93 % Warga Jakarta Tanpa Sadar Hirup Udara Kotor

Reading time: 3 menit
Sebagian besar warga Jakarta tanpa sadar menghirup udara kotor. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Sekitar 93% warga Jakarta setiap hari harus menghirup udara kotor berbahaya. Konsentrasi polutan dari udara kotor ini lima kali lebih besar dari standar batas aman. Kondisi ini sangat berdampak pada kelompok rentan seperti perempuan, anak-anak lansia hingga penyandang disabilitas, dan kelompok marjinal sosial ekonomi. Ironisnya kelompok rentan ini tidak menyadarinya.

Selain itu, ada juga temuan di Banten masyarakat terpapar polusi atau udara kotor mencapai 63 %, Sumatra Utara 57 %, dan Jawa Barat 46 %. Adapun konsentrasi rata-rata tahunan PM2,5 di Jakarta Raya mencapai 25 mikrogram per meter kubik. Lima kali lebih besar dari batas aman yang WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) rekomendasikan, yaitu 5 mikrogram per meter kubik.

Polusi udara merupakan salah satu persoalan lingkungan terbesar yang bisa menimbulkan risiko terhadap kesehatan. Laporan mengungkap, masyarakat rentan termasuk anak-anak (balita), orang lanjut usia, perempuan hamil sedikit atau bahkan tidak sama sekali, mendapat akses informasi dan data kualitas udara lokal jika dibandingkan dengan total populasi.

Hal itu terungkap dalam laporan yang Greenpeace India keluarkan bertajuk “Udara Berbeda di Langit yang Sama: Riset Mengenai Ketidakadilan Udara (Different Air Under One Sky: The Inequity Air Research)”.

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu menyatakan, temuan laporan ini mengejutkan sekaligus mengkhawatirkan.

Kondisi ini, sambung dia semakin mempertegas urgensi agar pemerintah segera mengimplementasikan putusan hakim dalam sidang putusan gugatan polusi udara yang telah warga negara menangkan sejak satu tahun lalu.

“Dalam putusan itu Presiden RI diperintahkan untuk memperbaiki baku mutu udara ambien yang bisa melindungi kelompok sensitif,” ucapnya.

Pentingnya Informasi Udara Kotor pada Masyarakat

Bondan menekankan pentingnya informasi terkini mengenai kualitas udara yang masyarakat hirup sebagai langkah awal mengatasi masalah ini.

“Sudah saatnya pemerintah membuat sistem monitoring kualitas udara di seluruh negeri. Lalu memastikan datanya terpublikasi secara langsung (real time),” tuturnya.

Selain itu harus ada peringatan kesehatan jika kualitas udara sedang buruk atau udara kotor. Dengan begitu masyarakat bisa melakukan langkah-langkah untuk melindungi diri dan kesehatannya.

Hal yang tak kalah penting yaitu pemerintah harus tegas untuk menghentikan sumber-sumber pencemar udara. Kemudian memastikan terpenuhinya hak warga negara untuk mendapatkan udara yang bersih dan sehat. “Terlebih Majelis Umum PBB telah mengesahkan resolusi hak atas lingkungan hidup yang bersih, aman dan berkelanjutan merupakan hak asasi manusia,” imbuhnya.

Juru Kampanye Unit Polusi Udara Global Greenpeace Yung-Jen Chen mengatakan, ketersediaan data polusi udara dan akses terhadap udara bersih jelas merupakan isu ketidakadilan. Dalam kondisi ini masyarakat rentan justru menjadi yang paling berisiko dan paling tidak punya akses informasi.

“Setiap manusia punya hak menghirup udara bersih dan lingkungan yang sehat. Intervensi dan kebijakan pemerintah untuk memastikan udara bersih adalah mutlak dan harus dilakukan segera, demi memastikan pemenuhan hak asasi manusia yang mendasar ini,” tegasnya.

Polusi Udara

Kondisi polusi udara di perkotaan Foto: Shutterstock.

Dorong Masyarakat Tinggalkan Kendaraan Pribadi

Sementara pengamat lingkungan Paidi berpendapat, guna mengurangi polusi dan udara kotor di Jakarta, Pemprov DKI harus terus mendorong masyarakat agar meninggalkan kendaraan pribadi. Caranya yakni dengan memastikan membangun moda transportasi umum berintegrasi.

“Tak bisa dipungkiri bahwa buruknya kualitas udara Jakarta disebabkan dari semakin banyaknya kendaraan pribadi. Jadi kita jangan hanya bisa mengkritik, tapi setiap bepergian pakai kendaraan pribadi,” ujarnya.

Ia mendorong agar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membuat kebijakan, dalam bentuk Instruksi Gubernur (Ingub) atau Peraturan Gubernur (Pergub). Tujuannya untuk memastikan agar semua lapisan masyarakat menggunakan kendaraan umum.

“Ini dapat memperluas jangkauan di semua lapisan masyarakat. Tidak hanya para pegawai Pemprov, tapi karyawan swasta hingga masyarakat umum lain,” imbuhnya.

Sebelumnya, melalui Ingub Nomor 150 Tahun 2013, Pemprov DKI Jakarta, memberi teladan untuk menggunakan angkutan umum. Pemprov melarang tegas para pejabat hingga pegawai pemprov memakai kendaraan pribadi pada hari Jumat.

Ia juga menyebut, momentum penyesuaian harga BBM bersubsidi hendaknya masyarakat luas manfaatkan untuk beralih ke kendaraan yang ramah lingkungan, seperti kendaraan umum.

Penulis : Ramadhani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top