Tangerang (Greeners.Co) – Untuk mencegah pencurian sumber daya hayati terutama sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional Indonesia, pemerintah menggunakan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek).
Diharapkan UU Sisnas Iptek dapat memberikan sanksi bagi semua pihak yang melanggar ketentuan terkait dengan penelitian asing. Sanksi yang terdapat dalam UU tersebut mulai dari sanksi administratif sampai dengan sanksi pidana.
Indonesia memiliki setidaknya 47 ekosistem alami yang berbeda. Keanekaragaman hayati Indonesia tersebut merupakan potensi dan aset nasional dan basis peningkatan kesejahteraan masyarakat di masa yang akan datang atau dikenal sebagai emas hijau. Keanekaragaman hayati berpotensi sebagai sumber pengembangan riset untuk dukungan suplai pangan, papan, obat obatan dan kosmetika.
BACA JUGA : Biopiracy Masih Marak Terjadi, Pemerintah Belum Berpihak pada Konservasi Kehati
Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa, Kemenko Maritim Agung Kuswandono mengatakan saat ini pemanfaatan sumberdaya hayati untuk industri di Indonesia masih relatif kecil dibandingkan dengan potensi yang ada. Bahkan, salah satu penelitian menyebutkan hanya sekitar 5% saja potensi sumberdaya hayati yang sudah dimanfaatankan untuk industri.
Lebih lanjut, Agung menjelaskan dari hasil suatu penelitian disebutkan bahwa dari 150 obat-obatan yang diresepkan dokter di Amerika Serikat, 118 jenis berbasis sumber alam, yaitu 74% (tujuh puluh empat) dari tumbuhan, 18% jamur, 5% bakteri, dan 3% vertebrata seperti ular.
“Nilai obat-obatan dari bahan alam mencapai 40 miliar dollar Amerika Serikat pertahun. Industri farmasi atau obat-obatan memang merupakan industri yang sangat besar, dengan perkiraan persentase dari keseluruhan nilai industri bahwa nilai tumbuhan alami yang digunakan dalam industri farmasi berkisar dari USD 400-900 milyar/tahun,” ujar Agung pada preskon di Hotel Bandara Internasional, Senin (28/10/2019).
Agung mengatakan pencurian terhadap sumberdaya hayati, terutama sumberdaya genetik Indonesia (biopiracy) juga menjadi masalah yang akan merugikan ekonomi Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya sumber daya genetika seperti obat, bahan industri dan pangan dipatenkan ataupun diambil dan dimanfaatkan tanpa izin oleh perusahaan dan pakar luar negeri.
Oleh karenanya, disampaikan oleh Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Ocky Karna Radjasa mengatakan untuk mencegah biopiracy, pemerintah menggunakan UU Sisnas Iptek sehingga memberikan perlindungan bagi Sumber Daya Hayati Indonesia sekaligus memberikan sanksi bagi semua pihak yang melanggar ketentuan terkait dengan penelitian asing.
Dengan begitu, Ocky menjelaskan, bahwa Kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) asing dan/atau orang asing dan orang Indonesia yang melakukan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (Litbangjirap) di Indonesia dengan dana yang bersumber dari pembiayaan asing, diantaranya wajib menyerahkan data primer kegiatan Litbangjirap, serta memberikan pembagian keuntungan secara proporsional sesuai dengan kesepakatan para pihak yang berkepentingan.
BACA JUGA : LIPI: Kebun Raya Bisa Menangkal Praktik Biopiracy
“Setiap orang asing yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban sebagaimana disebut pada Pasal 76 diberikan sanksi berupa: peringatan tertulis; penghentian pembinaan; denda administratif; pencantuman para pelanggar dalam daftar hitam pelanggaran Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan; dan/atau pencabutan izin,” lanjut Ocky.
Ocky menjelaskan bahwa bagi setiap orang asing yang melakukan Litbangjirap tanpa izin, dikenai sanksi secara bertahap, mulai dari sanksi administratif berupa pencantuman dalam daftar hitam orang asing yang melakukan Litbangjirap di Indonesia, sampai dengan sanksi pidana berupa pidana denda paling banyak 4 Milyar rupiah.
“Di sini saya ingin menekankan bahwa sanksi yang diberikan kepada peneliti asing yang tidak berizin tidak langsung sanksi pidana, tetapi sanksinya diberikan secara bertahap. Jika dilakukan pencurian sumber daya hayati berulang kali, baru dikenakan sanksi pidana. Untuk pelanggaran pertama, dikenakan sanksi administratif,” tegas Ocky.
Penulis: Dewi Purningsih