Urban Farming Solusi Adaptasi Perubahan Iklim di Perkotaan

Reading time: 2 menit
urban farming
Ilustrasi. Foto: wikimedia commond

Jakarta (Greeners) – Upaya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kualitas udara di perkotaan salah satunya dengan menggalakkan pertanian kota atau urban farming. Kehadiran pertanian kota juga berarti adanya ruang terbuka hijau dan pemenuhan pangan lokal.

Urban farming architect dan co-founder Indonesia Berkebun, Sigit Kusumawijaya mengatakan bahwa di DKI Jakarta konsep pertanian kota bukan hal baru. Pemerintah provinsi DKI Jakarta juga mendukung konsep ini dalam Ruang Terbuka Hijau (RTH) meskipun secara persentase jumlahnya kecil. Adanya pertanian kota juga akan mengurangi polusi dan menjadikan kota tempat yang lebih sehat untuk hidup dengan meningkatkan kualitas lingkungan.

“Seperti yang dilakukan oleh masa jabatan Pak Ahok-Djarot (Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2014-2017) yang membuat Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) yang memiliki lokasi tanam gizi. Itu mendukung pertanian kota di 300 lokasi di Jakarta walaupun luasnya kecil-kecil. Kemudian di zamannya Pak Anies (Gubernur Jakarta saat ini) ada program Taman Maju Bersama yang memiliki lokasi pertanian kota di Jakarta Timur satu hektar meter persegi dan Warung Silah Jagakarsa 300 meter persegi,” kata Sigit usai acara “Strategi Adaptasi Iklim di Perkotaan Dengan Urban Farming” di Manggala Wanabhakti, Jakarta, Kamis (11/04/2019).

BACA JUGA: KLHK Bantah Laporan Greenpeace, Kualitas Udara Jakarta Bukan yang Terburuk 

Sigit mengatakan bahwa pertanian kota juga berfungsi untuk memproduksi bahan pangan di tengah-tengah kota dan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan melalui penghijauan. Ini berarti pertanian kota menghemat energi yang dibutuhkan dalam distribusi bahan pangan sehingga emisi karbon dari transportasi juga berkurang.

Kepala Seksi Respon KLB dan Wabah Direktorat Surveilans Kementerian Kesehatan Robert Saragih mengatakan bahwa pertanian kota juga mendorong terwujudnya lingkungan sehat yang berdampak pada menurunnya kejadian penyakit dan masalah kesehatan termasuk mencegah munculnya stres.

“Pertanian kota menjadi salah satu upaya untuk mengurangi pencemaran udara di perkotaan. Meningkatnya pencemaran udara akan berdampak pada perubahan iklim, dimana jika itu terjadi ada perubahan pada siklus penyakit. Dulu tahun 90an penyakit menular yang paling banyak, namun makin ke sini penyakit tidak menular yang lebih tinggi dan itu dipengaruhi oleh perubahan iklim,” ujar Robert.

BACA JUGA: RPTRA Bukan Bagian dari Ruang Terbuka Hijau

Robert mengatakan penyakit yang dapat dipengaruhi iklim di Indonesia seperti ILI (Influenza Like Illness) atau penyakit menyerupai influenza merupakan kasus dengan demam di atas 38 derajat Celcius disertai batuk dan atau sakit tenggorokan. ILI meningkat pada musim hujan kalau memang perubahan iklim itu terjadi.

“Kita tidak bisa lari dari perubahan iklim tapi bagaimana kita bisa mengadaptasi perubahan iklim ini, mungkin salah satunya dengan urban farming,” ujar Robert.

Penulis: Dewi Purningsih

Top