Jakarta Kebut Pengurangan Emisi dari Sektor Sampah

Reading time: 3 menit
Penampakan sampah di TPST Bantargebang, Bekasi. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Pemprov DKI Jakarta mempercepat pengelolaan sampah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK). Target pengurangan emisi tersebut sebesar 30 persen pada tahun 2030 sedangkan Jakarta baru mencapai 7,8 persen.

Kepala Seksi Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Rita Ningsih mengatakan, target pengurangan emisi tersebut tercantum dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 90 Tahun 2021 Tentang Pembangunan Rendah Karbon Daerah yang Berketahanan Iklim. Namun saat ini capaian pengurangan emisi Jakarta baru 7,8 persen.

“Itu masih cukup jauh. Dan artinya kita harus melakukan banyak rencana aksi-aksi yang ada dalam Pergub nomor 90 untuk mengejar ketertinggalan,” katanya dalam Webinar Pembatasan Penggunaan Plastik Sekali Pakai pada Jasa Antar Makanan di Provinsi DKI Jakarta, Senin (29/8).

Sementara itu, kontribusi pengurangan emisi dari sektor limbah juga masih kecil, yakni 2,6 persen. Rita mengungkap, meski demikian percepatan pengurangan emisi dari sektor sampah dengan membangun Refused Derived Fuel (RDF) Plant di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi.

RDF merupakan pengolahan sampah menjadi bahan bakar untuk menggantikan batu bara. Nilai RDF ini setara dengan batu bara muda.

Rita menambahkan, saat ini total sampah harian di Jakarta mencapai 7.233 ton per hari. Pembangunan RDF akan mampu mengolah sampah hingga 2.000 ton per hari. “Langkah ini seiring dengan target pengurangan sampah kita sesuai amanat Pergub 108 Tahun 2019 Tentang Kebijakan dan Strategi Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga yaitu sebesar 30 persen,” paparnya.

Program Bebas Kantong Plastik di Jakarta

Selain itu, Rita menekankan pentingnya pengurangan sampah. Pergub Nomor 142 Tahun 2019 Tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan pada Pusat Perbelanjaan dan Program Pasar Bebas Plastik. Kebijakan ini berlaku di pusat perbelanjaan, swalayan dan ritel serta pasar rakyat.

Ia mengungkap, hingga tahun 2022 ini, sudah ada sebanyak 50 pusat perbelanjaan, 2.940 swalayan dan ritel serta 43 pasar tradisional yang menerapkan kebijakan ini. “Akan terus kita dorong, terutama untuk pasar tradisional yang masih di bawah 45 persen,” imbuhnya.

Selain itu, Pemprov juga mendorong agar masyarakat Jakarta memastikan sirkular ekonomi dalam penggunaan sampah plastik agar tak terbuang ke lingkungan. Misalnya, sambung dia dengan memastikan guna ulang atau reuse untuk produk-produk kemasan.

Berbelanja menggunakan tas belanja ramah lingkungan bisa jadi salah satu resolusi “hijau” di tahun 2022. Foto: Shutterstock

Gerakan Guna Ulang

Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) Tiza Mafira menyatakan, gerakan reuse atau guna ulang memiliki beragam bentuk. Mulai dari reuse yang sifatnya refill ke tempat pusat isi ulang. Lalu sistem isi ulang yang mengantar jemput di depan rumah masing-masing, hingga pinjam-kembali kontainer yang telah konsumen gunakan.

“Bentuk-bentuk ini sudah ada di Indonesia dan intinya sama yaitu memperpanjang penggunaan plastik agar tak terbuang ke lingkungan,” katanya.

Tiza menyatakan, terdapat tiga solusi strategis pemegang peran penting dalam mengimplementasikan kebijakan ini, yaitu food and beverage delivery packaging waste, serta kemasan sachet.

“Kita bukan lagi dalam tataran reuse hanya terpaku pakai tumbler atau tempat makan saja. Akan tetapi, dalam tingkatan yang lebih besar yaitu bagaimana reuse mampu menggerakkan ekosistem dan infrastruktur yang sangat besar,” ungkapnya.

Sementara itu Direktur Pengurangan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sinta Saptarina menyatakan, jumlah timbulan sampah plastik dan kertas dalam negeri tahun 2021 yaitu mencapai 19,66 juta ton/tahun.

Namun sayangnya, penggunaan sampah plastik dan kertas dalam negeri untuk daur ulang masih rendah yaitu 46 persen. “Penyebabnya secara teknis tidak dapat didaur ulang. Atau bisa didaur ulang tapi tidak terpilah dengan baik, hingga infrastruktur yang masih terbatas,” kata dia.

Menurutnya, bisnis model kemasan guna ulang merupakan peluang bisnis masa depan. “Seperti penjualan tanpa kemasan, penjualan isi ulang dan wadah makanan guna ulang,” ujarnya.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top