Pakar: Ekonomi Sirkular Indonesia Berbeda dengan Eropa

Reading time: 3 menit
Pakar: Ekonomi Sirkular Indonesia Berbeda dengan Eropa
Pakar: Ekonomi Sirkular Indonesia Berbeda dengan Eropa. Foto: Pexels.

Ekonomi sirkular menjadi salah satu opsi menggerakan ekonomi tanpa membebani lingkungan. Dalam perspektif ini sampah memiliki nilai ekonomi melalui serangkaian proses pengelolaan. Indonesia bisa jadi telah menerapkan konsep yang sama sejak lama. Hanya saja proses dan bentuknya berbeda dari negara maju, khususnya di Eropa.

Jakarta (Greeners) – Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Dr. Enri Damanhuri, menjelaskan ekonomi sirkular di Eropa mulai sejak tahun 1980-an. Indonesia, lanjut dia, sudah memulainya sejak 1960-an. Menurutnya, awal mula penerapan ekonomi sirkular di Indonesia sebab adanya perbedaan pandangan terkait sampah. Di negara maju setiap barang bekas termasuk sampah. Sedangkan di negara berkembang seperti Indonesia, barang-barang tersebut bukanlah sampah, tapi memiliki nlai ekonomi.

“Di negara berkembang, (barang bekas) itu bukan sampah, tapi memiliki nilai ekonomi yang bisa bermanfaat. Dari sudut ini, Indonesia sudah memulai circular economy, tapi prinsipnya tidak diinginkan negara Eropa,” ujar Damanhuri, kepada Greeners, Senin (7/12).

Peranan Sektor Informal

Damanhuri menambahkan semangat ekonomi sirkular juga termuat dalam Undang-undang nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dari sembilan asas dalam UU tersebut, tiga di antaranya terkait dengan prinsip ini. Tiga asas tersebut yaitu sustainability (keberlanjutan), manfaat, dan nilai ekonomi.

Dirinya menyebut sektor informal seperti pemulung dan pengepul berperan dalam penerapan ekonomi sirkular. Meskipun demikian, menurut Damanhuri sektor informal ini bersifat profit oriented. Bahkan boleh jadi sektor informal ini tidak tertarik terhadap lingkungan, bahkan ekonomi sirkular.

“Kegiatan mereka adalah dapat profit untuk kehidupan mereka. Banyak teman-teman sektor informal tanpa memperhatikan keselamatan dan kesehatan, mereka berhasil mengolah sampah dengan teknologi seadanya. Mereka beli barang-barang berharga di sampah yang kita buang ke lingkungan,” jelasnya.

Rantai Pengelolaan Sampah: Tantangan Ekonomi Sirkular Tanah Air

Lebih jauh, Damanhuri menyebut rantai pengelolaan sampah menjadi salah satu hal penting dalam ekonomi sirkular. Di dalamnya terdapat tiga komponen atau sektor yang berperan agar sampah tidak mengganggu kesehatan dan lingkungan. Tiga komponen tersebut yaitu waste bank atau bank sampah, sektor informal, dan sektor formal.

Di Indonesia sendiri, khususnya terkait sampah plastik, rantai pengelolaan sampah masih menjadi persoalan. Pasalnya, tiga komponen tersebut masih belum sinergis. Di sisi lain, kuantitas tiga komponen tersebut masih berpusat di Pulau Jawa dan Bali. Kondisi ini membuat rantai pengelolaan sampah di Indonesia menjadi panjang sehingga menghambat sirkular ekonomi.

“Jadi plastik di luar Jawa dan Bali untuk prosesnya harus ke Jawa. Dari sudut ekonomi ini tidak menguntungkan. Konsep circular economy memperpendek rantai logistik barang dan ekonomi yang ada di situ,” ucapnya.

Pakar: Sirkular Ekonomi Indonesia Berbeda dengan Eropa

Rantai pengelolaan sampah masih menjadi persoalan. Foto: Pexels.

Baca juga: Pemulihan Ekonomi Bali Melalui Restorasi Terumbu Karang Skala Besar

Pemerintah Dorong Ekonomi Sirkular Secara Simultan

Sementara itu, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Novrizal Taher, menyebut ekonomi sirkular sebagai salah satu pendekatan dalam penyelesaian masalah sampah di Indonesia. Saat ini, pemerintah terus mendorong penerapan metode ini secara simultan. Tidak hanya dari segi fasilitas pelayanan pemerintah, tapi juga perubahan perilaku di masyarakat serta peningkatan kapasitas permintaan dan teknologi daur ulang.

Selain itu, kata Novrizal, pihaknya juga melakukan dua hal besar untuk penerapan ekonomi sirkular:

  • Pertama menjamin kapasitas dari ekosistem ekonomi sirkular. Novrizal menegaskan semua pihak dari hulu sampai hilir harus terlibat untuk mendukung konsep ini.
  • Kedua dari sektor lingkungan hidup. Menurutnya, hal tersebut dapat terwujud dengan mendorong fiskal dan standarisasi produk daur ulang. Dengan demikian, lanjutnya, dapat menjaga ketersediaan bahan baku dalam penerapan ekonomi sirkular.

“Industri daur ulang kita khususnya plastik dan kertas, sepenuhnya kita upayakan bahan bakunya itu dipenuhi dari dalam negeri,” pungkasnya.

Penulis: Muhammad Ma’rup

Top