LIPI Tawarkan Solusi Pengelolaan Limbah Jarum Suntik Vaksinasi Covid-19

Reading time: 3 menit
limbah jarum suntik
LIPI Tawarkan Solusi Pengelolaan Limbah Jarum Suntik Vaksinasi Covid-19. Foto: Shutterstock.

Indonesia tengah melakukan vaksinasi Covid-19. Keberhasilan vaksinasi Covid-19 tidak hanya dari cakupan penerima vaksin, tapi juga pengelolaan limbah dari vaksinasi. Untuk itu, pemerintah perlu mengantisipasi adanya limbah vaksinasi salah satunya jarum suntik.

Jakarta (Greeners) – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengembangkan Alat Pelindung Jarum Suntik (APJS). Alat yang sudah ada sejak tahun 2006 ini memiliki 2 jenis varian yaitu APJS Gen 1 dan APJS Gen 2.

Inventor APJS LIPI, Bambang Widyatmoko, menjelaskan APJS bukan kategori teknologi canggih, tapi tepat guna secara fungsi. Apalagi pada masa pandemi Covid-19 kebutuhan akan alat suntik meningkat. Untuk itu, perlu ada pengelolaan limbah alat suntik salah satunya adalah jarum suntik.

“Penanganan sampah medis menyisakan masalah dalam penanganan pandemi Covid-19. Apalagi untuk vaksinasi, kebutuhan alat suntik sesuai dengan lot vaksi. Kalau 360 juta orang harus vaksinasi, berarti alat suntik ini pengelolaannya perlu lebih serius lagi,” ujar Bambang, dalam peluncuran Alat Penghancur Jarum Suntik (APJS), Selasa (9/2/2021).

APJS LIPI Melelehkan Jarum Suntik Dengan Metode Elektroda

Bambang menjelaskan jarum merupakan bagian paling berbahaya dari keseluruhan alat suntik. Pasalnya, jarum suntik tajam dan runcing serta bisa berkarat. Jarum suntik juga berpotensi menularkan penyakit sebab merupakan bagian yang langsung masuk dalam tubuh penggunanya.

Salah satu pengelolaan limbah jarum suntik, ujarnya, adalah dengan melelehkannya. Di sisi lain, tidak semua fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) punya insinerator.

Bambang menjelaskan APJS merupakan alat yang kompak, efisien, dan mudah digunakan. Alat tersebut menggunakan metode elektroda atau melelehkan bahan metal jarum suntik dengan aliran listrik selama 10 detik.

“Proses ini bisa mengurangi risiko dan dampak yang timbul dari jarum suntik bekas. Alat ini juga mengubah pola pengelolaan jarum suntik yang biasanya menggunakan insinerator,” jelasnya.

limbah jarum suntik

Jarum suntik berpotensi menularkan penyakit karena ada bagian yang langsung masuk dalam tubuh penggunanya. Foto: Shutterstock.

Baca juga: Risiko Perubahan Iklim: 25.000 Desa Semakin Terancam

APJS LIPI Lebih Unggul Dari Produk Impor

Bambang mengatakan APJS LIPI memiliki banyak keunggulan dari produk sejenis yang berasal dari luar negeri. Menurutnya, harga untuk alat impor sejenis berkisar Rp1.350.000-Rp.5.000.000 dengan izin edar yang belum jelas. Bahkan dalam penggunaannya alat impor tersebut kerap mengeluarkan percikan api.

“Masa alat tersebut harus impor? Kita punya teknologi sendiri yang murah menguntungkan dan mudah,” katanya.

Sementara itu, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro, berharap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bisa menjadikan APJS sebagai alat standar penanganan kimbah. Menurutny, APJS bisa tersedia di setiap sentra vaksinasi terutama di puskesmas.

“Sehingga tidak ada lagi isu limbah medis dan bisa vaksinasi Covid-19 dengan sempurna. Tidak hanya herd immunity tercapai, tapi tidak ada masalah lingkungan,” ucapnya pada kesempatan yang sama.

Baca juga: 

Pengelolaan Limbah Jarum Suntik Contoh Kecil Sirkular Ekonomi

Masih dalam acara yang sama, Direktur Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah non-B3 KLHK, Achmad Gunawan Widjaksono, mengatakan pengelolaan limbah jarum suntik bisa menjadi contoh kecil dari ekonomi sirkular. Selain tidak ada limbah yang terbuang dari jarum suntik, lelehan dari jarum suntik dapat menjad bahan baku untuk logam.

“Dengan pemanasan, elektroda akan menghasilkan lelehan. Limbah lelehan menjadi limbah non B3 sebab infeksius telah hilang oleh panas yang tinggi. Sehingga ini bisa didaur ulang. Ini circular economy walaupun kecil,” tuturnya.

Terkait APJS pihaknya juga sudah berkirim surat ke LIPI terkait sistem perizinan dan rekomendasi. Menurutnya, meski alat ini hanya menyelesaikan masalah jarum suntik saja, tapi sudah cukup mengurangi dampak penyakit infeksius.

“Jarum suntik ini langsung masuk ke dalam tubuh dan sifat infeksiusnya cukup tinggi,” jelasnya.

Lebih jauh, Direktur Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Vensya Sitohang mengungkapkan pihaknya beserta World Health Organization (WHO) pernah memberi alat serupa ke fasyankes. Menurutnya, penggunaannya tidak maksimal sebab penggunaannya 1 jarum secara bergantian. Selain itu, alat tersebut tidak banyak digunakan sebab perilaku tenaga kesehatan yang kurang telaten.

“Saran sebaiknya ke depan juga dikembangkan APJS yang komunal sehingga dpaat menghancurkan jarum secara maksimal bersamaan. Sebaiknya juga LIPI dapat membuat pilot projek ke beberapa fasyankes sehingga dapat dievaluasi efektifitas alat tersebut,” katanya.

Penulis: Muhamad Ma’rup

Top