Jakarta (Greeners) – Berbagai kritik dilontarkan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo atas kebijakan izin ekspor benih lobster. Ia pun mengatakan siap diaudit atas keputusannya tersebut termasuk pemeriksaan proses seleksi perusahaan penerima izin ekspor. Sejumlah politisi juga dinilai berada di balik perusahaan yang ditetapkan sebagai eksportir benih lobster.
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati, mengatakan sejak awal kebijakan izin ekspor benih lobster tersebut memuat problematika. Keputusan yang diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2020 itu, kata dia, bermasalah mulai dari kebijakan ilmiah, tertutupnya penetapan perusahaan ekspor, hingga ketiadaan partisipasi nelayan dalam perumusan kebijakan. Ia juga mengatakan keterlibatan sejumlah nama anggota partai politik menambah daftar persoalan.
Menurutnya keterkaitan mereka di dalam perusahaan ekspor benih lobster menampik klaim Menteri Edhy yang selalu mengatasnamakan kesejahteraan nelayan lobster. “Kesejahteraan nelayan lobster yang selalu diklaim akan meningkat pasca dibukanya pintu ekspor semakin terbantah. Karena yang diuntungkan oleh kebijakan ini hanya perusahaan dan politisi yang ada di belakangnya,” kata Susan, Senin, (06/07/2020).
Baca juga: Efektivitas Kebijakan Pelarangan Kantong Plastik Perlu Dikaji
Susan mengutip data Bea dan Cukai yang menyebut perusahaan eksportir hanya membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp15.000 per 60.000 ekor benih. “Jika perusahaan eksportir menjual benih Rp139.000 per ekor dan membayar PNBP Rp15.000, keuntungan perusahaan Rp8.340.000.000. Pada titik inilah kebijakan ini hanya menjadikan benih lobster sebagai objek eksploitasi,” ujar Susan.
Ia mengatakan keterlibatan para pengusaha dan politisi merupakan ironi kebijakan publik yang seharusnya diarahkan untuk kemakmuran nelayan. “Nelayan hanya menjadi korban eksploitasi, tetapi pengusaha dan politisi tetap menjadi aktor pertama penerima keuntungan kebijakan ini,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut Menteri KKP Edhy mengatakan tidak tahu menahu keterkaitan perusahaan yang mendaftar sebagai eksportir benih lobster. “Ada perusahaan yang disebut ada korelasinya dengan saya, sahabat saya, yang sebenarnya saya sendiri tidak tahu kapan mereka daftarnya. Karena ada tim sendiri yang memutuskan izin ini, terdiri dari semua dirjen, termasuk irjen. Silakan saja kalau curiga, itu biasa. Silahkan audit, cek, KKP sangat terbuka,” ujar Menteri Edhy usai berdialog dengan nelayan di TPI Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Senin (06/07/2020).
Hingga 6 Juli 2020 diketahui terdapat 31 perusahaan yang terdaftar sebagai eksportir benih lobster. Pendaftaran tersebut ditangani oleh tim yang terdiri dari pejabat Eselon I KKP serta pihak inspektorat. Edhy mengatakan tak melibatkan keluarga maupun kerabat di lingkungannya.
“Ada dua tiga nama yang dikaitkan dengan saya dan langsung dinilai macam-macam. Tapi tolong liat, ada puluhan perusahaan yang dapat izin. Atau karena saya menteri, semua temen-teman saya tidak boleh berusaha? Saya pikir yang penting bukan itu, tapi fair-nya. Kesamaan pada siapa saja seleksi itu. Saya tidak memperlakukan istimewa sahabat-sahabat,” ucapnya.
Meski menuai banyak cibiran atas keputusannya mengizinkan pengambilan dan ekspor benih lobster, Menteri Edhy mengaku tak mempersoalkan. Menurutnya keputusan yang diambilnya sudah berdasarkan kajian ilmiah dan mengikuti semua prosedur. Ia menuturkan alasan utama mengeluarkan izin tersebut karena ingin menghidupkan kembali puluhan ribu nelayan penangkap benih yang kehilangan pekerjaan. Selanjutnya mendorong majunya budidaya lobster nasional tanpa mengabaikan keberlanjutan.
Baca juga: Hak Perempuan Adat Belum Terpenuhi
“Saya tidak peduli di-bully yang penting saya berbuat yang terbaik untuk masyarakat saya. Saya enggak takut dikuliti karena yang saya perjuangkan bagaimana masyarakat kita bisa makan dan itu sesuai perintah Presiden,” kata dia.
Pengambilan benih lobster dari alam dan untuk izin ekspor diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 yang terbit awal Mei 2020. Aturan ini turut mewajibkan eksportir membudidayakan lobster dan melepasliarkan dua persen hasil panen ke alam. Benih yang dikembangbiakan harus dibeli dari nelayan dengan harga minimal Rp5.000 per ekor.
Penulis: Dewi Purningsih
Editor: Devi Anggar Oktaviani