Polusi Udara, “Silent Killer” di Zaman Modern, Kendalikan!

Reading time: 2 menit
Anak Terpapar Polusi
Paparan polusi udara memicu penyakit serius. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Polusi udara bisa menjadi “silent killer” bagi masyarakat rentan di zaman modern. Silent killer atau penyakit tanpa menunjukkan gejala karena paparan polusi memang tidak terasa seketika. Namun paparan itu terakumulasi hingga menyebabkan berbagai penyakit kronis yang berujung pada kematian. Mulailah mengerem pemakaian energi fosil dengan cara-cara sederhana dan mudah dalam kehidupan sehari-hari.

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu mengatakan, masyarakat bisa memulai cara-cara sederhana. Caranya dengan perlahan tidak bergantung pada bahan bakar fosil pada aktivitas sederhana setiap hari.

“Jika memang jaraknya tidak jauh pilihlah berjalan kaki atau bersepeda. Dengan begitu tidak menyumbang polusi udara,” katanya usai diskusi publik virtual di Jakarta, Senin (18/10).

Kalau pun memiliki kendaraan lanjutnya, wajib dan upayakan service rutin. Aksi lain tidak membakar sampah. Bahkan jika memungkinkan lakukan penggunaan energi listrik dari solar panel atau energi terbarukan lainnya di rumah tangga.

Pengamatan dengan Satelit

Berdasarkan hasil pengamatan satelit Greenpeace Indonesia di lima kota besar dan dua lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia, polusi udara khususnya NO2 (nitrogen dioksida) kembali memburuk sepanjang April-Juni 2021.

Bondan menyebut, kondisi polusi udara kembali memburuk seiring pelonggaran mobilitas masyarakat.

“Seiring dengan pelonggaran mobilitas warga selama April-Juni tahun ini, polusi udara NO2 kembali bergerak naik di lima kota besar. Catatan penting lainnya, pengamatan kami di dua lokasi PLTU di Banten, tingkat polusinya rata-rata terus meningkat selama beberapa tahun terakhir,” paparnya.

Dalam diskusi bertajuk Menakar Risiko Polusi Udara Yang Kembali Memburuk Terhadap Masyarakat Rentan Greenpeace itu Bondan menjelaskan, hasil pengamatan tersebut menunjukkan jumlah kolom atmosfer NO2 lebih rendah pada periode April-Juni 2020 dibandingkan tahun sebelumnya di lima kota besar di Indonesia.

Greenpeace menyebut kadar NO2 Jakarta turun 35%, Bandung 20%, Surabaya 11%, Medan 26% dan Semarang turun 24%.

Kemudian pada April-Juni 2021, jumlah NO2 terukur lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun 2020 yaitu Jakarta naik 54%, Bandung 34%, Surabaya 20%, Medan 9%, Semarang 31%. Sedangkan PLTU Cilegon PT Indorama Petrochemicals naik 31% dan PLTU Suralaya naik 39%.

Bahaya Polusi Udara Bagi Kesehatan

Polusi udara yang berasal dari transportasi, industri, rumah tangga dan sebagainya dapat memengaruhi kesehatan manusia. Kelompok rentan seperti bayi dan balita, orang tua, serta orang dengan penyakit kardiorespirasi kronik sangat terancam polusi ini.

Efek kronik atau jangka panjang yang timbul yaitu penurunan fungsi paru, risiko asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, serta risiko kanker.

World Conference on Lung Center (WCLC) 2021 mengungkapkan, 14,1% semua kematian akibat kanker paru-paru, termasuk pada mereka yang tidak merokok, secara langsung terkait dengan polusi udara.

“Sehingga dikatakan selain rokok sebagai penyebab utama, polusi udara ternyata juga jadi penyebab kedua kematian pada kanker paru.” ungkap Dokter paru Feni Fitriani Taufik dalam diskusi tersebut.

Menurutnya, sebagai “silent killer” karena zatnya tidak terlihat namun dapat masuk ke dalam tubuh dan mengancam kesehatan manusia. World Health Organization (WHO) juga menyatakan polusi udara dapat membunuh setidaknya 7 juta orang di dunia setiap tahunnya.

“Seperti silent killer yang tidak terlihat tapi dia tetap ada. Kita tidak merasakan dia masuk ke dalam tubuh kita. Tiba-tiba dalam jangka bisa akut atau kronik dan akan mempengaruhi kesehatan,” ungkapnya.

Penulis : Fitri Annisa

Top