Belajar dari Kota Prato, Pusat Daur Ulang Pakaian di Italia

Reading time: 3 menit
prato, italia
Belajar dari Kota Prato, Pusat Daur Ulang Pakaian di Italia. Foto: Shutterstock.

Mari belajar menghargai pakaian dari penduduk di kota Prato, Italia.

Menjadi salah satu industri paling berpolusi di dunia, mode membutuhkan perubahan yang signifikan.

Kebanyakan dari baju yang kita pakai tidak melewati proses daur ulang. 99% baju bekas akan berakhir di tempat pembuangan atau pembakaran.

Bumi kita tak sanggup lagi menampung jumlah produksi pakaian yang sangat besar per tahunnya. Tetapi di Prato, Italia, pakaian bekas dapat bertransformasi menjadi pakaian baru.

Rumah Industri Tekstil di Italia

Kota ini merupakan bagian dari Tuskana yang telah membangun reputasinya dalam mendaur ulang pakaian bekas menjadi pakaian rajut dan wol.

Distrik kecil ini menjadi rumah bagi industri tekstil Italia sejak abad ke-12. Sebanyak 12 juta pakaian mereka produksi setiap tahunnya.

Di Prato, ada sekitar tujuh ribu bisnis tekstil kecil yang masing-masing mengkhususkan diri dalam satu bagian dari proses manufaktur tekstil. Baik itu pemintalan, penghanian, penenunan, pewarnaan, penyelesaian, pencetakan, atau desain.

Hanya satu persen dari hampir 100 juta ton produksi tekstil di seluruh dunia setiap tahun yang melewati proses daur ulang. Hebatnya, pada 2018, Prato memproses 15% pakaian daur ulang dari seluruh dunia (sekitar 143.000 ton).

Proses Daur Ulang di Prato

Pakaian bekas dari berbagai negara di seluruh dunia yang tiba di Prato, akan melewati proses kompres menjadi bal. Kemudian, mereka melakukan proses penyortiran dengan cermat berdasarkan warna dan juga material.

Maka dari itu, proses pewarnaan tidak mereka perlukan karena sudah terseleksi berdasarkan warnanya. Sehingga, ini juga menyelamatkan lingkungan dari dampak negatif pewarnaan.

Setelah itu, pakaian yang sudah mereka pilah, masuk dalam mesin karbonisasi. Mesin ini mengeliminasi kotoran dari kain wol. Lalu, pakaian-pakaian ini masuk ke dalam mesin cuci besar.

Pakaiannya akan tersobek-sobek, dicuci, dan dikeringkan. Dengan keahlian dan teknologi untuk mendaur ulang wol dan kasmir, terciptalah serat wol yang mereka sebut sebagai ‘wol mekanis’. Mereka menyimpannya sampai merek-merek mode membeli serat-serat tersebut dan membuatnya menjadi pakaian.

perempuan italia memilih baju

Warga Italia shopping memilih baju bekas berkualitas. Foto: Shutterstock.

Stigma Pada Pakaian Daur Ulang

Produsen di Prato telah mendaur ulang dan menggunakan kembali wol sejak pertengahan abad ke-19. Wol daur ulang bukan berarti penurunan kualitas, tetapi juga membuat produksi lebih murah.

Pakaian yang mereka daur ulang mencapai sekitar 25 ton per hari. Beberapa orang menganggap bahwa mereka menggunakan sampah untuk membuat pakaian. Tetapi, banyak merek yang membeli produk mereka justru karena hal tersebut.

Merek fesyen besar ini mencari model produksi yang lebih berkelanjutan ke daerah Tuskana, sebagai pusat pemrosesan tekstil pasca-konsumen dunia. Zara, H&M, Banana Republic dan Armani adalah beberapa bisnis yang menggunakan kain daur ulang dari Prato dalam koleksinya.

Merek-merek pakaian tahu bahwa dengan menggunakan ulang sumber daya yang telah terpakai, berarti mereka menyelamatkan bumi.

Inovasi Ramah Lingkungan

Tak hanya berkontribusi karena peduli lingkungan, setiap enam bulan, perusahaan Prato mengembangkan 2.000 benang baru, 60.000 desain tekstil baru, dan ratusan koleksi kain baru.

Mendaur ulang wol adalah hal yang baik untuk lingkungan. Emisi karbon lebih berbahaya ketika memproduksi pakaian dari material baru.

Mereka juga memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan hewan. Dengan cara ini, mereka menurunkan tingkatan stres pada hewan untuk mendapatkan wol.

Baca juga: Salire Studio: Statement Wear dari Daur Ulang Sampah Tekstil

Tradisi Mendaur Ulang di Prato

Metode ini sudah mereka turunkan dari generasi ke generasi. Tradisi daur ulang pakaian di Prato seharusnya menjadi contoh di berbagai negara, terkhusus untuk industri mode. Sebab, basisnya adalah kolaborasi lokal.

Walaupun kelihatannya berskala kecil, mereka mampu menunjukkan bahwa proses daur ulang yang orang lain pandang rumit, dapat mereka lakukan. Bagaimana jika proses ini dilakukan dalam skala nasional ataupun global? Pasti semua industri akan mendapatkan untung.

Padahal, orang-orang di kota ini terpaksa untuk mendaur ulang pakaian, karena mereka tidak mampu untuk membeli baru.

Di masa perang, harga wol baru melambung tinggi, sehingga pengusaha Prato menemukan cara untuk mendaur ulang wol dari pakaian bekas. Namun, saat ini, metode yang telah menjadi keterampilan yang mereka asah selama ratusan tahun, dapat menawarkan cara yang mutakhir untuk dunia mode yang lebih berkelanjutan.

Partisipasi Prato dalam menyelamatkan lingkungan sangat cocok untuk kita nobatkan sebagai pusat daur ulang dan ekonomi sirkular. Setuju?

Penulis: Agnes Marpaung

Editor: Ixora Devi

Sumber:

BBC

Life and Soul Magazine

Design Scene

The Florentine

 

Top