Jakarta (Greeners) – Pan American Health Organization (PAHO) menyampaikan kasus pneumonia di Tucuman, Argentina karena bakteri Legionella. Hingga Sabtu (3/9), ada 11 kasus pneumonia dengan empat kematian.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memastikan penyakit ini pernah terjadi di Indonesia menyusul kasus pertama Legionella di Bali pada 1996 dan di Tangerang tahun 1999.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Maxi Rondonuwo menyatakan, penyakit ini kategori New Emerging Diseases (New-EIDs). Oleh sebab itu harus kita waspadai karena berpotensi kejadian luar biasa (KLB).
“Ini mengacu pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1538/Menkes/SK/XI/2003 bahwa Legionella penyakit dari bakteri akut yang dapat mengancam kesehatan masyarakat dan memicu KLB,” katanya kepada Greeners, Senin (5/9).
Legionella merupakan penyakit yang berasal dari bakteri Legionella pneumophila. Penderita akan mengalami gejala pneumonia yang berat. Gejala tersebut seperti demam, nyeri tubuh hingga kesulitan bernapas.
Pakar Epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman mengungkapkan, bakteri Legionella menular pada manusia melalui aerosol di udara. Selain itu juga minum air yang mengandung bakteri tersebut dengan masa inkubasi penyakit 1 hingga 10 hari.
Potensi Pneumonia dari Sanitasi yang Buruk
Ia menyebut, bakteri ini hampir ada di semua wilayah di dunia. Lalu mudah kita temukan dengan sanitasi dan pengelolaan lingkungan yang buruk. “Seperti di saluran air, pengelolaan air tanah, hingga saluran udara di gedung bangunan dan AC yang tak terkelola dengan baik. Karena cara penularannya dari air yang tercemar bakteri itu,” tuturnya.
Berkaca dari kasus penyakit pneumonia ini di Argentina karena penampungan air tak terkelola dengan baik, ia mengingatkan hal yang sama juga banyak terjadi di Indonesia. Ia bahkan menyebut, bisa jadi di Indonesia kasus serupa sudah ada. Tetapi karena, masalah keterbatasan pemeriksaan pemerintah maka luput dari deteksi.
Sama halnya dengan kasus Covid-19, penyakit ini akan parah jika penderita memiliki penyakit lain atau komorbid. Jangan sampai lanjutnya, penyakit ini menimpa orang dengan tingkat kekebalan tubuh yang relatif rendah dan rentan, seperti anak-anak dan lansia atau penderita komorbid.
“Seperti pada pasien Covid-19 dengan komorbid diabetes yang tidak terkontrol, kanker, HIV/AIDS, atau peminum obat anti peradangan yang menekan kekebalan tubuh,” ucapnya.
Pastikan Kualitas dan Sirkulasi Udara Baik
Dicky menekankan, pentingnya pengelolaan lingkungan agar tak memicu kemunculan patogen yang membawa penyakit tersebut. Mulai dari merawat memastikan kebersihan AC, saluran ventilasi, hingga menggunakan teknologi untuk memastikan perbaikan kualitas udara di ruangan.
Demikian pula para penderita flu hingga saluran pernapasan agar tak pergi bekerja ke kantor. Kemudian bagi para pekerja lapangan yang rawan terpapar debu dan polusi agar senantiasa menjalankan SOP yang sesuai.
“Intinya kita harus memastikan menghindari potensi patogen dari berbagai sumber, seperti udara, air, paparan yang kita sentuh. Karena patogennya ada dengan kondisi lingkungan kotor dan tak terawat,” imbuhnya.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin