Suci Larasati, Lima Tahun Berjuang Cegah Makanan jadi Sampah

Reading time: 3 menit
Suci Larasati gigih berjuang agar makanan layak tidak mudah menjadi sampah. Foto: Greeners/Ramadani Wahyu

Berawal dari perasaan tak tega, Siti Suci Larasati begitu bulat punya tekad agar tidak ada makanan yang terbuang sia-sia ke tempat pembuangan akhir (TPA). Sebelum menjadi sampah makanan (food waste) ia sebisa mungkin menyelamatkannya menjadi sumber pangan yang layak.

Dari tekad itu pulalah, Laras akhirnya mendirikan Aksata Pangan. Meski baru lima tahun berjalan, perempuan berhijab ini sejak tahun 2018 bersama kawan-kawan mulai konsisten membangun aksi luar biasa ini.

“Kami sempat menerima donasi telur-telur kecil. Lalu saat bapak distributor bilang telurnya harus dibuang karena bentuknya tidak profitable kita mulai sadar potensi sampah makanan itu sangat melimpah,” katanya saat Greeners temui di sebuah acara penyerahan award baru-baru ini.

Tak hanya telur, perempuan asal Medan ini mengaku resah dengan banyak sampah makanan yang menggunung menambah beban TPA. Namun, di sisi lain masih banyak masyarakat yang kekurangan makanan yang layak.

Indonesia penghasil sampah makanan terbesar nomor dua di dunia, dengan 40 % komposisi sampah di TPA terbesar dari sampah jenis ini. Bahkan menurut data Bappenas, ada Rp 213 – Rp 551 triliun hilang karena sampah makanan.

Aksata Pangan ‘Jembatan’ Cegah Food Waste

Berpegang pada isu besar itu, ia berkomitmen menjembatani agar sisa makanan yang berpotensi layak makan disumbangkan pada masyarakat yang kurang mampu. Di sisi lain, sisa makanan yang tak layak diolah melalui pengomposan, pakan ternak hingga maggot.

Dalam perjalanannya, Aksata Pangan, organisasi berbasis hukum dengan label food bank ini mampu mengolah berbagai jenis food waste baik makanan sisa acara besar, sisa buffet hotel hingga toko roti di Kota Medan.

Namun, jauh sebelum membangun Aksata Pangan, perempuan alumni Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara ini aktif sebagai volunteer sejak awal kuliah.

Ia mengaku banyak mendapat motivasi dari kegiatan yang berkaitan dengan community service dan community empowerment. “Dari dulu aku ikut juga NGO dan jadi istilahnya ‘penumpang’, tapi sekarang aku mendirikan food bank dan jadi driver,” kata penerima penghargaan ‘Every U Does Good Heroes 2022 Unilever ini.

Laras mengaku menjadi sociopreneur merupakan panggilan jiwanya. Ia menilai, bisnis haruslah berdampak luas pada masyarakat. Selain itu, jika turun langsung ke masyarakat maka ia bisa merasakan tantangan sekaligus memberi solusi yang nyata.

“Terlebih untuk social entrepreneurship ini. Tapi memang itulah bisnis agar kita selalu improvement,” imbuhnya.

Program Aksata Pangan Atasi Sampah Makanan

Aksata Pangan meluncurkan tiga program, yakni Food Stamps, Food Heroes, dan Food Pantry. Setiap program memiliki tujuan yang sama untuk menyelamatkan makanan hampir terbuang. Food Stamps merupakan program pembagian kupon kepada masyarakat penerima manfaat dari program ini setelah melalui quick survey.

Hingga saat ini sudah ada sekitar 4.000 orang penerima manfaat. “Kenapa ini penting? Karena kita ingin agar masyarakat penerima tepat sasaran dan sesuai dengan target kita,” ucap Laras.

Sementara Food Heroes merupakan program penyelamatan makanan dari acara besar, seperti resepsi pernikahan. Melalui program Food Heroes, Aksata Pangan kini juga bekerja sama dengan toko roti dan buffet hotel di Medan.

Terakhir yakni Food Pantry. Saat menerima bahan makanan yang tidak bisa disalurkan langsung dalam bentuk utuh, dapur Aksata Pangan akan mengolahnya menjadi sajian. “Lalu kita bagikan pada masyarakat,” imbuhnya.

Adapun komposisi sisa makanan yang masuk ke food bank yakni 80 % masih layak dikonsumsi kembali. Sementara 20 % lainnya ia salurkan pada pihak ketiga seperti para peternak hewan, kompos dan maggot. Oleh karena itu, ia masih memprioritaskan penyaluran makanan pada masyarakat yang berhak menerima.

“Untuk saat ini memang kita belum concern mengolah food waste ini. Tapi nantinya kita juga akan menuju ke sana,” ujar dia.

Laras menyatakan, ada berbagai tantangan yang harus ia hadapi untuk keberlanjutan Aksata Pangan ke depan. Salah satunya yakni kebutuhan sumber daya manusia. “Kita butuh banyak sumber daya manusia termasuk yang membantu memisahkan makanan dari kemasan, lalu memilah yang layak makan dan tidak. Ini tantangan kita,” ucapnya.

Hingga saat ini, Aksata Pangan resmi menjadi anggota global bersertifikat dari Global Foodbanking Network (GFN) di Chicago, Amerika Serikat. Selain itu, juga tergabung dalam Gotong Royong Atasi Susut & Limbah Pangan (GRASP) 2030.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top