Rehabilitasi Mangrove, Tak Sekadar Tanam Lalu Ditinggalkan

Reading time: 3 menit
Target pemulihan mangrove di Indonesia harus lebih progresif untuk mencegah kerusakan yang semakin masif. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Komitmen pemerintah Indonesia dalam merehabilitasi mangrove hendaknya diikuti upaya menjamin keberlanjutan ekosistem mangrove. Sehingga aksi rehabilitasi mangrove tak sekadar tanam lalu ditinggalkan begitu saja demi memenuhi target yang pemerintah tetapkan.

Sepanjang tahun 2020-2021, Indonesia telah merehabilitasi 50.000 hektare (ha) mangrove. Sementara mengacu Peta Mangrove Nasional (PMN) 2021, sebaran luas ekosistem mangrove di Tanah Air yaitu seluas 3.36 juta ha.

Presiden Joko Widodo menargetkan rehabilitasi mangrove di hampir 600.000 ha pada tahun 2024. Target tersebut merupakan terluas di dunia dan turut daya serap karbon empat kali lipat dibanding hutan tropis.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo mengapresiasi komitmen pemerintah dalam hal mengejar target kuantitas penanaman mangrove. Namun, ia mengingatkan agar pemerintah juga memerhatikan keberlanjutan ekosistem mangrove yang telah pemerintah tanam. Masyarakat juga harus saling menjaga ekosistem mangrove tersebut.

“Penyelamatan mangrove harus diiringi dengan cara yang benar, seperti memerhatikan habitatnya. Jadi tidak asal tanam lalu tinggal,” katanya kepada Greeners, di Jakarta, Senin (24/1).

Rehabilitasi Mangrove Masuk Inventarisasi Ruang Terbuka Hijau

Pengamat Lingkungan Universitas Indonesia, Tarsoen Waryono menyebut, perencanaan yang baik (habitat dan jenis) merupakan modal dari penanaman mangrove. Hal ini akan memudahkan pengawasan keberlanjutan ekosistem mangrove.

“Habitat mangrove menjadi tanggung jawab pemerintah daerah karena masuk dalam investarisasi ruang terbuka hijau (RTH),” ungkapnya.

Penanaman mangrove, sambung dia juga harus mengedepankan unsur kehati-hatian mengingat membutuhkan air payau tapi dapat pengaruh air asin. “Terutama dalam hal penempatan jenis mangrove. Menetapkan habitat adalah kunci keberhasilan tidaknya tumbuhan ini,” imbuhnya.

Menanggapi target pemerintah tersebut, Tarsoen merekomendasikan habitat rehabilitasi mangrove yang paling baik dapat pemerintah lakukan di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku serta Papua. “Ini dilakukan untuk mempercepat target 2024 yakni sebanyak 600.000 ha,” katanya.

Kerusakan mangrove terjadi dari tahun ke tahun, target pemulihan perlu lebih progresif. Foto: Shutterstock

Mangrove dalam Presidensi G20

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menyebut, mangrove dapat memperlihatkan komitmen Indonesia dalam penanganan perubahan iklim khususnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada tahun ini.

“Mangrove juga akan membawa nama baik Indonesia dalam menunjang kepemimpinan Indonesia pada G20 tahun 2022 ini,” katanya dalam Workshop Nasional Percepatan Rehabilitasi Mangrove oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) baru-baru ini.

Sebagai Presidensi G20, Indonesia berkesempatan menularkan semangat negara-negara di dunia dalam mendorong pembangunan berkelanjutan, pengendalian perubahan iklim serta pemulihan lingkungan hidup.

Kawasan mangrove menjadi bukti komitmen kuat pemerintah Indonesia dalam upaya perubahan iklim. Hal ini seiring dengan upaya rehabilitasi dan restorasi ekosistem mangrove secara berkelanjutan.

Penuhi Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan

Manajer Kampanye Pangan, Air dan Ekosistem Esensial Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Wahyu Perdana menyatakan, pertimbangan rehabilitasi mangrove tak sekadar menuju Presidensi G20. Akan tetapi, pemenuhan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Utamanya, dalam konteks perubahan iklim dan bencana ekologis yang meningkat trennya. Dalam konteks perlindungan mangrove di ruang yang masih ada izin konsesi juga penting. “Oleh karenanya penegakan hukum serta political will menjadi penting,” ungkapnya.

Menurut catatan Walhi, setidaknya sebanyak 52.783 ha hutan mangrove (primer dan sekunder) berada di kawasan tambang 26.935 ha. Kawasan mangrove di Indonesia juga terus mengalami penyusutan dari tahun ke tahun. Tahun 2018, luasan mangrove tercatat sebanyak 3.61 juta ha. Lalu luasanya turun di tahun 2019 menjadi 2.51 juta ha.

“Jika ditarik jauh ke belakang sampai dengan tahun 2010, angka penurunan luas hutan mangrove semakin mengerikan,” tegasnya.

Food and Agriculture Organization (FAO) mencatat dalam tiga dekade terakhir, Indonesia kehilangan sebanyak 40 % mangrove. “Melihat kondisi ini harusnya penetapan target pemerintah harus lebih progresif,” imbuhnya.

Penulis : Ramadani Wahyu

Top