BPOM Bentuk Konsorsium Vaksin dan Pengembangan Produk Biologi Lainnya

Reading time: 2 menit
konsorsium vaksin
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito. Foto: greeners.co/Dewi Purningsih

Jakarta (Greeners) – Dalam rangka mendukung percepatan pengembangan bahan baku obat maupun produk biologi di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) membentuk Konsorsium Vaksin dan Pengembangan Produk Biologi Lainnya. BPOM menilai konsorsium ini wujud dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk memajukan industri farmasi.

Kepala BPOM, Penny K. Lukito mengatakan industri farmasi Indonesia masih mengimpor sekitar 90 persen bahan baku obat. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk mengeluarkan beberapa kebijakan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN), Paket Kebijakan Ekonomi XI, Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 Tahun 2017.

“Bentuk dari implementasi kebijakan tersebut ialah salah satunya Pencanangan Komitmen Konsorsium Vaksin dan Produk Biologi Lainnya yang diikuti dengan penyerahan sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) untuk Unit Transfusi Darah (UTD) serta sertifikat CPOTB industri bahan baku obat,” ujar Penny saat ditemui di Hotel Swiss Bell, Jakarta, Kamis (13/12/2018).

BACA JUGA: BPOM Dukung Jamu dan Herbal Indonesia Lewat Program CPOTB 

Penny mengatakan dukungan pemerintah dalam bentuk konsorsium ini sangat penting mengingat pada saat yang sama juga telah terjadi pergeseran tren penyakit, dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular. Hal ini berdampak pada perubahan tren terapi di mana pengobatan dengan produk-produk biologi hasil inovasi akan terdepan, antara lain Advance Therapy Medicinal Products (ATMPs) atau disebut terapi gen, sel punca, pengembangan produk darah dan berbagai jenis vaksin.

“Untuk vaksin yang akan dibuat dan untuk penyakit apa belum ditentukan, maka itu akan berproses dalam konsorsium ini karena vaksin disesuaikan oleh penyakit yang berkembang saat ini dan harus ada pemikiran lebih dalam. Tentunya akan dibuat pilot project jika sudah ditentukan vaksin apa yang ingin kita kembangkan untuk percepatan terbentuknya vaksin tersebut,” ujar Penny.

BACA JUGA: BPOM Bentuk Konsorsium Nasional untuk Mengembangkan Fitofarmaka Indonesia 

Penny mengatakan di acara konsorsium ini juga akan membahas fitofarmaka, obat berbahan alam yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi bahan baku obat. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa banyak, maka itu fitofarmaka terus didorong agar bisa menjadi produk obat dan investasi untuk bahan baku obat di Indonesia.

“Fitofarmaka ini bentuk pengobatan yang sangat tren ke depannya, oleh karena itu kita berani untuk membentuk konsorsium ini untuk mendorong fitofarmaka berkembang. Kita membutuhkan konsorsium karena kita masih membutuhkan dorongan untuk sumber anggaran pengembangan riset dan uji kliniknya,” jelas Penny.

Penny mengakui kalau untuk pengembangan sebuah bahan baku obat memang dibutuhkan dana yang sangat besar. Maka itu tujuan lain dari konsorsium ini dibuat untuk menjalin dan membangun koordinasi antar kementerian lembaga terkait, rumah sakit, perguruan tinggi, lembaga penelitian, industri farmasi, serta pengusaha swasta untuk bekerjasama memajukan farmasi di Indonesia.

Di samping itu, tujuan konsorsium vaksin dan produk biologi ini membangun koordinasi untuk hilirisasi atau pemanfaatan hasil penelitian melibatkan kementerian atau lembaga, rumah sakit, perguruan tinggi, lembaga penelitian, industri farmasi, organisasi profesi, serta UTD.

“Harapannya terjalin koordinasi antar instansi dalam kerangka sinergisme akademisi, industri, pemerintah kunci keberhasilan hilirisasi atau pemanfaatan hasil penelitian menjadi produk biologi yang aman, berkhasiat dan bermutu yang siap dipasarkan dengan harga terjangkau,” kata Penny.

Penulis: Dewi Purningsih

Top