LIPI Kembangkan Laser Tsunami Sensor, Diklaim Lebih Baik dari Buoy

Reading time: 2 menit
laser tsunami sensor
Peneliti Bidang Instrumentasi Kebencanaan Pusat Penelitian Fisika LIPI sekaligus peneliti utama Laser Tsunami Sensor (LTS), Bambang Widiyatmoko menunjukkan model LTS. Foto: greeners.co/Dewi Purningsih

Jakarta (Greeners) – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memperkenalkan teknologi alternatif pengganti sistem Buoy yaitu Laser Tsunami Sensor (LTS). Teknologi ini dinilai lebih efisien dengan prinsip kerja mengirim cahaya laser melalui kabel fiber optik yang ditempatkan di dasar laut dan cahaya balik akan membawa informasi kondisi tekanan hidrostatik yang dirasakan.

“Ketika terjadi pergerakan air laut yang tidak biasa atau ada tekanan yang berubah, sensor deteksi akan membelokkan cahaya yang akan menjadi tanda peringatan bahaya tsunami ke pos pemantau,” jelas Peneliti Bidang Instrumentasi Kebencanaan Pusat Penelitian Fisika LIPI Bambang Widiyatmoko di Media Center LIPI, Jakarta Selatan, Rabu (02/01/2019).

BACA JUGA: LIPI Sarankan Pemerintah Membuat Provinsi Peringatan Dini 

Bambang selaku peneliti utama LTS menyatakan teknologi alternatif sensor tsunami berbasis fiber optik ini diyakini lebih efisien, mudah dalam perawatan dan dapat dibuat sendiri.

“Kalau Buoy yang menjadi halangan pemakaian alatnya itu karena biaya perawatannya mahal, bisa dicuri atau hilang seperti power supply, baterainya. Sedangkan Laser Tsunami Sensor ini tidak memerlukan power supply di tengah laut, semua komponen sensor di dasar laut sehingga aman dari pencurian dan biaya perawatan kecil, namun memerlukan biaya awal yang tinggi karena harus memasang fiber optik,” ujar Bambang.

laser tsunami sensor

Model Laser Tsunami Sensor (LTS). Foto: greeners.co/Dewi Purningsih

Bambang menyatakan LIPI siap jika diminta untuk menerapkan LTS ini, hanya saja saat ini terkendala biaya. Untuk pengembangan alat LTS dibutuhkan dana Rp5 miliar per tahun selama tiga tahun berturut-turut.

“Jadi dari awal pemasangan fiber optik sampai benar-benar bisa digunakan harus ada dana Rp5 miliar per tahun untuk 3 tahun berturut-turut, setelah itu biaya perawatan akan menyesuaikan tapi yang pasti akan lebih murah,” kata Bambang.

Bambang mengatakan bahwa LTS ini sudah di uji coba di laboratorium LIPI dan berani menjamin bahwa teknologi yang dibuat LIPI ini lebih baik dari sistem peringatan dini manapun yang pernah di pasang di Indonesia.

BACA JUGA: BPPT: Perbaikan 3 Buoy di Selat Sunda Butuh Rp15 Miliar 

Selain itu, LIPI juga mengembangkan teknologi Mobile Wiseland. Peneliti Geoteknologi LIPI Adrin Tohari menjelaskan teknologi ini merupakan sistem pemantauan gerakan tanah berbasis jejaring sensor nirkabel. Alat ini berfungsi memberikan peringatan kepada tim tanggap darurat dan tim evakuasi untuk waspada terhadap longsor susulan.

“Jadi kita memasang alat di daerah longsor dan memantau supaya ketika terjadi longsoran susulan bisa diketahui dengan cepat. Mobile Wiseland ini merupakan pengembangan dari teknologi sebelumnya yang hanya berbentuk sensor yang sifatnya tetap. Mobile Wiseland ini bisa di bawa ke mana-mana karena bentuknya seperti koper,” jelas Adrin.

Penulis: Dewi Purningsih

Top