Jakarta (Greeners) – Risiko paparan panas ekstrem bagi ibu hamil di Indonesia meningkat drastis akibat krisis iklim. Pada periode 2020β2024, rata-rata terdapat 44 hari dengan panas ekstrem yang berbahaya bagi kehamilan setiap tahunnya. Hal itu berdasarkan analisis terbaru dari Climate Central.
Dari jumlah tersebut, 41 hari atau sekitar 93% merupakan dampak krisis iklim. Paparan suhu tinggi selama kehamilan berkaitan dengan komplikasi seperti hipertensi, diabetes gestasional, morbiditas ibu, rawat inap, hingga kelahiran mati dan prematur.
Temuan ini terungkap dalam laporan terbaru Climate Central βClimate Change Increasing Pregnancy Risks Around The World Due to Extreme Heatβ. Laporan tersebut menyebut bahwa seluruh negara yang dianalisis, termasuk Indonesia, mengalami peningkatan jumlah hari dengan panas ekstrem yang berisiko bagi kehamilan. Penyebabnya adalah pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas. Hari dengan panas ekstrem ini ketika suhu maksimum melebihi ambang 95% dari suhu historis lokalβambang yang terkait dengan peningkatan risiko kelahiran prematur.
BACA JUGA: Polusi Udara Ancam Ibu Hamil dan Tumbuh Kembang Anak
Dokter spesialis kesehatan perempuan, Bruce Bekkar, mengatakan cuaca panas ekstrem kini menjadi ancaman paling mendesak bagi ibu hamil di seluruh dunia. Khususnya, di daerah dengan akses terbatas ke layanan kesehatan.
“Mengurangi emisi bahan bakar fosil bukan hanya penting bagi lingkungan. Namun, juga penting untuk melindungi ibu dan bayi yang rentan,” ujar pakar dampak perubahan iklim terhadap kesehatan tersebut dalam keterangan tertulisnya, Rabu (14/5).
Padahal, selain kenaikan suhu, ibu hamil selama ini telah berhadapan dengan kualitas udara yang buruk. Partikulat halus (PM2,5), yang berasal dari asap kendaraan, kebakaran hutan, dan pembakaran bahan bakar fosil, juga berbahaya bagi ibu hamil. PM 2,5 telah dikaitkan dengan peningkatan stres mental, hipertensi kehamilan, dan komplikasi lain pada ibu hamil. Panas ekstrem turut memperparah kualitas udara yang buruk ini.
Risiko Komplikasi Kehamilan
Sementara itu, menurut Wakil Presiden Bidang Sains Climate Central, Kristina Dahl dalam satu hari dengan suhu panas ekstrem dapat meningkatkan risiko komplikasi kehamilan secara signifikan.
βPerubahan iklim memperbanyak hari dengan panas ekstrem dan mempersempit peluang kehamilan sehat. Terutama, di wilayah dengan akses layanan kesehatan yang terbatas. Jika kita tidak menghentikan pembakaran bahan bakar fosil, dampaknya terhadap ibu dan bayi akan terus memburuk,” ujarnya.
Dalam lima tahun terakhir, perubahan iklim telah menyebabkan hari-hari bersuhu sangat panas menjadi dua kali lebih sering. Kondisi ini berisiko bagi kesehatan ibu hamil dan terjadi di hampir 90% negara serta 63% kota di dunia, dibandingkan kondisi tanpa krisis iklim.
BACA JUGA: Ilmuwan Temukan Partikel Polusi Udara pada Organ Janin
Selama lima tahun terakhir, peningkatan terbesar jumlah hari dengan panas ekstrem ini banyak terjadi di wilayah berkembang. Akses layanan kesehatan di negara-negara tersebut masih terbatas. Terutama di Karibia, dan sebagian Amerika Tengah dan Selatan, Kepulauan Pasifik, Asia Tenggara, dan Afrika sub-Sahara. Wilayah-wilayah tersebut juga termasuk daerah paling rentan terdampak krisis iklim.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia