda. Saat selesai kita gunakan akan menjadi sampah organik.

Meskipun tradisi ini masih berlanjut hingga sekarang, namun ada beberapa ketupat yang beralih pembungkusnya dengan plastik. Menurut sebagian masyarakat hal ini lebih cepat, praktis dan mudah mereka kemas.

Salah satu ibu rumah tangga, Tina Nurhayati, lebih memilih cangkang ketupat yang terbuat dari janur daripada plastik. Meski menurutnya plastik lebih praktis, tetapi bisa menimbulkan ancaman pencemaran lingkungan.

“Saya milih pakai janur karena hasilnya legit dan enak. Bahan yang dari tanaman ini menurut saya jauh bikin lebih wangi dan alami. Bungkusan janur juga ramah lingkungan dibandingkan pakai plastik,” ungkap Tina.

Jelang Idulfitri, penjualan cangkang ketupat juga meningkat dari biasanya. Ribuan cangkang yang harganya Rp 1.500 per cangkang ludes terjual dalam waktu tiga hari.

“Menjelang lebaran pasti cangkang ketupat ini terjual lebih banyak daripada biasanya. Dalam waktu tiga hari bisa habis sampai 1.000 cangkang yang sudah kami anyam,” ucap Tari, salah satu pedagang di Pasar Pintu Air Bekasi.

Ketupat Terlahir Sejak Abad ke-15

Awal mula ketupat tercipta sejak masa hidup Sunan Kalijaga pada abad ke-15 hingga 16. Kata ketupat atau “kupat” berasal dari kata bahasa Jawa “ngaku lepat” yang berarti mengakui kesalahan.

Asal kata tersebut dapat diartikan sebagai sesama Muslim harus mengakui kesalahan dan saling memaafkan. Selain itu, untuk melupakan kesalahan dapat dilakukan dengan cara memakan ketupat tersebut.

Makanan ketupat ini menjadi simbol dalam masyarakat Jawa. Oleh karena itu, tamu yang disuguhi ketupat pada hari Lebaran harus memakannya untuk menunjukkan bahwa mereka telah saling memaafkan.

Bentuk ketupat bisa berukuran segi empat dan segi lima. Bentuk segi empat mencerminkan prinsip “kiblat papat lima pancer”. Prinsip ini berarti kemanapun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah.

Selanjutnya, ukuran segi lima memiliki arti “barang limo rak keno ucul” yang artinya lima waktu sembahyang yakni subuh, zuhur, asar, magrib, dan isya.

Ketupat dengan cangkang janur bercita rasa khas. Foto: Greeners/Dini Jembar Wardani

Kelebihan Ketupat Lebaran dari Janur

Berdasarkan kajian Ecoton Foundation tentang zero waste, cangkang ketupat adalah salah satu wadah ramah lingkungan. Selain itu, cangkang ini juga menjadi ikon pada momentum Lebaran dan membawa nilai kearifan lokal.

Namun, fenomena saat ini masih banyak masyarakat salah pahami, masih ada sebagian orang yang membungkusnya bukan dengan janur.

“Masih ada temuan dari kami, bahwa ketupat saat ini juga ada beberapa yang membungkusnya bukan memakai janur seperti biasanya. Namun ada yang menggunakan plastik,” kata Penggiat Lingkungan pada Divisi Edukasi Ecoton Alex Rahmatullah kepada Greeners.

Hal ini mengkhawatirkan, sebab saat plastik saat dipanaskan akan melepaskan partikel mikro yang kemudian menempel pada isi ketupat.

Alex juga setuju, apabila seluruh masyarakat bisa memanfaatkan cangkang ketupat sebagai wadah ramah lingkungan saat Lebaran. Cangkang ketupat yang terbuat dari janur atau daun kelapa juga memiliki cita rasa yang khas dibandingkan dengan pembungkus plastik.

Penulis : Dini Jembar Wardani

Editor : Ari Rikin

Top