Balap Trail di Ranca Upas Sisakan Kerusakan Serius di Alam

Reading time: 2 menit
Balap motor trail di Ranca Upas beberapa waktu lalu. Foto: IG Pendakilawas

Jakarta (Greeners) – Ajang balap trail yang telah berlangsung di Kampung Cai, Ranca Upas di Kabupaten Bandung pada Minggu (5/3) berdampak buruk. Tak hanya merusak tanaman langka bunga edelweis rawa, ikon tanaman di kawasan ini. Akan tetapi juga merusak ekosistem keanekaragaman hayati secara luas.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat Meiki W. Paendong mengatakan, kawasan Ranca Upas dikenal sebagai kawasan esensial karena memiliki keunikan tersendiri berupa landscape rawa pegunungan.

Kawasan ini juga ditumbuhi rumput dan bunga edelweis rawa yang langka. “Itu menjadi kekhasan Ranca Upas makanya kita sebut kawasan esensial,” katanya kepada Greeners, Kamis (9/3).

Berdampak Luas pada Ekosistem di Ranca Upas

Lebih dari itu, balap motor trail komunitas motor trail lakukan juga memicu kerusakan ekosistem di sekitarnya. Meiki menyebut, rute balap trail tersebut masuk ke dalam kawasan hutan lindung.

“Secara status memang hutan lindung. Tapi secara kondisi fisik sudah sangat mirip dengan kondisi hutan cagar alam,” imbuhnya.

Artinya, dalam habitat hutan tersebut ada beberapa satwa yang terlindungi. Misalnya, owa Jawa, lutung, macan dahan hingga macan tutul. “Jika balap liar itu kita anggap peristiwa yang biasa saja akan berdampak fatal ke depannya,” tandasnya.

Tak hanya itu lanjutnya, beberapa sungai alami yang dilalui pemotor berpotensi tercemar. “Karena itu kan ratusan motor trail dan bukan tak mungkin olinya tercecer terbuang ke sungai sehingga mencemari sungai,” imbuhnya.

Terkupasnya tanah yang terbawa oleh roda-roda motor juga bisa memicu sedimentasi dan pendangkalan sungai. Padahal, sungai yang mendangkal akan memengaruhi habitat satwa di air.

Bunga Edelweis. Foto: Freepik

Penegakkan Hukum agar Pelaku Jera

Meiki mendorong agar pemerintah daerah melakukan penegakkan hukum dan memberi sanksi kepada para pelaku. “Karena ini butuh waktu untuk pemulihannya. Maka penegakkan hukum harus kita lakukan sesuai dengan bobotnya masuk kategori pidana lingkungan atau tidak,” kata dia.

Pengamat lingkungan dari Universitas Indonesia Mahawan Karuniasa menilai, Program Lingkungan PBB (UNEP) telah memberikan pesan pada seluruh dunia, saat ini kita menghadapi Triple Planetary Crisis berupa perubahan iklim, pencemaran dan biodiversity.

Konferensi Keanekaragaman Hayati COP 15 di Montreal juga menyepakati target ambisius untuk memproteksi 30 % daratan dan 30 % lautan. 

Jadi tambahnya, sudah kewajiban bagi seluruh elemen masyarakat, termasuk institusi untuk turut menjaga. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.

“Kejadian di Ranca Upas itu secara institusi justru Perhutani izinkan. Padahal mereka memiliki fungsi penting untuk melindungi hutan dan ekosistem,” ungkapnya.

Berkaca dari hal itu, Mahawan menyatakan adanya persoalan etik dalam institusi ini. “Kerusakan spesies tumbuhan atau ekosistem langka jauh tak ternilai daripada pendapatan tak seberapa dari bagi hasil dengan penyelenggara acara balap trail,” imbuhnya.

Penulis: Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top