Sri Bebassari, Ratu Sampah Dibalik Lahirnya UU Pengelolaan Sampah di Indonesia

Reading time: 5 menit
sri bebassari

Sri Bebassari. Foto: greeners.co/Arief Tirtana

Lebih sibuk saat pensiun

Bekerja sebagai peneliti sistem pengelolaan sampah BPPT sejak tahun 1980, secara resmi Sri Bebassari telah memasuki masa purnabakti pada tahun 2005. Namun masa pensiun tidak bisa menghentikannya untuk terus berkecimpung dalam bidang yang sudah sangat dicintainya ini.

“Sampai saat ini kalau ketemu orang saya masih sering dapat pertanyaan masih ngurus sampah? Paling saya jawabnya,”kok masih? selama kita masih hidup ya masih akan terus ngurus sampah”,” kata Sri.

Buat Sri hal demikian dianggapnya sebagai tantangan bagi dirinya untuk berani berbeda. Mengelola sampah juga dianggapnya sebagai ibadah. Dia sering mengumpamakan apa yang dilakukannya seperti perawat. Kalau perawat di rumah sakit mengurus manusia, dirinya mengurusi kotoran kota.

“Sejak awal berkecimpung dibidang ini juga sudah banyak diketawain, dibilang orang aneh, ngapain sekolah tinggi-tinggi malah ngurus sampah,” ujarnya sambil tertawa kecil.

Meski sudah tidak berstatus Pegawai Negeri Sipil, Sri saat ini masih aktif memberikan masukan-masukan terkait pengelolaan sampah kepada pemerintah. Salah satunya pada rancangan Peraturan Presiden mengenai Kebijakan Strategi Nasional Sampah Rumah Tangga (Jakstranas) 2015-2025. Di usianya yang tidak lagi muda, Sri juga masih terus aktif memimpin satu-satunya organisasi di Indonesia yang fokus pada persoalan sampah, Indonesia Solid Waste Association (InSWA).

Dalam kesehariannya, Sri lebih banyak menghabiskan waktu di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Rawasari, Jakarta Pusat. TPST milik pemerintah DKI Jakarta yang sudah berdiri sejak tahun 2000 tersebut, melalui kerja sama Dinas Kebersihan DKI Jakarta saat ini pengelolaannya diserahkan kepada InSWA. TPST yang juga merupakan laboratorium InSWA ini merupakan hasil kerja Sri mengubah gambaran TPS yang identik dengan kotor dan bau, menjadi TPS yang ideal, rapi, bahkan tidak berbau dengan menerapkan teknik pengomposan pada setiap sampah organik yang masuk ke TPST Rawasari.

Keberhasilan pengelolaan sampah di TPST Rawasari ini juga membuat peraih penghargaan Kalpataru tingkat Nasional 2015 ini semakin sibuk karena setiap hari ada saja yang datang, baik untuk sekadar melihat, belajar dan melakukan penelitian, bukan hanya dari Indonesia namun juga dari negara lain.

Dengan beragam pengalamannya dan pengetahuan yang dimilikinya, wanita yang juga pernah menjadi konsultan Bank Dunia ini mengaku masih banyak pekerjaan rumah yang ingin ia wujudkan termasuk melakukan transfer of knowledge kepada generasi muda dan membuat sebuah buku.

“Keinginan saya pembangunan dibidang kebersihan ini sejajar dengan transportasi, listrik, dan lainnya. Pengelolaan sampah harus bintang lima, jangan hotel saja. Kalau buat airport pemerintah berani keluarkan uang 20 triliun, buat TPA juga,” katanya berharap.

Penulis: AT/G39

sri bebassari

Top