17 Pihak Tanda Tangani Nota Kesepahaman Pascabanjir Bandang Sentani

Reading time: 2 menit
pascabanjir bandang sentani
Presiden Joko Widodo menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman 17 pihak untuk memulihkan kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops, Danau Sentani dan daerah aliran sungai (DAS) Sentani Tami. Foto: BNPB

Jakarta (Greeners) – Tujuh belas pihak akan bersinergi dalam penyelesaian permanen pascabanjir bandang Sentani yang tertuang dalam nota kesepahaman berisikan pemulihan kawasan cagar alam Pegunungan Cycloops, Danau Sentani dan daerah aliran sungai (DAS) Sentani Tami. Nota kesepakatan ini melibatkan pemerintah, universitas, dunia usaha, lembaga adat dan agama.

Banjir bandang yang menerjang wilayah Sentani pada 16 Maret 2019 mendorong BNPB untuk bekerja sama dengan banyak pihak untuk mencari solusi permanen terhadap potensi bahaya yang juga bersifat permanen.

Dalam keterangan resmi yang diterima Greeners, sebelum melakukan nota kesepahaman ini Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo menemui perwakilan pemuka gereja-gereja di Papua untuk pelibatan dalam memberikan penjelasan kepada para jemaat saat ada kebaktian gereja. Penjelasan tersebut dengan mencontohkan upaya menjaga alam dengan tidak menebang pohon di kawasan cagar alam.

“Hal tersebut dilakukan karena masuk dalam ruang lingkup nota kesepakatan, yakni sinkronisasi mitigasi bencana dan literasi kebencanaan untuk masyarakat melalui edukasi, sosialisasi dan simulasi bencana,” ujar Doni di ruang VIP Bandara Sentani, Jayapura, Papua, Senin (01/04/2019).

BACA JUGA: Penyebab Banjir di Sentani Bukan Hanya Faktor Alam 

Ke-17 pihak yang menandatangani nota tersebut yaitu BNPB, Kementerian Lingkungan Hidup dan Lingkungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten dan Kota Jayapura, Pemerintah Kabupaten Keerom, Universitas Cenderawasih, PT Freeport Indonesia, Dewan Adat Suku Sentani, Lembaga Musyawarah Adat Port Numbay, Dewan Persekutuan Gereja Papua, Sinode GKI dan Sinode Gidi di tanah Papua.

Di samping nota kesepahaman ini, status penanganan Sentani kini menuju masa pemulihan selama 3 bulan yaitu 30 Maret 2019 hingga 27 Juni 2019, setelah sebelumnya dalam status masa tanggap darurat selama 14 hari pada 16-29 Maret lalu. Selama masa transisi darurat menuju pemulihan, hal-hal yang dilakukan di masa tanggap darurat dapat dilanjutkan kembali di transisi darurat kecuali pencarian korban.

Presiden Setuju Korban Direlokasi

Banjir bandang Sentani yang dipicu oleh intensitas hujan tinggi ini mengakibatkan 112 warga meninggal dunia dan 17 warga masih dilaporkan hilang. BPBD Provinsi Papua mencatat korban luka berat sejumlah 153 jiwa dan luka ringan 808 jiwa. Sebanyak 4.763 jiwa (963 KK) mengungsi di 21 titik pos penampungan.

BPBD juga mencatat 1.788 rumah rusak dengan rincian rusak berat 291 rumah, rusak sedang 209, dan rusak ringan 1.288. Atas kerusakan tersebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan persetujuannya agar korban banjir direlokasi ke tempat yang lebih aman karena daerah yang saat ini ditempati merupakan daerah yang rawan bencana.

“Relokasinya akan segera ditetapkan oleh gubernur dan bupati. Kalau sudah, tempatnya nanti dibebaskan dan sudah ditetapkan baru kita akan masuk untuk pembangunan rumahnya. Jadi penetapan lokasi terlebih dahulu,” kata Jokowi.

BACA JUGA: Banjir Bandang Terjang 9 Kelurahan di Sentani Jayapura 

Sementara itu Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan kalau Pemprov Papua sudah mengirimkan tim untuk meninjau lokasi tanah yang akan digunakan sebagai lokasi relokasi. Saat ini tim tersebut sedang melakukan negosiasi dengan pemilik tanah.

“Kalau tim sudah dapat tempatnya pasti akan kita bebaskan (tanahnya) kemudian membangunnya. Harapannya bisa mendapatkan lokasi tanah untuk relokasi ini di sepanjang jalan Jayapura menuju Wamena,” kata Lukas.

Penulis: Dewi Purningsih

Top