Karhutla Di Indonesia, Lebih Dari 300 Ribu Hektar Lahan Terbakar

Reading time: 3 menit
Karhutla Ancam Indonesia, Lebih Dari 300 Ribu Hektar Lahan Terbakar
Karhutla Ancam Indonesia, Lebih Dari 300 Ribu Hektar Lahan Terbakar. Foto : BNPB

Jakarta (Greeners) – Ancaman kebakaran hutan dan lahan/karhutla di Indonesia semakin besar, menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) update hingga 16 September 2019 ini, 328.724 hektar lahan terbakar. Kondisi ini semakin diperparah dengan kabut asap yang terjadi di wilayah Sumatera, Kalimantan, Riau, dan Jambi.

Seperti di Desa Hanjak Maju, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau di Kalimantan Tengah, ada dua puluh ibu hamil yang berlatar belakang sebagai buruh sawit terjebak kabut asap di rumahnya. Tidak adanya fasilitas kesehatan dan alat-alat kesehatan seperti masker, oksigen dan obat-obatan semakin memperburuk keadaan.

Divisi Kedaulatan Perempuam Atas Tanah, Solidaritas Perempuan, Nisa Anisa menggambarkan keadaan korban asap karhutla di Indonesia sama sekali tidak mendapatkan ruang udara bersih, sesak dan susah bernafas. Bahkan, anak-anak pun gelisah dan tidak nyaman untuk tidur. Situasi tersebut pun sudah hampir sebulan ini dirasakan oleh masyarakat yang terimbas oleh karhutla yang saat ini tengah terjadi.

BACA JUGA : KLHK dan BMKG Tegaskan Asap Karhutla Tidak Sampai ke Malaysia

Atas kejadian karhutla ini, beberapa masyarakat sipil membuat surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo untuk cepat mengambil langkah tanggap darurat menghentikan karhutla ini.

“Kami menilai bahwa kabut asap ini bukan lagi sebagai kejahatan biasa, melainkan sebuah kejahatan ekosida dan kejahatan lintas batas dengan unsur-unsur yang terpenuhi yakni dampak yang meluas, jangka panjang dan tingkat keparahan yang tinggi, termasuk unsur means rea (kesengajaan),” ujar Ketua Tim Adhoc Politik Eksekutif Nasional WALHI Khalisah Khalid pada acara konferensi pers Karhutla di Kantor WALHI, Senin (16/09/2019).

Khalid mengatakan surat terbuka ini ada karena respon pemerintah yang sangat lamban untuk menangani karhutla di Indonesia. Setidaknya ada 10 poin yang disampaikan di surat terbuka ini, mulai dari desakan dalam konteks tanggap darurat, kemudian terkait dengan persoalan perizinan perusahaan yang jadi akar masalah dari karhutla.

Lebih Dari 300 Ribu Hektar Lahan Terbakar

Konferensi pers Karhutla di Kantor WALHI, Senin (16/09/2019). Foto : www.greeners.co/Dewi Purningsih

Menurut data WALHI, titik api yang terdata melalui satelit LAPAN sejak 1 januari-7 September, dari jumlah total 19.405 hotspot, di mana terbagi di kawasan hutan 13.137 hotspot, Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG) 8.606 hotspot, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) 1.212 hotspot, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanam (IUPHHK-HT) 2.064 hotspot, Hak Guna Usaha (HGU) 1.316 hotspot.

“Titik api ini juga muncul pada perusahaan tahun lalu yang di SP3 oleh pemerintah. Jadi sebenarnya kalau penegakan hukumnya tidak dilanjutkan dengan eksekusi, tidak ada efek jeranya,” ujar Manajer Kampanye Eksekutif Nasional (WALHI), Wahyu Perdana.

Wahyu mengatakan overlay yang dilakukan WALHI menunjukkan bahwa sebagian besar titik api (hotspot) berada di wilayah konsesi. Fakta ini memperlihatkan, pertama, selama ini klaim upaya restorasi pada kawasan konsesi tidak berbanding lurus dengan temuan hotspot pada kawasan konsesi.

BACA JUGA : Musim Kemarau Datang, Penanganan Karhutla Diintensifkan

Kedua, harus ada upaya review izin dan audit lingkungan, khususnya pada kawasan konsesi yang terbakar berulang dari tahun ke tahun. Ketiga, adanya penegakan hukum juga harus selaras dengan sikap pemerintah.

Sementara itu, wilayah yang saat ini memiliki kabut asap lebat berada di Riau. Riko Kurniawan selaku Direktur Eksekutif Daerah WALHI Riau mengatakan melihat kondisi saat ini udaranya semakin memburuk. Sudah mencapai 400 ppm dan sudah mendekati level sangat berbahaya untuk kualitas udaranya.

“Beberapa orang di Dumai ketika di jalan itu sampai pusing dan kondisinya semakin buruk. Sekolah pun sudah diliburkan sejak 8 hari lalu,” ujar Riko.

Penulis: Dewi Purningsih

Top