Jakarta (Greeners) – Kondisi topografi pegunungan, perbukitan dan lereng-lereng tebing, khususnya di pulau Jawa, membuat tanah longsor menjadi bencana yang kapanpun bisa terjadi. Menyikapi hal ini, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mendorong adanya upaya pencegahan tanah longsor melalui pemanfaatan hasil penelitian. Salah satunya dengan mengembangkan LIPI Wireless Sensor Network for Landslide Monitoring (LIPI Wiseland) dan The Greatest (Teknologi Gravitasi Ekstrasi Air Tanah untuk Kestabilan Lereng).
Tim peneliti LIPI yang dipimpin oleh Adrin Tohari, peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, menjelaskan, The Greatest berfungsi menurunkan air tanah dalam lereng sehingga dapat mencegah kelongsoran lereng saat musim hujan. Cara kerja dari teknologi esktraksi air tanah ini menggunakan prinsip siphon, yaitu berdasarkan perbedaan tekanan air tanah dibagian atas dan bawah lereng.
“Metode siphon (pipa pindah) merupakan sebuah alat untuk memindahkan cairan dari sebuah wadah yang tidak dapat direbahkan. Prinsip metode siphon ini menghisap air tanah berdasarkan perbedaan ketinggian muka air tanah, mirip sekali dengan prinsip memindahkan bensin dari tangki motor ke jerigen menggunakan selang,” ujar Adrin pada pemaparan hasil-hasil penelitian LIPI untuk pencegahan tanah longsor di kantor LIPI, Jakarta, Selasa (13/02/2018).
BACA JUGA: Potensi Longsor Jabar, KLHK Himbau Pembangunan Kawasan Puncak
Lebih lanjut Adrin menjelaskan metode siphon ini mempunyai komponen diantaranya sumur siphon, selang siphon (siphoning pipe), dan flushing unit. Kinerja dari drainase siphon ini dipengaruhi oleh faktor jarak sumur siphon, posisi sumur siphon, dan kualitas air tanah.
“Kami juga sudah melakukan percobaan lapangan drainase siphon ini di lereng Cibitung, Kecamatan Pangalengan, Bandung. Hasilnya, dari percobaan itu bisa mengeluarkan air tanah paling besar dengan debit sebesar 133 liter per jam melalui flushing unit. Seiring dengan waktu angka tersebut turun menjadi 19 liter per jam. Hal ini dikarenakan selang mengalami penyumbatan yang disebabkan oleh endapan kandungan dari air di selang,” papar Adrin.
Penelitian dan pengembangan The Greatest dimulai tahun 2013 dan menghasilkan prototipe single chamber flushing unit. Uji coba yang dilakukan di Cibitung merupakan uji coba flushing unit versi 1.1.
BACA JUGA: LIPI Kembangkan Super Mikroba sebagai Penghasil Bioetanol
Sementara itu, LIPI Wiseland digunakan untuk memantau gerakan tanah dengan basis jejaring sensor nirkabel. Keunggulan dari teknologi ini antara lain dapat menjangkau daerah pemantauan yang luas berdasarkan jejaring sensor, menyajikan data dalam waktu nyata dengan akurasi tinggi, serta memiliki catu daya mandiri menggunakan tenaga panel surya dan baterai kering atau lithium.
“Fungsi dari LIPI Wiseland bukan mencegah, lebih tepatnya menurunkan risiko bencana akibat longsor, sifatnya memonitor, dan memberikan cukup waktu untuk peringatan kepada masyarakat. Kalau tidak bisa dicegah paling tidak korban bisa berkuran,” terang Suryadi, peneliti dari Pusat Penelitian Fisika LIPI dalam acara yang sama.
Suryadi menjelaskan, LIPI Wiseland digunakan untuk memonitor tanda-tanda terkait akan terjadinya tanah longsor, seperti kadar air tanah, kelembapan tanah, tinggi muka air tanah, maupun aktivitas pergerakan atau kemiringan tanah.
Sejak dibuat tahun 2008, teknologi LIPI Wiseland sudah mengalami perubahan hingga versi ke tiga. Teknologi ini juga mempunyai mobile wireless gateway berbentuk koper kecil dan bisa dijinjing ke mana-mana. Model ini berguna untuk melakukan pemantauan jangka pendek seperti proses konstruksi bangunan dan tanggap darurat longsor.
“Kami berharap penelitian ini bisa berguna untuk masyarakat, terutama dalam hal mendeteksi bahaya bencana tanah longsor,” pungkas Suryadi.
Penulis: Dewi Purningsih