Sampah Laut Menghambat Nawacita

Reading time: 2 menit
nawacita
Staf Khusus Presiden Republik Indonesia, Diaz Hendropriyono hadir sebagai pembicara kunci dalam pelaksanaan hari ke dua Indonesian Youth Marine Debris Summit (IYMDS) 2017, Rabu (25/10) di Jakarta. Foto: greeners.co/Sarah R. Megumi

Jakarta (Greeners) – Hasil penelitian Dr. Jenna Jambeck yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara ke dua terbesar di dunia penghasil sampah laut menjadi perhatian banyak pihak, tidak hanya pemerintah Indonesia melainkan juga seluruh elemen masyarakat. Pasalnya, urusan sampah dapat memengaruhi mulai dari sektor kesehatan hingga citra suatu bangsa.

Dalam acara Indonesian Youth Marine Debris Summit (IYMDS) yang berlangsung di Ancol, Jakarta, Staf Khusus Presiden Republik Indonesia, Diaz Hendropriyono, menyatakan bahwa permasalahan sampah laut dapat menghambat daya saing bangsa. Jika hal ini tidak ditangani dengan baik, dapat menghambat prioritas nasional yang mana Presiden Joko Widodo telah menuangkannya dalam Nawacita.

“Penanganan sampah itu bersifat strategis. Sampah yang tidak dikelola dimana mencapai 64,2 juta ton ini menghambat cita-cita pemerintah seperti yang tertuang dalam nawacita ke lima dan enam. Permasalahan sampah tentunya akan menghambat apa yang sudah di amanatkan presiden bahwa kita sebagai negara Indonesia harus cepat berubah untuk berkompetisi di dunia. Siapa yang tidak cepat berubah maka tentunya akan ketinggalan. Oleh karena itu, manajemen sampah ini harus ditangani dengan serius,” ujar Diaz kepada Greeners saat ditemui pada pelaksanaan IYMDS hari ke dua, Jakarta, Rabu (25/10).

BACA JUGA: Penyelesaian Sampah di Laut Diharapkan Fokus pada Pencegahan

Nawacita ke lima sendiri merupakan upaya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, sementara nawacita ke enam adalah upaya mengingkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional.

Diaz menambahkan, pengurangan limbah dari hulu, yaitu rumah tangga, akan berpengaruh besar terhadap jumlah sampah di laut karena penanganan limbah rumah tangga yang tidak diolah dengan baik, bukan tidak mungkin akan bermuara ke laut.

Di jumpai dalam acara yang sama, dr. Amaranila Lalita Drijono Sp.KK yang juga founder gerakan ‘Bersih Nyok’ dan ‘Gemass Indonesia’, menyatakan bahwa sumber pangan dan obat dunia paling banyak berasal dari laut. Jika laut tercemar oleh sampah rumah tangga dan limbah pabrik, hal ini akan berdampak serius pada kesehatan manusia.

“Jika ditinjau dari segi fisik kesehatan, maka (sampah) akan mengakibatkan gangguan kesehatan pernafasan, gangguan kesehatan kulit dan lainnya. Sedangkan jika ditinjau dari segi kesehatan jiwa, maka akan mengakibatkan rasa aman bagi warga setempat dan pemulung. Mereka ‘mati rasa’ akan nilai keindahan dan kelembutan karena hidup lama di antara sampah. Lalu jika ditinjau dari kesehatan sosial, maka yang terjadi adalah masyarakat bisa tumpul rasa dan hilang kecerdasan sosialnya,” papar Amaranila.

BACA JUGA: Penanganan Masalah Sampah di Laut Perlu Keterlibatan Pemuda

Berdasarkan data hasil survei komunitas Gemass Indonesia dan Bersih Nyok di Pulau Harapan, Kepulauan Seribu, pada Mei 2017, adanya sampah di laut mengakibatkan jumlah stok ikan berkurang dan kekurangan gizi terselubung pada masyarakat di Pulau Harapan.

Menurut Amaranila, kekurangan gizi terselubung ini diakibatkan oleh sifat masyarakat Pulau Harapan yang cenderung mulai membeli makanan kemasan atau instan dari Jakarta dengan anggapan bahwa ‘makan itu asal kenyang’. “Paradigma seperti itu tentunya akan memicu kerentanan kesehatan masyarakat setempat. Sehat itu masalah penting,” katanya tegas.

Sebagai informasi, Indonesian Youth Marine Debris Summit (IYMDS) 2017 diikuti oleh 70 pemuda terpilih dari seluruh Nusantara untuk mencari solusi penanganan masalah sampah laut. Pemuda-pemudi ini mendapatkan pengarahan dari narasumber ahli, baik dari pemerintahan, lembaga, akademisi, serta organisasi yang bergerak aktif dalam menangani masalah sampah laut. Acara ini dilangsungkan pada 24-29 Oktober 2017 di Ancol, Jakarta.

Penulis: Sarah R. Megumi

Top