Jakarta (Greeners) – Sobat Greeners, saat ini telah banyak brand lokal yang sudah mengarah kepada fesyen berkelanjutan lho. Untuk kamu yang saat ini ingin atau telah menerapkan pola hidup ramah lingkungan, fesyen berkelanjutan dapat menjadi pilihan. Seperti brand lokal TAN’S Label yang mengusung produk ramah lingkungan, mulai dari bahan dan kemasan.
Tan’s Label merupakan brand pakaian wanita asal Jakarta yang berdiri pada Februari tahun 2020. Produknya antara lain atasan kemeja dan blouse, celana, rok dan dress. Sebelum mendirikan TAN’S Label, Nicole Latip inisiator TAN’S memang sudah tertarik dengan fesyen industri dan mendesain pakaiannya sendiri. Namun setelah mendalami hal tersebut, Nicole menemukan beberapa fakta bahwa limbah pakaian sangat berkontribusi besar terhadap kerusakan lingkungan.
Sejak saat itu, ia mencari beberapa opsi bahan pakaian yang lebih ramah lingkungan dan mendirikan TAN’S Label. Sadar dengan edukasi dan informasi limbah pakaian yang masih minim di Indonesia, ia ingin TAN’S Label juga dapat terbuka pada konsumen mengenai bahan dan proses produksinya. Nicole mendirikan brand ini dengan beberapa prinsip utama, yakni slow fashion dan ethical fashion.
“Dampak industri fesyen tidak hanya bagi lingkungan, ini dampaknya juga terhadap manusia-manusia yang bersangkut paut dengan industri fesyen. Jadi kita ingin melakukan upaya berkelanjutan terhadap lingkungan dan juga manusia-manusia yang memakai dan juga memproduksi baju-baju tersebut,” kata Nicole kepada Greeners, baru-baru ini.
Material Kain dan Kemasan yang Ramah Lingkungan
Dalam membangun sebuah brand berkelanjutan, Nicole menyadari terdapat beberapa sisi yang tidak dapat ia kendalikan. Karena itu, ia berusaha untuk meminimalisir sisi negatif dan menghindari pemakaian material yang tidak ramah lingkungan seperti polyester.
Sebagai bahan utama, TAN’S Label memilih menggunakan kain linen dan katun dalam produk koleksi mereka. Nicole memilih linen dan katun karena bahan tersebut dapat terurai dengan baik ketika sudah tidak lagi digunakan. Bahkan, kain linen merupakan kain yang lebih ramah lingkungan daripada katun karena terbuat dari tanaman rami dan tidak memakai bahan kimia dalam produksinya.
Selain material utama, TAN’S Label juga memilih aksesori pakaian ramah lingkungan. Seperti mengganti pemakaian kancing plastik dengan kancing batok kelapa.
“Aku tidak mengatakan ini 100% green, tapi tetap saya berupaya untuk membangun satu brand yang bisa untuk berkelanjutannya itu dalam arti kalau bisa dikurangin hal-hal sisi buruknya kenapa tidak gitu,” jelasnya.
Pada kemasannya, sejak bulan Juni 2020, TAN’S Label sudah berkomitmen untuk menghilangkan unsur plastik dan 100% biodegradable. Sebagai langkah menghindari penumpukan limbah kemasan plastik, mereka menggantinya dengan cassava bag atau kantong singkong untuk membungkus produk. Serta kantung berbahan dasar karton yang juga dapat terurai sebagai pembungkus akhir.
Upaya TAN’S Label Pada Ethical dan Slow Fashion
Selain mempertimbangkan dampak apa yang akan alam terima, TAN’S Label juga sangat memperhatikan kesejahteraan bagi para pekerjanya atau biasa disebut dengan ethical fashion. Konsep ini berorientasi pada bagaimana suatu perusahaan memperlakukan para pekerjanya seperti gaji, jam kerja dan tidak mempekerjakan anak di bawah umur.
TAN’S Label bekerja sama dengan tiga penjahit rumahan untuk memproduksi koleksi mereka. Nicole menyebut, kerja sama ini sangat ia perhatikan agar dapat menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Hal itu juga tercermin dalam penentuan harga pada proses produksi. Karena TAN’S Label tidak mempekerjakan penjahit secara langsung, melainkan kerja sama. Pihak TAN’S Label tidak menentukan harga apalagi menawar harga yang penjahit tawarkan. Hal tersebut merupakan kewenangan dan hak para penjahit, sehingga TAN’S Label akan membayar sesuai dengan harga yang telah pihak penjahit tetapkan.
“Dari sisi etikanya aku merasa industri fesyen itu juga peduli dengan lingkungan, tetapi masih kurang peduli terhadap sumber daya manusianya. Jadi aku merasa kalau mau dibilang sustainable harus 360° ke semuanya gitu ya kita harus melihat dari segala sisinya gitu,” tuturnya.
Sejalan dengan kesejahteraan pekerja, TAN’S Label juga mengusung konsep slow fashion, yakni tidak berorientasi pada kuantitas, melainkan kualitas. Nicole mengungkapkan, dalam jarak tiga bulan ia hanya mengeluarkan satu koleksi, satu koleksi tersebut terdapat delapan model dengan banyaknya per model yakni satu lusin. Ia menambahkan, keadaan tersebut juga dapat menguntungkan, karena dapat meminimalisir produk sisa karena tidak habis terjual.
Penerapan Zero Waste pada Proses Produksi TAN’S Label
Pada alur produksinya, awal proses berada pada tangan Nicole sendiri, ia bertugas untuk membuat desain produk. Setelah itu ia bekerja sama dengan pattern maker agar tidak ada bahan yang tersisa atau terbuang. Lalu setelahnya, baru ia serahkan pada penjahit untuk melakukan eksekusi terakhir.
Apabila terdapat sisa kain pada prosesnya, Nicole menyebut kain tersebut tidak akan mereka buang begitu saja. Melainkan akan mereka olah kembali menjadi scrunchy, masker dan hair clip berbahan dasar kain yang akan mereka hadiahkan secara cuma-cuma pada konsumen. Sehingga tidak ada kain yang terbuang sia-sia atau berpotensi menambahkan limbah kain pada lingkungan.
Selain itu, TAN’S Label juga mendorong upaya zero waste dalam penyediaan warna pada koleksi produk. Rata-rata produk mereka hanya tersedia dari satu hingga tiga koleksi warna.
“Kalo semakin banyaknya opsi warna menurut aku tuh kesempatan untuk wastenya tuh lebih banyak lagi. Jadi aku meminimalisir dampak-dampaknya terhadap SDM dan terhadap lingkungan itu aku minimalisir aja gitu,” ucapnya.
Lebih lanjut, Nicole juga mengatakan ia mendesain produk TAN’S Label dengan fokus pada fungsi setiap koleksi. Menghindari sikap konsumerisme konsumen, TAN’S Label mempunyai terobosan seasonless pieces atau pakaian yang dapat digunakan pada setiap musim, baik musim hujan maupun musim panas.
“Jadi kita bukan hanya zero waste tapi bahkan baju-baju yang kita produksi itu juga kita mau upayakan orang tidak membuangnya begitu saja. Orang akan appreciate mereka akan merasa nyaman memakai baju-baju yang TAN’S Label produksi,” ungkapnya.
TAN’S Label Ajak Gaya Hidup Berkelanjutan
Melihat antusiasme dan inisiatif yang sudah produsen berikan, Nicole berharap begitu pula dengan kenaikan tingkat awareness konsumen. Tidak hanya berorientasi atau melihat pada harga, namun konsumen juga harus melihat kualitas serta makna atau filosofi yang produk berikan.
Lebih jauh, ia juga mengatakan bahwa hal ini bukan hanya mengenai pakaian. Tetapi juga merambah ke gaya hidup, agar terciptanya perbaikan lingkungan dari segala aspek yang manusia lakukan.
“Harapannya untuk ke depan adalah peningkatan awareness, aku juga berharap Indonesia bisa mengejar lah dari skala upaya sustainabilitynya, bukan hanya terhadap industri fesyen, tapi terhadap gaya hidup karena aku merasa ini dampaknya itu lebih ke gaya hidup juga gitu bukan hanya produk-produk baju,” harapnya.
Penulis : Zahra Shafira