Bioteknologi Tanaman Pangan Entaskan 17 Juta Petani dari Kemiskinan

Reading time: 2 menit
Prof Bambang Prasetya (kanan) dapat kesempatan Sarwono Memorial Lecture BRIN. Tampak Kepala BRIN Laksana Tri Handoko (kiri). Foto: BRIN

Jakarta (Greeners) – Peneliti Ahli Utama pada Pusat Riset Teknologi Pengujian, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Prasetya menyebut, kontribusi bioteknologi tanaman pangan tak sekadar meningkatkan produktivitas. Akan tetapi turut berkontribusi terhadap pengelolaan lingkungan.

“Kontribusi bioteknologi sangat nyata kita rasakan, mulai dari produktivitas, kehati, pengelolaan lingkungan, hingga membantu mengentaskan kemiskinan,” katanya dalam Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture XXII 2022 di BRIN, Selasa (23/8).

Ia menyoroti, kontribusi bioteknologi tanaman pangan dari tahun 1996 hingga 2018. Di antaranya mampu meningkatkan produktivitas tanaman sebesar 822 juta ton senilai US$ 225 miliar. Selain itu, juga turut serta melestarikan keanekaragaman hayati dengan menyelamatkan seluas 231 juta hektare (ha) lahan. Bioteknologi tanaman pangan juga mampu mengentaskan kemiskinan sekitar 16-17 juta petani kecil di beberapa negara berkembang.

Sementara untuk kontribusi terhadap pengelolaan lingkungan mampu menghemat 776 ribu ton pestisida dan bahan kimia pelindung tanaman lainnya. Bambang menyebut, kontribusi lain yaitu turut mengurangi emisi CO2.

“Misalnya tahun 2018 kita mampu mengurangi sebesar 23 juta ton atau setara dengan asap 15,3 juta mobil dalam satu tahun,” tuturnya.

Lebih jauh, ia mengungkap bahwa Indonesia masih harus banyak mengejar bioteknologi, termasuk bioetika, biosafety dan conformity assessment agar bisa bersaing dengan dunia global.

“Bioteknologi tanaman memberikan peluang dalam mengkopi cepat dan akurat proses mutasi di alam untuk mendapatkan varietas yang lebih unggul mengikuti kebutuhan. Misalnya proses fermentasi, pelapukan bahkan hingga genom editing dan rekayasa genetik,” paparnya.

Subak

Aktivitas petani di lahan pertanian. Foto: pexels.com

Peluang Tanaman Pangan di Megadiversity Countries

Indonesia, sambungnya merupakan salah satu dari 17 negara “Megadiversity Countries” dengan penghasil terbesar rempah-rempah dunia, penghasil cokelat terbesar dunia ketiga. Selanjutnya, penghasil tembakau terbesar ke 6 di dunia dan penghasil teh ke 7 terbesar di dunia. “Ini menjadi PR bagaimana kita mengembangkan lebih baik lagi, misalnya rempah-rempah,” ujar dia.

Selain itu ia menyebut, sumber daya mineral dan tambang Indonesia juga sangat besar dan belum keseluruhan terhitung. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki garis pantai sepanjang tidak kurang dari 95.181 km yang di kelilingi oleh laut tropis sehingga menambah tingginya keanekaragaman hayati (kehati).

Dalam kesempatan itu, Bambang Prasetya menerima penghargaan Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture 2022. Prof Bambang memiliki bidang kepakaran bioproses-bioteknologi.

Dua bidang penelitian terkaitnya antara lain biosafety produk rekayasa genetik, standardisasi dan penilaian kesesuaian. Prof Bambang pernah meraih jabatan fungsional peneliti tertinggi sebagai Profesor Riset bidang Bioproses tahun 2006.

Masih dalam acara itu, Guru Besar Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) Hanny Wijaya juga meraih BRIN Sarwono Award. Hanny telah berjasa dalam mengembangkan bidang pangan yang ia lakukan lebih dari 35 tahun.

Sementara itu, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko memacu dunia riset dan inovasi memberikan kontribusi besar dalam menangani pandemi Covid-19. Selain itu juga menangani dampaknya terhadap perekonomian dan kesejahteraan rakyat.

“Riset dan inovasi selama pandemi merupakan gambaran motivasi dan langkah awal kolaborasi periset BRIN untuk bergerak bersama membangun iklim riset yang kondusif,” katanya.

Handoko berharap, ke depan akan muncul lebih banyak SDM iptek unggul sebagai tokoh-tokoh periset nasional. Harapannya mereka menunjukan karya nyatanya untuk mengatasi berbagai permasalahan bangsa.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top