Efektivitas Kebijakan Pelarangan Kantong Plastik Perlu Dikaji

Reading time: 2 menit
Kantong Plastik Sekali Pakai
Foto: shutterstock

Jakarta (Greeners) – Efektivitas pelarangan kantong plastik sekali pakai di DKI Jakarta dinilai masih perlu dikaji lebih lanjut. Di sejumlah negara, kebijakan serupa berhasil menekan timbulan sampah plastik. Namun, beberapa di antaranya juga disebut gagal mengurangi konsumsi kantong sekali pakai.

Saintis dari Scientist Action and Advocacy Network (ScAAN) menyebut bahwa regulasi mengenai pelarangan kantong plastik sering tidak efektif. Hasil studi pada 2019 tersebut mencatat bahwa penyebabnya adalah tidak ada penegakan sanksi hukum dan perubahan perilaku masyarakat, serta tak efisiennya tas alternatif belanja yang ditawarkan.

Di sejumlah negara, kebijakan kantong plastik sekali pakai tidak efektif lantaran tas alternatif seperti kertas atau kantong plastik tebal juga tak dilarang secara eksplisit di peraturan. Hal tersebut kerap terjadi dalam regulasi yang hanya menerapkan pelarangan (ban only). Konsumen kemudian beralih menggunakan tas kertas atau alternatif sehingga dinilai gagal mengurangi konsumsi kantong sekali pakai keseluruhan.

Baca juga: Hak Perempuan Adat Belum Terpenuhi

Hal tersebut terjadi di Kota Austin dan San Francisco, Amerika Serikat yang masih ditemukannya penggunaan kantong plastik tebal. Sementara di Delhi, India, kebijakan serupa gagal karena peraturan tidak ditegakkan secara efektif. Hasilnya, tidak ada perubahan perilakuk sekali pakai dari masyarakat.

Walakin, terdapat sejumlah negara yang berhasil menerapkan kebijakan pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai. Contohnya di Filipina, berbagai kota telah mengimplementasikan larangan tersebut yang diperkuat dengan undang-undang federal. Di Kota Mutinlupa, misalnya, terlihat pengurangan tiga persen sampah dari total pengumpulan harian yang mencapai empat ton. Sementara di Kota Las Pinas empat persen dari limbah hariannya berjenis styrofoam.

Selain itu, Malaysia juga memberlakukan pajak sebesar Rp872 per kantong plastik. Setengah dari masyarakat di sana disebut telah menggunakan tas yang dapat digunakan kembali atau tidak membeli kantong plastik sekali pakai.

kantong plastik tidak gratis

Ilustrasi: pxhere.com

Di Ibu Kota Jakarta pelarangan kantong plastik sekali pakai mulai diterapkan pada 1 Juli 2020. Regulasi tersebut dituangkan dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat.

Menurut pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, pemerintah harus tegas mengenai pelarangan penggunaan kantong plastik sekali untuk mengurangi sampah plastik. Ia menilai pergub yang dikeluarkan pada 31 Desember 2019 itu sarat dengan kepentingan pihak tertentu.

“Pakai saja kantong dari kain atau kertas dan bisa dipakai berkali-kali. Kalau pun dibuang bisa hancur oleh alam. Kalau dibuat peraturan seperti itu ada lobi-melobi dari produsen plastik dan asosiasi daur ulang. Buat publik tidak ada gunanya,” ujarnya saat dihubungi Greeners melalui telepon, Sabtu (04/07/2020).

Baca juga: Celah Hukum dalam Pergub Penggunaan Kantong Belanja

Adapun Bella Nathania, Asisten Peneliti Divisi Pengendalian Pencemaran Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), mengatakan keefektifan Pergub 142/2019 masih diperlukan penelitian yang lebih mendalam. Sebab data riset sampah antara Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) maupun World Bank berbeda. Menurut LIPI, sampah terbanyak yang masuk ke teluk Jakarta ialah styrofoam. Sedangkan data World Bank 2018 menyebut bahwa sampah berjenis plastik merupakan yang terbanyak.

“Apakah pemerintah sebenarnya tahu sampah plastik yang ada di Jakarta porsinya berapa dibandingkan dengan sampah-sampah lainnya. Karena perlu diketahui terlebih dahulu untuk mengukur efektivitas dari peraturan ini. Kalau ternyata pengurangan sampah dari organik berarti implementasi peraturannya belum maksimal karena bukan sampah plastik terutama sampah kantong kresek yang berkurang,” ujar Bella.

Penulis: Dewi Purningsih

Editor: Devi Anggar Oktaviani

Top