Jakarta (Greeners) – Negosiasi putaran kelima dalam Intergovernmental Negotiating Committee kelima (INC-5) untuk menyusun perjanjian internasional tentang plastik resmi berakhir pada Senin, 2 Desember 2024. Negosiasi yang awalnya direncanakan sebagai yang terakhir ini berjalan lambat dan penuh dinamika. Dalam pertemuan ini, negara-negara dunia gagal mencapai kesepakatan untuk mengakhiri polusi plastik.
INC-5 berakhir dengan tercapainya draft naskah perjanjian plastik yang dinilai kontroversial dan sangat tidak memadai untuk memenuhi mandat dari Resolusi UNEA 5/14. Mandat itu bertujuan mengakhiri pencemaran plastik. Alhasil, forum pleno memutuskan untuk memperpanjang sesi negosiasi dengan menyelenggarakan INC-5.2 pada tahun depan.
BACA JUGA: Negosiator Perlu Berani Akhiri Polusi Plastik Tanpa Kompromi
Juru Kampanye Polusi dan Perkotaan Walhi, Abdul Ghofar menyatakan kekecewaannya terhadap hasil INC-5. Ia menilai kegagalan negara-negara untuk menyepakati perjanjian yang efektif sangat disayangkan. Padahal, lebih dari 100 negara telah sepakat mendorong pengurangan produksi plastik.
Namun, tantangan besar datang dari negara-negara produsen plastik besar yang menghambat upaya untuk menghasilkan perjanjian yang kuat dan mengikat. Menurutnya, negosiasi tambahan (INC 5.2) harus jadi momentum negosiasi terakhir untuk mengakhiri pencemaran plastik.
“Kami berharap negara-negara Asia, termasuk Indonesia bergabung dengan koalisi negara-negara ambisi tinggi yang selama negosiasi kelima menunjukkan keberpihakan pada lingkungan hidup dan kesehatan manusia,” ungkap Ghofar lewat keterangan tertulisnya, Senin (2/12).
Proses Negosiasi yang Dinamis
Sementara itu, dalam sesi pleno pada Minggu, 1 Desember 2024 pukul 21.00 waktu Busan, sebagian besar anggota negosiasi, sebanyak 95 negara, mendukung Meksiko untuk memasukkan pengurangan produksi plastik primer global dalam Pasal 3 draft teks perjanjian. Selain itu, 85 negara juga ikut mendukung Rwanda untuk memperjuangkan perjanjian yang lebih ambisius.
Direktur Jenderal Otoritas Manajemen Lingkungan Rwanda, Juliet Kabera, yang juga memimpin delegasi Rwanda, menyampaikan pernyataan atas nama 85 negara, “Sudah saatnya kita menganggapnya serius dan menegosiasikan perjanjian yang sesuai dengan tujuan dan tidak dibuat untuk gagal.” Pernyataan itu mendapat sambutan tepuk tangan yang meriah oleh hampir seluruh delegasi.
Di samping itu, INC Chair, Luis Vayas, mengusulkan teks yang disirkulasikan pada 1 Desember sebagai draft untuk negosiasi tahun depan. Ia juga menyatakan bahwa tidak ada pasal yang dapat disetujui sampai semua teks diterima oleh semua negosiator.
Peluang Perubahan di INC-5.2
Para pengamat masyarakat sipil melihat INC-5.2 sebagai harapan dan peluang untuk memperkuat pasal-pasal yang akan negara-negara negosiasikan. Mereka berharap hasil dari perjanjian plastik dapat menjawab mandat Resolusi UNEA 5/14 dan mengatasi krisis pencemaran plastik global, dari hulu hingga hilir.
Senior Advisor Nexus3 Foundation, Yuyun Ismawati, mengatakan bahwa negara-negara produsen bahan baku plastik harus mulai mengakui bahwa strategi mereka perlu berubah. Perubahan ini harus sejalan dengan perkembangan global dan mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan serta masa depan generasi mendatang.
BACA JUGA: AZWI: Polusi Plastik Tak Bisa Teratasi Tanpa Pembatasan Produksi
“Mendorong peningkatan produksi plastik akan meningkatkan polusi, dan mempercepat kepunahan semua makhluk hidup,” tegas Yuyun.
Menurutnya, Indonesia perlu meninjau kembali rencana strategi industri jangka menengah dan panjang. Indonesia juga harus membatasi produksi plastik yang berpotensi bermasalah, serta menghapus dan mengendalikan bahan kimia berbahaya dalam plastik.
Selain itu, Indonesia juga perlu mendorong peningkatan transparansi pelaporan pengendalian emisi dan lepasan polutan dari industri plastik, serta mengurangi pajanan kimia sepanjang siklus hidup plastik.
Kurangnya Komitmen Negara Penghasil Minyak
Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) juga menyampaikan kekecewaannya atas hasil INC-5. Meskipun ada ekspektasi tinggi terhadap langkah konkret untuk mengatasi krisis plastik global, pertemuan ini gagal menghasilkan kesepakatan yang efektif dan ambisius.
Menurut AZWI, pertemuan negosiasi kelima perjanjian plastik di Busan, mirip dengan perundingan perubahan iklim di Baku, Azerbaijan baru-baru ini. Negosiasi berlangsung dengan kurangnya komitmen kolektif negara-negara penghasil minyak dan gas untuk mengatasi akar permasalahan polusi plastik.
Perundingan terpecah karena negara-negara penghasil plastik besar dan industri mendominasi kepentingan dalam diskusi. Di sisi lain, negara-negara yang bukan produsen plastik, yang paling rentan terdampak pencemaran, mendesak solusi yang lebih ambisius.
Negara-negara produsen bahan baku plastik, seperti olefin dan aromatik, menghambat upaya untuk membatasi produksi plastik secara signifikan. Mereka juga menentang upaya untuk menghilangkan bahan kimia berbahaya dalam plastik. Tekanan dari negara-negara migas ini juga terjadi di luar ruang negosiasi.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia