Uni Eropa Berlakukan Kebijakan Pelarangan Kayu Ilegal

Reading time: 3 menit
Uni Eropa Berlakukan Kebijakan Pelarangan Kayu Ilegal

Jakarta (Greeners) – Uni Eropa secara resmi memberlakukan Kebijakan atas Industri Perkayuan di wilayah Uni Eropa melalui peraturan EU Timber Regulation (EUTR) sejak 3 Maret 2013. Peraturan ini dimaksudkan untuk menghentikan masuk dan dipakainya kayu haram di 27 negara-negara anggota Uni Eropa.

EUTR mengharuskan para importir kayu di Eropa untuk memastikan bahwa kayu yang mereka impor ke wilayah EU berasal dari sumber-sumber yang legal. Perusahaan pengimpor diwajibkan memiliki sistem mumpuni guna melacak asal muasal semua produk kayu—termasuk pulp dan kertas—serta menganalisis legalitas produksi tersebut sesuai peraturan dari negara asalnya. Dengan diaktifkannya kebijakan tersebut, penegak hukum di negara-negara Uni Eropa sekarang dapat menyita kayu haram yang masuk dan menjatuhkan hukuman bagi importir dan pedagang yang melanggar.

Pemerintah Indonesia sendiri telah lama mendorong negara-negara pengimpor kayu dan produk perkayuan agar tidak menjadi pasar kayu haram dari Indonesia, baik yang langsung dikirim dari Indonesia maupun yang melalui negara-negara perantara. Salah satu cara adalah dengan diberlakukannya Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) pada 1 Januari 2013 untuk kayu dan produk kayu ekspor.

Kementerian Kehutanan RI dan KBRI London pada Senin (04/02) mengadakan dialog interaktif di KBRI London mengenai SVLK dan EUTR yang diikuti oleh setkiar 60 importir kayu dari Inggris. Delegasi Interactive Market Dialogue on Indonesian Timber Legality Assurance System (SVLK) and European Union Timber Regulation (EUTR) dipimpin oleh Dr. Agus Sarsito, Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional I/Lead Negotiator for Indonesia – EU VPA,

Dalam situs KBRI London disebutkan, dialog SVLK bertujuan untuk menunjukkan kesiapan Indonesia dalam mengekspor kayu secara legal, serta meningkatkan pengakuan dan penerimaan SVLK di pasar Uni Eropa, khususnya Inggris. Dialog secara spesifik diharapkan dapat turut membantu memecahkan berbagai tantangan yang dihadapi dunia usaha di lapangan. Sistem SVLK yang telah diterapkan sejak 2009, akan memastikan bahwa semua produk kayu yang diperdagangkan dan beredar di pasar memiliki status legalitas yang dapat dipertanggungjawabkan.

Duta Besar RI London, T.M. Hamzah Thayeb dalam acara diskusi tersebut menyampaikan bahwa kalangan industry kayu Inggris memandang penting masalah isu status legalitas kayu yang diperdagangkan. Peraturan Perkayuan Uni Eropa mensyaratkan kewajiban proses uji tuntas oleh para importir, sehingga seluruh produk kayu berasal dari sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Dia mengatakan pada periode Oktober-Desember 2012 telah dilaksanakan uji coba pengiriman produk kayu Indonesia menuju 9 (sembilan) negara di Uni Eropa, termasuk ke pelabuhan Southampton dan Felixtowe, Inggris.

Sedangkan WWF menyambut baik diberlakukannya kebijakan EUTR. “Pemberlakuan EUTR ini jelas membantu upaya konservasi di Indonesia. Semestinya akan semakin banyak perusahaan kehutanan yang menerapkan tata kelola kayu dengan benar, sehingga program yang digawangi GFTN akan semakin relevan,” ujar Nazir Foead, Direktur Konservasi WWF-Indonesia. Nazir mengatakan walaupun hal tersebut merupakan sebuah kemajuan, EUTR baru melihat sebatas pemenuhan legalitas produk, belum melihat apakah produk tersebut dihasilkan dengan cara yang lestari atau tidak.

“Identifikasi dan pengelolaan hutan bernilai konservasi tinggi misalnya, bukan merupakan obyek yang dilindungi EUTR. Sehingga walaupun kebijakan ini adalah langkah positif, masing-masing pelaku usaha diharapkan dapat tetap menerapkan green procurement policy”, katanya.

Sejak 2010, setidaknya dua laporan penting mengenai kayu haram yang masuk ke wilayah Uni Eropa telah dirilis WWF untuk mendukung advokasi EUTR. Kayu haram membawa kerugian besar secara ekonomi, yang menurut UNEP nilainya diperkirakan mencapai Rp300 triliun, di samping itu juga mengancam kehidupan masyarakat sekitar hutan, kelestarian hutan alam, keragaman hayati dan ekosistem penting yang terdapat didalamnya.

Indonesia relatif diuntungkan dengan adanya implementasi EUTR dan diharapkan dapat menambah nilai perdagangan kayu dari Indonesia yang akan meningkatkan devisa. Sejak 2009, Pemerintah menerapkan secara luas verifikasi legalitas kayu (SVLK / Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) dan sampai saat ini sudah diterapkan pada lebih dari 200 perusahaan di seluruh Indonesia.

WWF Indonesia, melalui inisiatit GFTN (Global Forest&Trade Network) mendorong pengelolaan hutan lestari dan pemenuhan/pembelian bahan baku kayu yang ramah lingkungan. WWF bekerjasama dengan pelaku usaha melalui upaya pendampingan dan edukasi. Kini GFTN telah memiliki 38 anggota dengan cakupan area hutan yang keanggotaannya mencapai hampir 2 juta hektar di Indonesia. (G03)

Top