Munculkan Inisiasi Pembangunan Rendah Karbon di G20

Reading time: 3 menit
Pemanfaatan energi terbarukan dari matahari menjadi salah satu pilihan dalam pembangunan rendah karbon. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Indonesia harus memanfaatkan perannya sebagai Presidensi G20 untuk mendorong negara-negara lain menerapkan pembangunan rendah karbon. Sebagai negara berkembang inisiasi Indonesia akan menjadi role model negara serupa lainnya. Pembangunan rendah karbon akan menekan laju krisis iklim.

Presidensi G20 Indonesia pada 2022 menjadi periode penting dalam penanganan perubahan iklim dan lingkungan hidup. G20 ini mengusung tema Recover Together, Recover Stronger. Presiden Joko Widodo mengatakan, terdapat tiga fokus dalam G20 yakni penanganan kesehatan yang inklusif, transformasi berbasis digital, serta transisi menuju energi berkelanjutan.

Koordinator Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara, Tata Mustasya menyatakan, implementasi menumbuhkan ekonomi yang menekan krisis iklim yakni dengan memastikan investasi rendah karbon, efisiensi sumber daya yang inklusif.

Indonesia sebagai 10 besar penghasil emisi global lanjutnya, harus mampu mengurangi emisinya. Indonesia pun harus mendorong perekonomian global sehingga berada pada jalur mencegah kenaikan suhu di atas 1.5 derajat Celcius.

“Yang paling prioritas Indonesia harus mendorong negara-negara G20 untuk menghentikan investasi PLTU batu bara dan beralih ke energi bersih terbarukan seperti matahari,” kata Tata kepada Greeners, di Jakarta, Jumat (7/1).

Indonesia Berencana Menutup Operasi PLTU

Sebelumnya, Indonesia telah berkomitmen melakukan penutupan operasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara secara bertahap. Pemerintah telah mengumumkan rencana penutupan operasi PLTU batu bara sebelum tahun 2040 bila diikuti dukungan internasional.

Rencana mengurangi emisi dari sektor energi harapannya bisa segera terealisasi. Namun, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 masih menempatkan batu bara untuk energi utama.

Menurut Tata, Indonesia harus berkomitmen serius menutup operasi PLTU batu bara melalui tiga cara. Pertama, pensiun dini PLTU batu bara. Kedua, pengembangan energi bersih dan terbarukan, terutama matahari secara ambisius dan ketiga tidak membangun PLTU batu bara sama sekali.

“Sebagai gantinya pemerintah harus menemukan solusi untuk membatalkan 13,8 GW PLTU batu bara yang masih ada di RUPTL 2021-2030,” ungkapnya.

Pengurangan emisi Indonesia, sambung dia harus fokus pada sektor energi dan kehutanan sebagai sumber emisi terbesar. Kuncinya transisi energi ke energi bersih dan terbarukan.

“Kalau deforestasi masih masif dan kita menggunakan batu bara sebagai sumber energi, usaha menghentikan krisis iklim tak akan berhasil,” ujarnya.

Kendaraan yang tak lagi berbahan bakar fosil mampu berkontribusi menekan emisi karbon. Foto: Shutterstock

Pembangunan Rendah Karbon Kendalikan Perubahan Iklim

Dalam G20 deklarasi Roma telah menetapkan bahwa anggota G20 harus menjadi pemimpin untuk mendorong agenda-agenda perubahan iklim diantaranya mengimbau net zero emission by or around 2050 dan pendanaan US$ 100 miliar dari negara maju.

Salah satu bentuk komitmen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yaitu mengupayakan pengendalian bahan perusak ozon. Selain itu, mendorong sektor jasa untuk menggunakan dan menguasai bahan-bahan pengganti yang lebih ramah lapisan ozon.

“Karena bahan perusak ozon sifatnya sangat dinamis, dimana teknologi dan pengetahuan akan bahan-bahan yang ramah lingkungan terus berkembang,” kata Direktur Jendral Pengendalian dan Perubahan Iklim KLHK, Laksmi Dhewanthi dalam keterangan refleksi akhir tahun 2021 KLHK di Jakarta belum lama ini.

Tak hanya itu, Laksmi juga menyatakan komitmennya untuk mencapai target nationally determined contribution (NDC) pada tahun 2030 dengan melakukan skenario low carbon compatible with Paris Agreement pada tahun 2060. Caranya berupa komitmen forestry and other uses (FOLU) Net Sink 2030, penurunan laju deforestasi, serta penurunan emisi GRK, dari kehutanan dan aksi iklim lainnya. Harapannya, NDC tahun 2030, Indonesia mampu menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 % dan 41 % dengan dukungan internasional.

Pelibatan bersama masyarakat untuk mengendalikan perubahan iklim juga KLHK lakukan melalui Program Kampung Iklim (Proklim). Tahun 2021, dari 83.932 desa/kelurahan di Indonesia proklim telah teregister sebanyak 3.270 desa. Tahun 2022 target 5.000 desa lagi. Lalu 6.000 desa pada tahun 2023. Kemudian bertambah 5.370 desa, sehingga tahun 2024 mencakup 20.000 desa.

Penulis : Ramadani Wahyu

Top