Seruan Greenpeace dan Nahdlatul Ulama Agar Masyarakat Pantang Sampah Plastik

Reading time: 2 menit
#pantangplastik
Foto : Humas Greenpeace Indonesia
Ibadah bulan puasa Ramadan yang identik dengan anjuran untuk menahan diri dan disiplin, ternyata justru memperlihatkan pola konsumsi yang berlebih selama bulan Ramadan terutama terhadap timbulan sampah plastik.
 
Berdasarkan data yang disampaikan oleh PPID Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sampah di DKI Jakarta selama ramadan 2019 bertambah menjadi 289 ton, yang terdiri dari sampah makanan dan sampah plastik yang termasuk kemasan plastik sekali pakai.
 
Hal yang sama ditemukan dari hasil audit merek yang dilakukan Greenpeace Indonesia bersama dengan komunitas lokal di tiga lokasi (Pantai Kuk Cituis-Banten, Pantai Pandansari-Yogyakarta, dan Pantai Mertasari-Bali), di mana sampah plastik dari kemasan makanan menjadi yang terbesar ditemukan dengan jumlah 4.556 kemasan.
 
Melalui rangkaian acara Ramadan Ramah Lingkungan, pada hari Selasa (28/5) di sebuah restoran di Kemang Jakarta Selatan, Greenpeace Indonesia bersama dengan Nahdlatul Ulama menyerukan kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan akan kondisi sampah plastik terkini dan memulai gaya hidup berkelanjutan. Serta, mengajak perusahaan untuk mengubah kemasan makanan lebih ramah lingkungan dan beralih ke model bisnis yang lebih berkelanjutan.
 
 
Fitria Ariyani, Direktur Bank Sampah Nusantara LPBI Nahdlatul Ulama mengatakan melalui Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Munas dan Konbes NU) 2019 di Banjar, NU turut mendorong masyarakat dan perusahaan melakukan tindakan sesuai perundang-undangan yang berlaku seperti Undang-undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
 
“Di lingkungan Nahdlatul Ulama, kami sudah mulai mengadakan Ngaji Plastik, sebagai langkah mengedukasi umat untuk menghindari penggunaan plastik sekali pakai,” jelas Fitria.
 
“Ngaji diambil sebagai metode karena kegiatan ngaji akrab dengan masyarakat dan warga NU. Ngaji biasanya untuk memberikan pengetahuan agama, lalu sosial kemanusiaan. Apa salahnya sekarang kegiatan ngaji untuk mengatasi isu lingkungan dalam hal ini sampah plastik,” lanjut Fitria.
 
Senada dengan Fitria, Muharram Atha Rasyadi Jurukampanye Urban Greenpeace Indonesia mengatakan penggunaan plastik sekali pakai yang berlebihan pada bulan Ramadan, terutama saat berbuka puasa, dapat memperburuk krisis sampah plastik.
 
“Kebiasaan ini harus bisa berubah yakni pembeli bisa membawa wadah makanan sendiri, dan penjual pun dapat menyediakan produk yang dijual tanpa kemasan plastik sekali pakai,” ujar Atha kepada Greeners.co.
 
 
Atha mengatakan untuk perusahaan sendiri, dalam UU No 18 jelas sekali termuat tanggung jawab perusahaan atas sampahnya. Inilah yang seharusnya menjadi fokus pemerintah juga untuk menekan perusahaan mengaplikasikan prinsip penggunaan kembali atau pengisian ulang, bukan justru berkutat pada peningkatan kapasitas daur ulang.
 
“Meningkatkan persentase komponen kemasan yang dapat didaur ulang bukanlah solusi karena sangat sedikit kemasan didaur ulang kembali ke dalam kemasan baru. The World Economic Forum memprediksi secara global ada 32 persen kemasan plastik yang tidak tertangkap di sistem pengumpulan dan akan berdampak besar terhadap lingkungan juga ekonomi,” ujarnya.
 
Menurut laporan terbaru dari Center for International Environmental Law (CIEL) yang berjudul “Plastic&Health: The Hidden Costs of a Plastic Planet,” plastik menimbulkan risiko yang berbeda terhadap kesehatan manusia di setiap tahapan siklus hidupnya. Partikel-partikel mikroplastik dapat masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara tertelan atau terhirup, dan menimbulkan berbagai dampak kesehatan.
 
“Harus ada perubahan pola pikir untuk membangun kesadaran masyarakat dalam memulai gaya hidup yang ramah lingkungan (green lifestyle), seperti mulai menggunakan perangkat makan sendiri. Karena, satu-satunya solusi mengurai permasalahan sampah plastik adalah dengan mengurangi konsumsi plastik sekali pakai, dan kita bisa mulai dari diri sendiri, seperti di bulan Ramadan ini,” pungkas Atha.
 
Penulis : Dewi Purningsih
 
 
Top