Sensor di Saluran Pengeluaran Limbah Perusahaan Akan Diwajibkan

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: freeimages.com

Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berencana mewajibkan pemasangan sensor kualitas air bagi beberapa perusahaan yang membuang limbahnya ke sungai pada 2017 mendatang.

Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Karliansyah mengatakan bahwa sensor tersebut nantinya akan diletakkan di saluran pengeluaran limbah perusahaan dan akan disegel. Selanjutnya KLHK akan menetapkan pihak yang melakukan kalibrasi dari sensor tersebut.

“Kewajiban ini dilakukan agar KLHK bisa memantau pembuangan limbah perusahaan secara online,” kata Karliansyah di Jakarta, Jumat (01/04).

Modal pemasangan sensor kualitas air yang diperkirakan menghabiskan biaya Rp 300 juta untuk pemakaian dalam waktu hingga 15 tahun, menurut Karliansyah masih jauh lebih murah jika dibandingkan biaya laboratorium Rp 10 juta per bulan untuk mengetes sampel limbah yang dibuang ke sungai.

Payung hukum untuk sensor kualitas air ini akan menggunakan revisi Peraturan Menteri LH Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah yang akan memasukkan poin kebijakan yang mengharuskan perusahaan memasang sensor kualitas air tersebut di tahun 2017.

Direktur Pengendalian Pencemaran dan Air pada Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Sri Parwati Murwati Budi Susanti juga menambahkan kalau sistem monitoring online atau Online Monitoring System (OMS) juga akan dipasang di 15 titik sungai.

Untuk tahun ini, terusnya, OMS akan dipasang di enam sungai di Pulau Jawa, yaitu Cisadane, Brantas, Bengawan Solo , Serayu, Ciliwung dan Citarum. Adapun modal pemasangan sensor kualitas air ini menghabiskan biaya hingga Rp 300 juta untuk jangka waktu 15 tahun.

“Kedua sungai ini sudah dapat dipantau kualitas airnya secara online,” jelasnya.

Menurut Budi, saat ini Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sedang mencoba untuk membuat teknologi sensor tersebut sehingga tidak perlu menggunakan sensor dari luar negeri.

“Untuk memantau keberadaan sensor rencananya juga akan dipasang CCTV di titik sensor yang dipasang,” pungkasnya.

Sebagai informasi, kualitas 68 persen air sungai di Indonesia berada di bawah standar. Salah satu penyebab utama pencemaran ialah limbah domestik, terutama untuk sungai di wilayah Jawa. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bahkan telah memasukkan tiga sungai besar di Jawa Barat ke dalam tiga sungai prioritas pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dengan target menjadikan ketiga sungai tersebut masuk ke dalam kategori kelas dua.

Ketiga sungai tersebut, yaitu sungai Ciliwung, Citarum dan Cisadane, dipilih karena pencemaran yang dialami telah melewati batas dari empat kategori pencemaran yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pencemaran Air.

Pencemaran ketiga sungai ini didominasi oleh limbah domestik yang dihasilkan dari pola perilaku masyarakat yang tidak disiplin dalam menggunakan dan mengelola air limbah serta sanitasi yang benar.

Sungai Ciliwung, 90 persen limbahnya berasal dari limbah domestik masyarakat yang tinggal di bantaran sungai, dimana tempat Mandi Cuci Kakus (MCK) langsung dilakukan di sungai.

Sedangkan Sungai Citarum dan Cisadane pencemarannya sudah sampai sekitar 75 hingga 80 persen dari penyumbang limbah domestik. Apalagi ada 11 sungai dari lintas provinsi lain yang juga masuk ke DKI Jakarta seperti Pesanggrahan, Cipinang, Sunter yang menyebabkan pencemaran terus bertambah.

Penulis: Danny Kosasih

Top