Gibbonesia : Lindungi dan Biarkan Satwa Owa di “Rumahnya”

Reading time: 2 menit
Owa
Owa perlu perlindungan dan biarkan hidup di "rumahnya" (alam). Foto: Indonesianwildlife

Jakarta (Greeners) – Masuk sebagai satwa dilindungi, tak lantas membuat owa aman berada di “rumahnya” (hutan). Perburuan mengancam satwa arboreal ini. Keberadaan satwa ini di habitatnya berperan besar menyebar biji yang bisa menjadi tumbuhan baru di alam.

Owa atau Gibbon merupakan sejenis kera kecil yang terkenal karena kepandaiannya berakrobatik. Ia biasanya hidup di hutan dengan bergelantungan di pepohonan yang tinggi (satwa arboreal). Kecepatannya berayun di pohon mencapai 30 km/jam.

Meski owa bisa berjalan di tanah, tapi sebagian besar hidupnya bergelantungan di pepohonan. Sebagian besar pergerakannya mulai dari mencari makan, bersosial dan tidur berada di pohon.

Di Indonesia sendiri owa termasuk dalam daftar satwa perlu perlindungan. Populasinya di Tanah Air tidak banyak. Populasi owa di Pulau Jawa hanya sekitar 2.000-4.000 ekor.

Dalam rangka pelestarian dan perlindungan terhadap spesies owa di Indonesia, Gibbonesia hadir melakukan kampanye kepada masyarakat agar peduli dengan satwa owa sejak tahun 2019. Kampanye ini Gibbonesia lakukan melalui media sosial, webinar dan festival.

Gibbonesia berusaha mendorong perubahan persepsi masyarakat agar tidak memburu, menangkap, membeli dan memelihara owa.

“Owa ini harusnya bisa kita lindungi, kita jaga kelestariannya. Kita lindungi dalam artian bukan dilindungi di rumah, tapi dibiarkan di habitatnya. Owa itu di hutan saja, bukan di rumah saja,” kata Community Leader Gibbonesia Afrizal Abdi lewat live Instagram bersama Greeners.co di Jakarta, Jumat (15/10).

Perlindungan Owa

Owa bersuara seperti “menanyi” untuk menandai teritorinya. Foto: BBKSDA Sumatera Utara

Satwa Owa Suka “Bernyanyi”

Afrizal mengungkapkan, banyak keunikan yang owa miliki. Salah satunya, owa merupakan hewan yang suka mengeluarkan suara. Ia akan mengeluarkan suara bersahutan dengan owa lainnya seperti sedang bernyanyi. Mengeluarkan suara ini merupakan cara owa untuk menandai daerah atau teritorinya.

Selain itu, primata ini juga tergolong satwa monogami. Artinya satwa ini akan setia pada satu pasangannya hingga akhir hidupnya. Secara kasat mata, owa juga berbeda dengan monyet. Owa tidak memiliki ekor sedangkan monyet pada umumnya mempunyai ekor.

Melansir dari laman situs primata Institut Pertanian Bogor, ukuran tubuh owa relatif kecil, kurus, serta ramping. Ia memiliki kepala bulat kecil, lengan panjang dan jari-jari panjang. Namun jempolnya relatif pendek. Pergelangan tangan owa juga memiliki sendi peluru. Tubuh owa tertutup oleh rambut yang tebal, halus, berwarna cokelat terang hingga cokelat gelap. Owa betina umumnya lebih berat daripada owa jantan.

Di alam lanjut Afrizal, owa biasanya memakan buah-buahan. Satwa ini sendiri dapat hidup selama 30 hingga 35 tahun di alam bebas. Namun jika owa menetap di kebun binatang maka satwa ini dapat hidup lebih lama yaitu lebih dari 40 tahun.

“Di kebun binatang, tempat-tempat penangkaran atau pusat rehabilitasi biasanya berumur lebih dari 40 tahun, ini rata-ratanya. Sedangkan yang di alam sendiri biasanya hanya bertahan 30-40 tahun,” tutur Afrizal.

Memperingati Hari Owa Sedunia

Peringatan Owa International Day atau Hari Owa Sedunia setiap tanggal 24 Oktober mendatang pun akan Gibbonesia gelar dengan berbagai kampanye untuk menyebar banyak pengetahuan perlindungan satwa owa di alam.

Gibbonesia bersama Yayasan Kiara dan Suara Owa akan menggelar acara bertajuk Festival Owa Indonesia. “Kita ada lomba reels challenge. Jadi di festival ini kita mulai dengan reels challenge untuk edukasi tentang owa. Nanti pemenangnya kami pilih, kalau pemenangnya berdomisili di Jawa Barat dan Jawa Tengah berkesempatan untuk mengamati owa bersama kami,” ungkap Afrizal.

Untuk informasi selanjutnya dapat mengecek akun instagram Gibbonesia yaitu @gibbonesia atau dapat mengunjungi laman website https://gibbonesia.id/.

Penulis : Fitri Annisa

Top