Jakarta (Greeners) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN) untuk pelestarian 20 spesies laut prioritas terancam punah sebagai indikator kinerja lima tahun ke depan. Dari 20 spesies laut ini, KKP telah menyiapkan RAN untuk masing-masing spesies tersebut.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Agus Darmawan, kepada Greeners mengatakan, di dalam RAN tersebut sudah dijelaskan dan digambarkan bagaimana upaya-upaya yang akan dilakukan dalam penyelamatan dan pelestarian spesies laut terancam punah.
Namun, meskipun RAN ini dikeluarkan oleh KKP melalui Direktorat Jendral Pengelolaan Ruang laut, dasar penyusunannya disusun secara terintegrasi bersama kementerian terkait seperti Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Koordinator Kemaritiman serta mitra-mitra lembaga lainnya.
“Dalam beberapa diskusi dan kajiannya, RAN ini disusun dalam bentuk tim. Ada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan lembaga penelitian lainnya. Harapan ke depannya, rencana aksi ini akan menjadi rencana aksi bersama sekalipun yang membuat rencana aksi ini difasilitasi oleh KKP,” katanya, Jakarta, Kamis (23/06).
BACA JUGA: Dugong dan Habitatnya Butuh Upaya Konservasi Terpadu
Sebelas spesies yang telah dipetakan dalam RAN tersebut, kata Agus, antara lain paus, penyu, lumba-lumba dan dugong. Sampai saat ini, KKP mengaku masih belum tahu berapa jumlah dugong di Indonesia. Agus menyatakan, selama 10 tahun belakangan, Indonesia diperkirakan masih memiliki 1.000 ekor dugong.
Agus menegaskan, sebagai biota laut yang dilindungi, pemanfaatan secara langsung, daging atau pun air matanya, dilindungi oleh undang-undang. Biota yang dikenal masyarakat sebagai ikan duyung ini dikhawatirkan terus mengalami eksploitasi yang tidak berimbang dengan proses reproduksinya. Wilayah yang dipetakan dan diindikasikan terdapat dugong antara lain Bintan, Kabupaten Toli-Toli, Kabupaten Morowali, Alor, Sulawesi Utara dan Kotawaringin Barat.
Peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Wawan Kiswara mengungkapkan, di Eropa populasi dugong punah tahun 1917. Tiga belas tahun kemudian datang penyakit lamun dan lamun pun punah, dan tidak pernah tumbuh lagi hingga saat ini.
“Seandainya duyung ini punah dari negeri kita, maka habitat lamun pun habis dan ekosistem juga akan habis. Jika padang lamun hancur, tripang, ranjungan juga hancur,” ujarnya.
BACA JUGA: Indonesia Akan Miliki Dua Management Authority CITES
Menurutnya, laju kerusakan lamun di Indonesia berkontribusi terhadap meningkatnya ancaman kepunahan dugong. Luas padang lamun di Indonesia diperkirakan mencapai 31.000 km persegi. Namun data Pusat Penelitian Oseanografi LIPI menyatakan, sejauh ini baru 25.752 hektare padang lamun yang tervalidasi dari 29 lokasi di Indonesia. Data terkini besaran, sebaran dan populasi dugong belum ada.
Agus menyatakan perlu ada tindak lanjut yang jelas dan tidak berhenti sampai menyusun rencana aksi saja. Road map pelaksanaan rencana aksi ini juga perlu menjadi fokus konsentrasi.
“Road map ini sebagai dasar kerja kita sebagai kementrian lembaga dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Ini sebagai kertas kerja kita. Ini juga yang saya pikir perlu kesepakatan semua pihak terkait agar rencana aksi ini berjalan dengan baik,” pungkasnya.
Penulis: Danny Kosasih