Pastikan Fasyankes Kelola Limbah Medisnya dengan Benar

Reading time: 2 menit
Limbah medis butuh penanganan khusus. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Selama pandemi Covid-19 limbah medis meningkat, salah satunya di fasilitas kesehatan (fasyankes). Ada aturan penanganan khusus limbah ini, sehingga tidak bisa dikelola apalagi dibuang sembarangan. Perlu memastikan fasyankes mengakses fasilitas pengolahan limbah B3 berizin dan terobosan inovasi mengatasi limbah tersebut.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sejak Maret 2020 hingga Agustus 2021, timbulan limbah medis mencapai 20.110,585 ton per kubik. Limbah ini akan memberi dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan jika salah kelola.

Peraturan Kementerian Kesehatan No 18 Tahun 2020, sudah mengatur upaya meminimalisir risiko pencemaran lingkungan dan dampak kesehatan dari limbah medis. Sehingga perlu adanya pengelolaan limbah medis fasyankes berbasis wilayah. Pemimpin daerah perlu memperkuat komitmennya untuk penanganan ini. 

Data Badan Pusat Statistik tahun 2022 menyebut, terdapat 11.874 sarana kesehatan di Indonesia. Rinciannya terdiri dari 8.905 unit poliklinik, 2.617 unit rumah sakit, dan 352 unit rumah bersalin di Indonesia.

Perizinan Khusus Kelola Limbah Medis Fasyankes 

Direktur Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) dan Non B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Achmad Gunawan Widjaksono mengatakan, membuang sampah limbah B3 ini tidak boleh sembarangan dan perlu adanya perizinan khusus.

“Mengelola limbah B3 ini harus ada perizinan hukum, lingkungan setempat, dan tidak bisa berdiri sendiri untuk mengelolanya karena berbahaya,” kata Gunawan dalam Webinar Sirkular Ekonomi dan Kebijakan Pengolahan Limbah Medis, di Jakarta, Rabu (24/5).

Agar limbah medis B3 dapat terkelola dengan baik, KLHK memiliki waste management principles. Prinsip ini penuh kehati-hatian, tanggung jawab atas limbah yang dihasilkan, pemantauan limbah, dan pembuatan pengelolaan limbah sedekat mungkin.

Masker bekas pakai meningkat selama pandemi Covid-19. Foto: Freepik

BRIN Mendaur Ulang Limbah Masker

Peningkatan limbah masker di Indonesia selama pandemi membuat Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan terobosan. Mereka mendaur ulang limbah medis menggunakan metode rekristalisasi.

Terobosan ini BRIN lakukan berdasarkan penelitian saat awal pandemi yang menunjukkan banyaknya temuan limbah medis sekitar 600 ton per hari, di beberapa muara sungai Teluk Jakarta. Limbah yang paling banyak ditemukan yaitu masker medis, kemudian jas hujan sebagai pengganti hazmat.

Ketika didaur ulang, kedua limbah tersebut menghasilkan jenis plastik polypropylene. Hasil dari cacahan plastik ini akan BRIN buat menjadi produk yang memiliki nilai jual.

Deputi Bidang Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN, Agus Haryono mengungkapkan, daur ulang limbah medis bernilai sirkular ekonomi. Nilai rupiah dari daur ulang ini bisa mencapai Rp 91 miliar.

“Limbah medis menarik jika didaur ulang. Tim peneliti menggunakan berbagai metode ada yang rektilitasasi untuk menghasilkan produk ekonomi,” tutur Agus.

Terkait pengelolaan limbah medis, Kemenkes telah menegaskan alur pengelolaan limbah B3 mulai dari rumah sakit. Internal rumah sakit wajib mengurangi hingga mengolah secara internal untuk dikelola lebih lanjut dan diserahkan kepada jasa pengelola limbah B3.

Penulis : Dini Jembar Wardani

Editor : Ari Rikin

Top