Kebakaran di Bromo Berdampak Besar pada Kerusakan Ekologi

Reading time: 3 menit
Kebakaran di gunung Bromo. Foto: Shutterstock
Kebakaran di gunung Bromo. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Kebakaran di lahan Gunung Bromo telah menyebabkan kerusakan ekologi di kawasan konservasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Api yang membakar kawasan tersebut selama berhari-hari berdampak besar pada kerusakan lingkungan, ekosistem, tumbuhan, dan ekosistem hewan.

Ketua Sahabat Volunteer Semeru, Sukaryo yang sekaligus menjadi relawan pemadaman api di Gunung Bromo mengatakan, kebakaran di kawasan konservasi mengakibatkan kerusakan ekologi yang cukup besar.

“Kerusakan secara fisik sih tidak ada, tapi kerusakan ekologi di dalam kawasan konservasi yang lumayan besar,” kata Sukaryo kepada Greeners, Kamis (14/9).

BACA JUGA: Freeride Mountain Biker Dunia Taklukkan Gunung Bromo

Sukaryo yang akrab disapa Cak Yo menambahkan, selain berdampak terhadap kerusakan ekologi di kawasan konservasi Gunung Bromo, peristiwa ini juga berdampak pada masyarakat setempat dan pelaku usaha.

“Banyak orang yang selama ini menggantungkan pendapatan dari situ. Lalu, karena wisata tutup, masyarakat atau pelaku jasa wisata tidak mendapatkan penghasilan,” tambah Cak Yo.

Kebakaran di kawasan Gunung Bromo ini telah terjadi sejak Rabu (6/9). Pemicu kebakaran adalah penggunaan cerawat atau flare saat pemotretan pranikah atau prewedding di Bukit Teletubbies. Namun, berdasarkan laporan yang Greeners terima, per 14 September 2023 hampir semua titik api yang besar dan sedang sudah padam, yang tersisa hanya titik api kecil.

Kebakaran di gunung Bromo. Foto: Shutterstock

Kebakaran di gunung Bromo. Foto: Shutterstock

BPBD Kuatkan Antisipasi

Kalaksa Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Probolinggo, R. Oemar Sjarief  mengatakan, BPBD terus melakukan antisipasi kuat dengan berkoordinasi secara rutin bersama TNBTS.

“BPBD berkoordinasi secara rutin dengan TNBTS terkait teknik dan rencana operasi pemadaman. Termasuk dukungan personil dan truk tangki air sebagai supply air untuk pemadaman,” ungkap Oemar melalui keterangan tertulis.

Di sisi lain, lanjutnya, dalam melakukan pemadaman api yang kian meluas ini BPBD rasakan beberapa kesulitan. Misalnya, berdasarkan identifikasi titik api yang berada pada morfologi yang relatif terjal telah menjadi kendala dalam proses pemadaman.

BACA JUGA: Banser Pasuruan Libatkan Warga Bersihkan Sungai Langganan Banjir

“Selain itu, kondisi cuaca dan kecepatan angin yang relatif kencang sempat menjadi penghambat dalam pemadaman,” ungkapnya.

Senada dengannya, Cak Yo juga mengatakan bahwa angin yang kencang, peralatan yang terbatas, medan yang sulit dijangkau dan terdapat tebing serta jurang ini telah menjadi sebuah tantangan.

Kemarau Picu Kebakaran

Selain dipicu oleh kelalaian manusia, terjadinya kebakaran di kawasan Gunung Bromo tidak terlepas dari berbagai faktor. Oemar menambahkan, berdasakan rilis Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS), kemarau juga memicu adanya kebakaran.

“Sejak bulan Mei, beberapa wilayah di Kabupaten Probolinggo telah memasuki musim kemarau. Berdasarkan release BB TNBTS, cuaca sangat kering dan savana yang kering dampak embun es yang memicu adanya kebakaran. Meskipun, hingga saat ini penyebab kejadian kebakaran masih dalam proses identifikasi, pemicunya banyak faktor,” ujar Oemar.

Menanggapi peristiwa ini, BPBD telah menyiapkan sejumlah strategi penanganan. Misalnya, melakukan koordinasi secara rutin dengan pihak terkait. Kemudian, optimalisasi pemantauan informasi titik api dan potensi kebakaran, menyiagakan sarana prasarana, dan kendaraan pendukung apabila terjadi kebakaran.

Api Masih Berpotensi Muncul

Meskipun kobaran api yang kini telah berhasil dipadamkan, api masih berpotensi muncul kembali. Menurut Oemar, hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang bersifat relatif.

Selaras dengan Oemar, Cak Yo pun menambahkan bahwa potensi kemunculan api di Gunung Bromo masih ada. Oleh sebab itu, pihak pengelola harus tetap antisipasi.

“Potensi itu pasti ada, tinggal bagaimana pihak pengelola dalam hal ini TNBTS  melakukan antisipasinya. Misalnya, menguatkan aturan dan menerapkannya ke masyarakat serta pengunjung wisata di kawasan TNBTS,” sambung Cak Yo.

Namun, jika turun hujan, menurut Cak Yo kemungkinan besar tidak ada titik api yang muncul kembali. Patroli di kawasan tersebut pun harus ditingkatkan juga oleh para petugas TNBTS.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top