Prihatin! Tumbuhan Non-Ikonik Punah Sebelum Diketahui Manfaatnya

Reading time: 2 menit
Bunga jahe liar ini ada di hutan hujan tropis. Banyak tumbuhan di alam bermanfaat namun keburu punah sebelum diketahui manfaatnya. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greneeres) – Eksistensi tumbuhan non-ikonik terancam punah. Salah satunya karena aktivitas eksploitasi manuasia. Celakanya, belum manusia ketahui manfaatnya, tumbuhan sudah punah.

Kurator Herbarium Bandungense Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung Arifin Surya Dwipa Irsyam, prihatin akan kondisi tersebut. Menurutnya, tumbuh-tumbuhan lokal atau non-ikonik memiliki posisi terpinggirkan. Pasalnya, tumbuhan non ikonik kurang mendapat perhatian dari masyarakat umum maupun dunia.

Padahal, sama halnya dengan aneka jenis tumbuhan-tumbuhan lain mereka mengambil peran sangat penting bagi kehidupan manusia. Dalam ekosistem, tumbuh-tumbuhan berperan sebagai penyedia oksigen, penyerap karbon dan logam berat, serta pengendali tanah. Lebih dari itu, perannya kepada manusia yaitu sebagai penghasil bahan pangan, bahan obat, kosmetika, serta bahan bangunan.

“Sayangnya akibat aktivitas manusia, seperti misalnya pertambangan maka tumbuhan ini punah begitu saja,” katanya dalam Webinar Meliput Ragam Biodiversitas Non-Ikonik Indonesia, baru-baru ini.

Arifin mengungkapkan, Indonesia memiliki ragam tumbuhan non-ikonik yang kaya dan beragam. Misalnya, Castanopsis tungurrut (Blume) A.DC yang tersebar di Jawa, Kalimantan dan Sumatra. Adapun jenis tumbuhan ini memiliki habitat di hutan pada ketinggian hingga 1.920 meter di atas permukaan laut.

Kayu pada tumbuhan ini biasa masyarakat manfaatkan sebagai bahan bangunan. Bijinya bisa masyarakat konsumsi. Karena eksploitasi berlebih hingga penebangan liar, tumbuhan ini mengalami ancaman kepunahan. Tumbuhan ini masih bisa ditemukan meski populasinya di alam saat ini menurun hingga 30 %.

Jahe Liar dan Pacar Air Jenis Tumbuhan Non-ikonik yang Terancam Punah

Zingiber odoriferum Blume atau jahe liar biasa tersebar di Jawa dan Sunda. Pada bagian daun mudanya berguna untuk memperindah rambut dan pembasmi ketombe secara alami. Saat ini Zingiber odoriferum Blume hanya terdapat di satu lokasi di alam, yakni di Sumberjaya, Sukabumi dan menjadi koleksi di Kebun Raya Bogor.

Sementara, Impatiens arriensii (Zoll.) T. Shimizu atau pacar air hanya hidup di perbukitan kapur Madura. Ini berbeda dengan tumbuhan pacar air di Jawa yang hidup di tanah dan biasa masyarakat tanam di samping rumah. Namun sayang, imbas aktivitas pertambangan, tumbuhan hias ini telah punah.

Demi mencegah kepunahan, Arifin menekankan pentingnya edukasi pemanfaatan biodiversitas kepada masyarakat hingga lingkup terkecil. Keluarga, lingkaran pertemanan, sambung Arifin dapat menjadi wadah pertama untuk mengenalkan keanekaragaman, terutama tumbuhan lokal non-ikonik yang jarang diperhatikan.

Misalnya, mulai dengan mengenalkan karakteristik, manfaat dan pentingnya menjaga tumbuhan tersebut. “Kalau sudah menimbulkan rasa ingin tahu maka bentuk kepedulian dan kecintaan akan tumbuh dengan sendirinya,” imbuhnya.

Indonesia Negara Kaya Biodiversitas

Ketua Lembaga Sains Terapan (LST) Jatna Supriatna menyatakan, kekayaan dan keberagaman biodiversitas Indonesia terlihat karena berada dalam urutan kedua terkaya untuk mamalia (700 spesies). Kemudian keempat terbanyak untuk keragaman burung (>1500 spesies), serta menyimpan sekitar 1400 spesies ikan air tawar yang setengahnya endemik.

Potensi biodiversitas ini, sambung Jatna bisa bermanfaat dalam berbagai hal, seperti pangan, serat, obat, produk industri (lemak, minyak), serta sumber energi alternatif. Namun sayangnya, belum banyak tersentuh oleh sains.

“FAO pada tahun 2012 menyatakan Indonesia sebagai produsen nomor tiga terbesar ikan di dunia, setelah China dan Peru,” kata Jatna.

Dalam bidang kesehatan, Jatna menyebut Indonesia memiliki potensi bioprospeksi yang sangat besar. Tapi kurang tersentuh oleh sains. Dalam bidang pangan dan obat, terdapat 400 tanaman penghasil buah, 370 spesies tanaman, 60 spesies tanaman penyegar, 55 spesies tanaman rempah-rempah, serta 2.500 jenis tanaman obat-obatan.

Sementara, negara-negara lain masih sangat bergantung terhadap obat-obatan yang berasal dari alami. Misalnya, 50 obat resep di Amerika Serikat 118 berdasarkan sumber alami. Rinciannya 74 % dari tumbuhan, 18 % dari jamur, 5 % pada bakteri, serta 3 % dari spesies vertebrata (ular).

“Potensi tersebut seharusnya bisa dimanfaatkan oleh Indonesia khususnya untuk mengembangkan risetnya,” tandasnya.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top