Mitigasi dan Penanganan Bencana Butuh Kolaborasi Antarnegara

Reading time: 2 menit
Tsunami merupakan bencana yang tidak mengenal batas negara. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko berpandangan, kolaborasi antarnegara dunia penting guna mempercepat penanganan dan mitigasi bencana.

Hal itu ia sampaikan dalam forum diskusi di Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022, di Bali.

Menurutnya, pandemi Covid-19 yang terjadi dua tahun terakhir telah memberikan pelajaran bagi hampir seluruh negara di dunia. Khususnya dalam memerangi Covid-19 serta memulihkan kondisi negara yang memerlukan kerja sama antarnegara.

“Karena semua bencana tidak mengenal batas negara, termasuk bencana pandemi seperti Covid-19 di dua tahun terakhir. Pandemi Covid-19 semakin menyadarkan berbagai negara di dunia akan pentingnya kerja bersama untuk mempercepat penanganannya,” katanya dalam keterangannya baru-baru ini.

Ketika pandemi, sambung dia negara-negara memiliki kesadaran berbagi data genom dari varian SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 melalui Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID).

Dengan langkah ini dunia mampu mempercepat pengembangan dan ketersediaan vaksin bagi seluruh umat manusia dalam menanggulangi pandemi.

Namun, kolaborasi antar negara dalam penanganan bencana hendaknya tidak hanya dalam kasus pandemi Covid-19. Bencana lainnya seperti tsunami juga tidak mengenal batas negara.

“Misalnya, kemampuan mitigasi hanya bisa dilakukan dengan berbagi data dari berbagai wilayah perairan berbagai negara,” ucapnya.

Mitigasi dan Reduksi Bencana Berbasis Kaidah Ilmiah

Terkait dengan bencana lainnya, mitigasi dan reduksi bencana, sambung dia selalu berkaitan dan berbasis pada bukti dan data ilmiah. Oleh karena itu ia menekankan pentingnya berbagai riset. Seperti riset dasar untuk memahami mekanisme terjadinya beragam jenis bencana.

Lalu riset aplikatif terkait pengembangan teknologi deteksi dini. Hal ini disesuaikan dengan jenis dan karakter bencana serta kajian sosial budaya dan kearifan lokal.

“BRIN sebagai lembaga riset nasional menjadi yang terdepan dalam melakukan berbagai riset kebencanaan. Kami telah menghasilkan banyak inovasi yang berpotensi menjadi solusinya,” ungkap Handoko.

Sementara itu, dalam GPDRR, tujuh peneliti kebencanaan BRIN turut berpartisipasi. Salah satunya Dr. Nuraini Rahma Hanifa. Periset dan pakar BRIN terlibat aktif dalam GPDRR. Mereja yang mewakili Indonesia untuk membedah dan mendorong kesepakatan multilateral reduksi kebencanaan.

Perekayasa senior BRIN Andi Eka Sakya dalam forum itu mengungkapkan, pentingnya kerja sama mewujudkan masyarakat dan laut yang aman (safe ocean). Caranya melalui penguatan sains, teknologi dan inovasi, sejalan dengan UN Decade of Ocean Science.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top