Peta Jalan Pengurangan Sampah Belum Transparan

Reading time: 2 menit
Para aktivis lingkungan mendesak tanggung jawab unilever atas sampah sachetnya. Foto: AZWI

Jakarta (Greeners) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mempertanyakan komitmen produsen dalam mengurangi sampah. Mereka menilai baik produsen maupun pemerintah belum transparan menyampaikan komitmen tersebut kepada produsen.

Desakan ini Walhi sampaikan karena tiga tahun setelah keluarnya peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan belum banyak informasi yang publik dapat. Hal ini mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No 75 Tahun 2019 Tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen di Indonesia.

Pengkampanye Urban Berkeadilan Walhi Abdul Ghofar mengatakan, produsen wajib untuk mengirimkan dokumen peta jalan pengurangan sampah plastik ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Namun sayangnya, sambung Ghofar tidak lebih dari 40 produsen jasa makanan minuman, manufaktur dan ritel yang mengirimkan dokumennya.

“Padahal seharusnya melalui permen ini, sifatnya mandatory, tidak lagi voluntary,” katanya dalam konferensi pers Pawai Bebas Plastik, di Jakarta, baru-baru.

Cegah Greenwashing Produsen Terhadap Sampah

Transpransi peta jalan pengurangan sampah oleh produsen ini perlu publik tahu. Hal ini untuk memastikan sejauh mana komitmen produsen mengurangi sampahnya.

“Tujuannya agar publik menilai apakah peta jalan tersebut serius atau jadi praktik greenwashing produsen,” imbuhnya.

Greenwashing merupakan suatu strategi penasaran dan komunikasi suatu perusahaan untuk memberikan citra yang ramah lingkungan. Padahal tidak ada kegiatan yang berdampak bagi kelestarian lingkungan.

Selama ini, sambung Ghofar publik hanya dapat mengakses jumlah perusahaan manufaktur, ritel dan jasa makanan minuman saja. Sementara untuk nama perusahaan dan dokumen peta jalan perusahaan tidak bisa publik akses.

“Apakah itu concern ke recycling atau redesign ke depan, sekitar delapan tahun lagi akan seperti apa,” ujar dia.

Ghofar menilai keterbukaan menjadi penting karena masyarakat sebagai konsumen juga berhak tahu arah keseriusan dari masing-masing perusahaan di Indonesia dalam mengurangi sampahnya.

Konsumen sedang berbelanja dan mengecek kemasan produk yang produsen buat. Foto: Shutterstock

Pawai Bebas Plastik

Sepanjang bulan Juni 2022 sejumlah organisasi dari gerakan Pawai Bebas Plastik melakukan kegiatan brand audit di 11 titik pantai yang tersebar di 10 provinsi. Project Manager Divers Clean Action (DCA) Agung Remos menyatakan, brand audit ini bertujuan untuk mengetahui produsen pemilik merek-merek yang kemasannya mencemari sungai, pantai dan lingkungan di Indonesia.

Hasilnya dari brand audit terdapat 16.519 item sampah setara hampir 20.13 kilogram sampah. Pawai Bebas Plastik juga menemukan jenis kemasan plastik yang terbanyak selama brand audit yaitu kemasan plastik sekali pakai yaitu saset 79,7 persen.

Adapun kemasan dari produk Unilever, Indofood dan Mayora Indah menjadi tiga besar penyumbang sampah kemasan plastik sekali pakai.

Sampah kemasan saset, sambung dia masih menjadi beban lingkungan, mengingat kemasan saset ini susah untuk didaur ulang.

Dalam laporan Greenpeace berjudul Throwing Away The Future, Asia Tenggara memegang pangsa pasar sekitar 50 %, prediksi jumlah kemasan saset yang terjual akan mencapai 1,3 triliun pada tahun 2027.

Perwakilan Indorelawan Marsya Nurmaranti menyebut, Gerakan Pawai Bebas Plastik akan pawai kembali secara offline pada 24 Juli 2022. Pawai akan membawa pesan mendorong tanggung jawab produsen atas sampah.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top