AZWI: Polusi Plastik Tak Bisa Teratasi Tanpa Pembatasan Produksi

Reading time: 3 menit
Polusi plastik tak akan bisa teratasi tanpa pembatasan produksi. Foto: AZWI
Polusi plastik tak akan bisa teratasi tanpa pembatasan produksi. Foto: AZWI

Jakarta (Greeners) – Tanpa upaya pengurangan produksi plastik, upaya global untuk mengatasi polusi plastik tidak akan bisa tercapai. Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) mengingatkan bahwa negara-negara harus memiliki ambisi besar untuk mengakhiri polusi plastik secara sistematis sepanjang seluruh siklus hidup plastik.

Pada pekan ini, lebih dari 175 negara kembali berkumpul dalam putaran terakhir perundingan PBB mengenai perjanjian global untuk mengakhiri polusi plastik di Busan, Korea Selatan. Negosiasi ini bertujuan untuk mengakhiri polusi plastik di seluruh siklus hidup plastik sesuai mandat Resolusi UNEA 5/14. Namun, menurut AZWI, negosiasi berlangsung dalam tempo yang lambat. Sebab, ada perbedaan signifikan, terutama pada topik pembatasan produksi plastik.

Negara-negara yang tergabung dalam High Ambition Coalition (HAC) sangat kuat dalam mendorong pengurangan produksi plastik. Kelompok masyarakat sipil seperti organisasi lingkungan, masyarakat adat, organisasi profesional di sektor kesehatan, dan lainnya juga ikut mendorong pengurangan ini.

Namun, di sisi lain, negara-negara produsen bahan bakar fosil berusaha membatasi ruang lingkup perjanjian pada persoalan pengelolaan sampah plastik. AZWI pun menilai posisi Indonesia pada negosiasi kelima yang berjalan sejauh ini sangat tidak ambisius. Indonesia tidak memperlihatkan keseriusan pada upaya mengakhiri polusi plastik secara sistematis pada keseluruhan siklus hidup plastik.

BACA JUGA: AZWI: RDF Solusi Palsu Penanganan Sampah Perkotaan

Juru Kampanye Polusi dan Perkotaan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Abdul Ghofar juga menilai bahwa posisi Indonesia dalam negosiasi kelima Perjanjian Internasional tentang plastik sangat mengecewakan.

“Pada pembahasan pasal 6, misalnya, Indonesia dalam dokumen usulan menyatakan ketidaksetujuan pada upaya pengurangan produksi plastik karena pertimbangan kepentingan ekonomi dari industri plastik,” kata Ghofar lewat keterangan tertulisnya, Kamis (28/11).

Padahal, industri plastik hulu, terutama yang berbasis minyak bumi dan petrokimia, merupakan penyumbang utama polusi dan emisi gas rumah kaca. Hal ini yang menyebabkan krisis iklim.

Ilustrasi polusi plastik. Foto: Freepik

Ilustrasi polusi plastik. Foto: Freepik

AZWI Telusuri Dokumen Pemerintah Indonesia

Sementara itu, AZWI juga telah menelusuri dokumen-dokumen negosiasi (In-session document) yang Indonesia kirim melalui laman Intergovernmental Negotiating Committee (INC). Mereka mengkritik posisi Indonesia dengan berbagai catatan.

Menurut AZWI, pernyataan Indonesia terkait ruang lingkup perjanjian tidak memiliki komitmen spesifik yang mengikat. Pemerintah lebih berfokus pada prinsip-prinsip yang lebih luas. Selain itu, kurang ada penekanan pada langkah-langkah di hulu, seperti pembatasan atau pengurangan produksi plastik.

AZWI menilai, pemerintah kurang tegas dalam mendukung target global. Kemudian, terkait Extended Producer Responsibility (EPR) dan ekonomi sirkular bergantung pada dukungan internasional dan kesiapan nasional. Solusi hulu seperti menghilangkan polimer dan bahan kimia berbahaya, dinilai kurang serius dan cenderung menggunakan bahasa yang terkesan melindungi industri.

Senior Advisor Nexus3 Foundation, Yuyun Ismawati mengatakan kesehatan masyarakat dan lingkungan Indonesia dipertaruhkan dengan posisi pemerintah yang tidak ambisius dalam negosiasi ini. Intervensi pemerintah tidak memperlihatkan kesehatan sebagai prioritas, melainkan terus mendorong untuk menggenjot produksi plastik di hulu.

BACA JUGA: AZWI Desak Pemerintahan Baru Utamakan Pengurangan Sampah di Hulu

“Banyak studi sudah memperlihatkan dampak dan efek produksi plastik dan bahan-bahan kimia plastik terhadap kesehatan kita. Masyarakat berhak tahu bahan kimia plastik apa saja yang digunakan dan dilepaskan dalam proses produksi plastik dari hulu sampai hilir. Transparansi polutan dan kimia dalam plastik harus dapat diakses publik untuk memenuhi hak hidup di lingkungan yang aman dan sehat,” ujar Yuyun.

AZWI pun mendesak pemerintah untuk berani mengambil posisi yang lebih kuat dan ambisius pada proses negosiasi yang sedang berjalan. Hal itu dengan menunjukkan keberpihakannya pada lingkungan hidup dan kesehatan manusia.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top