Laporan LSM Ungkap Penebangan Liar Sonokeling Masih Berlanjut

Reading time: 3 menit
Penebangan liar pohon sonokeling masih berlanjut. Foto: Kaoem Telapak
Penebangan liar pohon sonokeling masih berlanjut. Foto: Kaoem Telapak

Jakarta (Greeners) – Kaoem Telapak (KT) baru-baru ini telah merilis laporan “Sonokeling in Peril: Perlindungan CITES vs Perdagangan Ilegal Rosewood Indonesia”. Laporan ini mengungkapkan temuan kritis mengenai ketimpangan antara regulasi perlindungan internasional dan realitas suram penebangan liar. Laporan tersebut juga mengungkap perdagangan ilegal pohon sonokeling (Dalbergia latifolia) yang menghasilkan kayu.

Sonokeling masih menghadapi tekanan eksploitasi dari jaringan perdagangan ilegal. Padahal, pohon tersebut terdaftar di Apendiks II Konvensi tentang Perdagangan Internasional Spesies Fauna dan Flora Liar yang Terancam Punah (CITES) dan masuk kategori spesies rentan oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Laporan ini menyoroti perbedaan signifikan antara data ekspor sonokeling yang dilaporkan Indonesia kepada CITES dan data impor yang dicatat oleh negara tujuan. Antara 2017 dan 2023, negara-negara pengimpor melaporkan menerima 975.191,04 mΒ³ sonokeling. Sementara, Indonesia hanya melaporkan ekspor sebesar 421.648,85 mΒ³β€” 56,76% lebih rendah dari laporan importer.

BACA JUGA: Pembalakan Liar dan Perdagangan Satwa Ilegal Pintu Masuk Penularan Zoonosis

Laporan Indonesia kepada CITES juga lebih rendah 38,67% dari data ekspor yang tercatat pada Sistem Informasi Legalitas dan Kelestarian (SILK), yang menunjukkan ekspor sonokeling sebesar 683.225,25 mΒ³ pada periode yang sama.

Campaign Leader Kaoem Telapak, Abu Meridian mengatakan bahwa perbedaan data yang signifikan perlu diselidiki dengan serius untuk mengetahui penyebabnya.

β€œKesenjangan data perdagangan ini dapat mengindikasikan adanya kayu sonokeling ilegal yang masuk dalam rantai pasok global,” ucap Abu dalam keterangan tertulisnya.

Selain itu, laporan ini juga mencatat bahwa seluruh pasokan sonokeling yang masuk ke pasar China berasal dari Indonesia. Ekspor sonokeling tersebut berbentuk kayu gergajian atau papan sebagai bahan baku industri furnitur, lantai, dan veneer. Data SILK menunjukkan bahwa Indonesia mengekspor sekitar 1 juta mΒ³ sonokeling ke China antara 2014 hingga 2023, dengan volume ekspor yang berfluktuasi tiap tahunnya.

Penebangan liar pohon sonokeling masih berlanjut. Foto: Kaoem Telapak

Penebangan liar pohon sonokeling masih berlanjut. Foto: Kaoem Telapak

Menebang Tanpa Dokumen Resmi

Pada tahun 2024, KT juga melakukan investigasi lapangan ke Kabupaten Bima dan Dompu, Sumbawa. Di sana merupakan wilayah dengan potensi tegakan sonokeling yang signifikan dan kerap menjadi incaran pemodal.

KT menemukan dugaan pembalakan liar dan peredaran kayu sonokeling ilegal di kawasan hutan negara Toffo Rompu RTK 65 BKPH Toffo Pajo Soromandi (Topaso). Volumenya dapat mencapai 50 m3 setiap bulannya.

Para pelaku menebang sonokeling tanpa dokumen resmi dan izin konsesi yang sah. Mereka juga mengolahnya menjadi kayu gergajian. Bahkan, berbohong bahwa kayu tersebut berasal dari hutan rakyat dengan menggunakan SAKR (Surat Angkutan Kayu Rakyat). Hal itu mereka lakukan demi memasok industri di Bima dan Dompu.

Modus operandi ini untuk menghindari penggunaan SKSHHK (Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu) yang diwajibkan untuk kayu dari hutan negar. Pada akhirnya memungkinkan kayu sonokeling ilegal masuk ke rantai pasok legal. Industri-industri ini selanjutnya mengirim kayu ke Surabaya menggunakan Nota Angkutan.

Investigasi juga mengungkap seorang broker besar yang mengendalikan perdagangan ilegal sonokeling antara Sumbawa dan Surabaya. KT juga menemukan nota angkutan sebuah industri kayu di Sumbawa yang diduga palsu, yang digunakan untuk memasok perusahaan bersertifikat SVLK.

“Sistem sertifikasi SVLK yang dapat memastikan sumber kayu yang legal dan berkelanjutan, tampaknya rentan terhadap manipulasi. Temuan kami menimbulkan kekhawatiran serius tentang efektivitas SVLK dalam mencegah kayu ilegal memasuki rantai pasokan bersertifikat,” lanjut Abu.

Usut Jaringan Pembalakan Liar

Kendati demikian, KT merekomendasikan pengusutan terhadap jaringan pembalakan liar dan perdagangan kayu ilegal di Sumbawa. Langkah pengusutan dengan menggunakan pendekatan aliran uang untuk bisa menangkap penerima manfaat terbesar kegiatan ilegal ini.

KT juga menyerukan pentingnya memastikan pengawasan pelaksanaan sertifikasi SVLK dan penerapan sanksi bagi perusahaan-perusahaan yang melanggar. Kemudian, perlunya mendorong penerapan penuh informasi geolokasi untuk meningkatkan ketelusuran kayu.

BACA JUGA: Alain Compost, Temukan Tantangan di Hutan Indonesia

β€œDari sisi perdagangan internasional, Sekretariat CITES harus menetapkan unit pelaporan yang terstandardisasi dan memastikan kepatuhan pelaporan negara-negara anggota CITES, serta menyelidiki perbedaan data perdagangan yang signifikan,” tambah Abu.

Menurut Abu, otoritas CITES di Indonesia juga harus memperbaiki akurasi data tegakan CITES, memantau perdagangan sonokeling, serta menerapkan kuota pengambilan. Peran dan kolaborasi semua pihak sangat penting untuk menghentikan pembalakan liar dan perdagagan ilegal kayu sonokeling untuk memastikan keberlanjutannya.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top